Kerena Seorang Telah Mati Namun Hidup
Kembali
Oleh:
Joshua MS
Sore yang sangat
sejuk. Aku menengadah ke langit-langit. Sudut mataku berkaca-kaca. Suaraku pun
menjadi serak hampir tak terdengar. Hilang diantara haru bercampur sukacita. Aku
berusaha menghirup oksigen lebih banyak dalam hening tanpa suara musik. Suara
musik yang biasanya keras mengiringi pujian dan penyembahan kebaktian Hati
Nurani Ministries Jakarta seperti dikomando untuk berhenti.
Tidak seperti
biasanya, aku cukup menumpangkan tangan ke atas kepala anak-anak yang
diserahkan orang tuanya kepada Tuhan Yesus. Hari ini aku meraih batita itu dari
gendongan ibunya. Suara serakku pun menggema: “Lorenza Injilia, aku menyerahkan
engkau kepada Tuhan Yesus Kristus berdasarkan iman kedua orang tuanmu.” Aku
beringsut dan menaiki mimbar. Mengangkat tubuh mungil Lorenza dan menaikkan
permohonan doa dari hatiku yang penuh haru berbaur sukacita. Sukacita yang
sangat besar karena seorang anak telah mati dan hidup kembali. Dan anak itu
kini ada di dalam pelukanku.
Pasangan Miskin
Setahun silam
aku menikahkan sepasang kekasih beda suku dan adat istiadat, Nuryanti Boru
Hutagalung dengan Maksianus Paulus. Pemudi Batak itu telah jatuh cinta dengan
pemuda Flores dan memutuskan untuk menikah.
Dalam kelas Bimbingan Pra Nikah saya mengetahui sedikit banyak tentang
persoalan pernikahan mereka yang pelik akibat perbedaan suku dan adat istiadat.
Namun karena keteguhan hati, merekapun dapat melewati tekanan dan memasuki
prosesi pernikahan kudus tanpa halangan yang berarti.
Perjalanan
keluarga muda ini bias-biasa saja. Sebagai gembala, saya pun harus lebih sering
meluangkan waktu untuk mengunjungi mereka. Kesibukan Maksi, demikian saya
memanggil kepala keluarga baru ini, sebagai supir pribadi memang seringkali
menjadi penghalang mereka mengikuti kebaktian minggu. Mereka harus di dorong
untuk menyempatkan waktu beribadah karena gereja menyiapkan ibadah pukul 6
petang. Walau tak menonjol, namun keluarga ini terbilang setia dalam pelayan
gerejawi.
Nuryanti ternyata
sangat beruntung. Kandungannya diberkati Tuhan. Seorang bayi dalam kandungannya
pun bertumbuh dengan baik. Walau tak seperti perempuan lain yang dibekali
dengan nutrisi berlebih, Nuryanti sehat-sehat saja termasuk bayi dalam rahimnya.
Sukacita pun memenuhi keluarga ini dalam menanti kelahiran sang bayi. Semua
berjalan dengan sangat baik sampai menjelang tiba saat persalinan.
Maksi
menceritakan kepadaku sesaat sebelum ibadah mulai di suatu petang bahwa tidak
ada masalah dengan bayi dan ibunya. Secara medis mereka sangat sehat. Tetapi
ada sedikit masalah menyangkut ukuran pinggul Nuryanti tak memungkinkan untuk
lahir secara normal. Dokter kandungan telah mengisyaratkan kelahiran melalui
operasi Caesar. Ini tentu menjadi
masalah karena untuk operasi memerlukan biaya yang tidak kecil. Aku tidak
menegerti sejauh mana mereka mempersiapkan kelahiran sang bayi, namun yang
jelas mereka tak punya dana cadangan untuk persalinan Caesar.
