George Bush,
Malaikat dari Amerika?
Oleh: Joshua MS
Tentu akan ada
banyak prasangka membaca sekilas judul di atas. Bagaimana mungkin seorang
George Walker Bush dipersonifikasikan sebagai malaikat? Di negeri sendiri, USA,
Bush bahkan telah menjadi tidak begitu populer. Bush di tuding memberikan
kontribusi signifikan atas kekalahan Partai Republik dalam pemilihan anggota
kongres beberapa saat lalu. Para pengamat politik menyatakan bahwa isu perang
Irak yang di protes partai Demokrat menjadi salah satu isu paling tajam yang
membuat konstituen Amerika beralih memilih Partai Demokrat. Ini merupakan isu
sentral penyebab kekalahan Partai Republik.
Di belahan dunia
lain, khususnya negara-negara berpenduduk muslim, tumbuh bagai cendawan di
musim penghujan gerakan anti Bush dan Amerika. Terlepas gerakan anti Bush dan
Amerika itu murni sebagai sebuah fenomena sosial atau merupakan produk dari
sebauh rekayasa politik, bagaimana pun juga sosok Bush memang telah sedemikian
kontrafersi.
Di Indonesia,
Bush bagaikan sebuah “bus” tua yang sudah tak layak operasi tetapi tetap
dipaksakan mengangkut penumpang. Kehadirin Bus sudah sedemikian menggerahkan
sampai-sampai para ulama yang mestinya bertugas membina umat menjaga ahlak dan
moral, turun ke jalan dan menyemburkan kata-kata yang tak pantas. Bush dan
Amerika bagaikan setan laknak yang harus di bakar dan di injak-injak sehingga
para demonstran sedemikian garang merobek, membakar, dan menginjak-injak
bendera Amerika. Belum cukup sampai di situ, mereka lalu menginjak-injak, meludahi, dan lalu
membakar gambar Bush. Harap kita tahu bahwa mereka juga telah mempersonipikasi
seorang Bush seperti seekor monyet. Sebuah prilaku tak etis yang tak pantas
bila mengingat kita adalah bangsa yang santun dan religius.
Bagaimana dan
dengan apakah masih dapat di serap akal sehat untuk mengatakan Bush adalah
malaikat Amerika? Berdasarkan sudut pandang penulis sebagai rohaniwan, Bush,
terlepas dari semua kontrafersi yang menderanya, telah menjalankan “sebuah”
misi atas keadaan dunia yang karut marut. Sebagaimana fungsinya, malaikat
adalah utusan Yang Maha Tinggi untuk menolong umatNya, Bush tanpa kita sadari,
senang atau benci, telah menjadi sosok pemimpin yang berupaya menahan
pengeroposan tatanan sosial umat manusia di planet ini. Tentu dengan sudut pandang
dan tradisi demokrasi Amerika yang khas.
Agama yang
sejati selalu terhubung dengan simpul kasih sayang sehingga sejatinya haruslah
selalu mengajarkan dan mengamalkan kedamaian. Namun belakangan, segelintir
orang dengan mengatasnamakan agama telah merenggut dengan paksa ratusan bahkan
ribuan jiwa umat manusia yang tak berdosa. Mereka berupaya membangun dan
menyebarkan opini yang keliru di
masyarakat bahwa tindakan mereka demi membela ajaran agama. Dengan alasan yang
tak jauh berbeda, mereka menebar teror ke seantero dunia. Mereka menjadi
seperti bayang-bayang maut yang tak tahu kapan muncul dan meluluhlantakkan
kehidupan. Atas nama agama yang tentu merupakan interpretasi yang ekstrim,
segelintir orang ini merasa bangga untuk meledakkan diri dikeramaian dan merenggut nyawa manusia. Terlepas dari
berbagai kepentingan yang melatarbelakangi tindakan-tindakan tak manusiawi
tadi, apa pun alasannya, manusia yang beradap tidak dapat membenarkan tindakan
menghilangkan nyawa orang lain.
Klimaks dari
semua ketegangan yang bak bola salju itu mungkin adalah peristiwa kelabu 11
September 2001. Pesawat sipil yang dibajak para teroris menghantam gedung pusat
bisnis WTC di kota super sibuk New York. Ribuan orang terkubur hidup-hidup.
Ribuan orang kehilangan orang yang dicintai. Ribuan orang harus menahan isak
haru yang tak terkira. Sementara segelintir orang tertawa terbahak-bahak.
Bersorak gembira untuk sebuah kemenangan ego. Mungkin inilah sebuah kemenangan
paling semu bagi kejaliman yang mengatasnamakan agama.
Dalam
kesigapannya sebagai keturunan pemimpin kaliber dunia, Bush segera beranjak
dari tempat peristirahatannya. Dengan begitu lugas walau sedikit terputus, Bush
menyampaikan pidato resminya dalam menyikapi peristiwa 11 September di Gedung
Putih. Rasa dukanya yang mendalam untuk semua keluarga korban, dan tekadnya
yang tegas dan bulat untuk menumpas teroris. Akhirnya kita semua mengerti
ketika ribuan tentara Amerika di sebar ke seantero benua untuk menumpas para
teroris. Beberapa negara harus di tekan dengan kekuatan militer untuk
menumbangkan rezim yang di duga memberikan kontribusi perkembangan kelompok
teroris. Kita tentu dapat mahpum bahwa ujung senapan tentu tak enak untuk
dijadikan alat menyelesaikan sebuah perseteruan. Tapi apalah daya, demi
demokrasi dalam keadaan yang sangat memaksa, kadang-kadang harus menyemburkan
peluru.
Bagaimanapun
juga tak ada gading yang tak retak. Bush tentu bukan Tuhan. Dia juga adalah
manusia biasa yang berupaya menorehkan sejarah dalam peradapan dunia ini.
Sebuah kenangan yang tentu tak semua menyukainya. Namun bagaimana pun juga,
Bush telah mencoba untuk menjadi “malaikat” agar dunia yang semakin tua dan
renta dapat menjadi lebih aman, tenteram, dan damai. Bukankan dengan itu maka
geliat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan lebih baik?
Kita semua paham
bahwa Bush tidak sempurna. Interpretasinya tentang terorisme juga tak sempurna.
Sejatinya, seorang George Walter Bush tak lebih dari seorang pribadi yang
mencoba untuk memberikan kontribusi bagi peradapan dunia yang modern dan aman.
Sama seperti malaikat saja bisa berbuat