Terpaksa Karena Ketiadaan Dana
Sudah dua hari
Nuryanti terbaring di pojok ruang bersalin yang sangat sempit dan pengap. Ruang
bersalin dengan dipan kasar dan sebuah kipas angin yang hampir tak berputar
sempurna. Nuryanti memilih sebuah klinik bersalin yang sangat kecil karena
alasan ekonomi. Klinik yang dikelola bukan dokter tetapi seorang bidan inilha
pilihan yang tepat untuk ukuran kantong mereka.
Dengan perlengkapan medis yang seadanya, ibu muda ini berjuang untuk
melahirkan anak pertamanya.
Pagi hari
ketiga, aku datang ke klinik setelah membaca SMS yang tak tergambarkan
bahasanya. Aku berusaha tersenyum dan menumpangkan tangan di atas dahi Nuryanti
yang kelihatan sangat lelah. Aku menaikkan doa pengharapan dan kesembuhan
dengan ekspresi wajah tetap tenang padahal sejujurnya hatiku sangat miris. Ibu
ini sudah dua hari tergeletak di sini dan bidan tak juga mengirimnya ke rumah
sakit. Aku tidak menyinggung pindah rumah sakit karena itu bukan area
pelayananku.
Hampir pukul 11
siang, tiba-tiba pintu ruang bersalin terkuak. Bidan memanggil Maksi untuk
segera masuk ke dalam ruangan. Ternyata bayi telah di jalan lahir namun
terhenti karena ibunya sudah kehabisan tenaga untuk mendorong. Keadaan ini
tentu berhubungan dengan jalan lahir yang sangat sempit namun dipaksakan.
Dengan kekuatan tangan bidan dan Maksi akhirnya berhasil mendorong bayi keluar.
Namun sayang, karena terlalu lama di jalan lahir tanpa suplai oksigen, jantung
bayi telah berhenti berdenyut. Nafasnya pun tidak terdetek. Tubuh dan
ujung-ujung jarinya sangat pucat. Bayi
ini telah meninggal.
Secara medis
bayi ini telah gagal jantung atau mati suri. Bidan telah melakukan berbagai
upaya medis untuk menyadarkan bayi. Berkali-kali dia menyerukan nama Allah
menurut agama yang di anutnya. Mendengar keributan itu aku pun masuk ruangan.
Ibu mertua Maksi berlutut dan meraung dalam tangis penuh duka di lantai. Maksi
pun tertunduk lemas seperti patung dengan air mata mengalir deras dari sudut
matanya. Jantungku pun berdebar sangat kencang.
Beberapa saat
sebelum aku menyaksikan drama kehidupan yang sangat menyiksa ini, aku terus bersyafaat
di depan pintu ruang bersalin. Aku berdoa syafaat dengan segenap hati agar anak
dan ibu berhasil selamat. Berkali-kali aku mengutip ayat dan mengatakannya ke
udara bahwa tidak ada keguguran dan kegagalan persalinan bagi orang percaya. Namun
bersamaan dengan bidan memanggil Maksi ke ruangan, entah dari mana asalnya, ada
satu bayangan yang berkelebat cepat memasuki ruangan bersalin. Aku belajar peka
dan mengerti bahwa itu adalah roh maut. Roh yang bersiap mengambil nafas hidup
anak ini.
Pikiranku
kembali berputar-putar ke ayat-ayat Alkitab. Kisah seorang manusia, Nabi Elisa,
membangkitkan anak seorang perempuan Sunem yang murah hati (2 Raja-Raja
4:8-37). Dan yang lebih penting lagi adalah perkataan Tuhan Yesus: “Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga
pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih
besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa.” (Yohanes 14:12). Aku percaya
kata-kata Yesus ini tak perlu ditafsirkan karena maknanya sudah jelas yaitu
melakukan kembali hal-hal yang telah dikerjakan Yesus. Nabi Elisa membangkit
seorang anak yang sudah mati. Tuhan Yesus pun berkali-kali membangkitkan orang
yang sudah mati. Salah satu yang dibangkitkan Yesus bahkan sudah mati 4 hari.
Aku bukanlah pelayan
Tuhan yang sangat religius seperti
kebanyakan orang dikalangan kharismatik. Bahkan dalam benak saya seringkali
berbenturan antara mukjizat dan logika. Berkali-kali saya belajar dan menelaah
Alkitab secara dalam dan hampir tak bisa mempercayai pelayanan membangkitkan
orang mati. Bagaimana mungkin nalar bisa menjelaskan orang yang telah mati
hidup kembali? Namun entah dorongan dari mana, sore itu aku bertindak seperti
orang yang aneh. Aku juga membaca buku tentang palayanan Ki Dong KIM Rev. Reinhard BONKE yang berhubungan dengan
membangkit orang mati.
Aku meraih
tangan pucat bayi itu dan menaruh tanganku yang lain tepat di atas jantungnya.
Sementara bayi itu masih terbaring di pangkuan ibunya, aku berteriak dengan
sangat keras tanpa perdulikan situasi dikamar yang sanagt menekan: “Hai maut,
kembalikan nyawa anak ini, demi nama Tuhan Yesus Kristus yang hidup dan
berkuasa.”
Detik yang
menegangkan berlalu sangat lambat. Aku terus bersyafaat dan memohon belas
kasihan Tuhan atas nyawa bayi Nuryanti. Saat yang sangat menyiksa menunggu
Allah menunjukkan kemurahanNya. Pergulatan batin antara logika dan mukjizat
berperang menusuk-nusuk hatiku.
Allah mengerti
bahwa imanku tak sempurna. Allah juga tahu bahwa nalarku bahkan mengatakan aku
melakukan hal yang mustahil. Allah pasti mahpum bahwa otak telah menuduh aku
telah gila? ALLAH Maha Besar dan dalam kelemahan itulah suatu kuasa bekerja.
Jantung anak itu mulai berdenyut. Denyutnya semakin jelas dan kuat. Anak mungil
itu pun mulai bernafas walau sangat kesulitan. Kuasa Allah sedang bekerja dan
aku tak mau lagi bertindak bodoh. Anak ini harus segera di bawa ke rumah sakit.
Peralatan medis di sana
dapat menyelamatkan jiwanya.
Adakah yang Mustahil Bagi Allah
Ayat yang
seringkali aku kutip adalah Lukas 1:37 : “Sebab bagi Allah tidak ada yang
mustahil.” Bahkan ayat inilah ayat yang pertama kali aku hapal. Namun ternyata
aku belum mengerti arti yang terdalam dari ayat ini.
Hari ini aku di
atas mimbar. Menatang tubuh Lorenza Injilia yang bertumbuh dengan baik dan
menyerahkannya kepada Tuhan Yesus Kristus di dalam nama Allah Bapa, Putra, dan
Roh Suci. Allah berkuasa dan sanggup melakukan segala perkara bagi Injilia
sehingga dia hidup. Nama Injilia yang aku berikan pada batita keluarga
Maksianus Paulus untuk mengingat Kabar Baik yang nyata menyertai anak penuh
mukjizat ini. Yaitu kabar bahwa tidak ada satu perkara yang mustahil bagi
Allah. Karena Allahlah yang membangkitkan dan menyembuhkan Lorenza Injilia
setelah hampir 10 hari di rawat intensif di ruang perawatan bayi Rumah Sakit
Umum Koja Jakarta Utara.
Kejadian ini sangat
menohok hatiku sehingga belajar lagi satu hal. Pelajaran iman yang sangat
berharga. Ternyata tidak cukup belajar di bangku sekolah Alkitab dan meraih
gelar sarjana. Lebih dari pada itu, kita harus mengalami dan mempraktekkan
semua pelajaran itu dalam realita sehari-hari. Tidak cukup ditahbiskan menjadi
pendeta dan memakai jubah yang berjuntai menyapu lantai gereja. Yang jauh lebih
penting adalah menerapkan dan mempraktekkan firman Allah yang hidup dan
berkuasa, dalam realita hidup setiap hari. Ya, firman berkuasa dalam iman yang
hidup setiap hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar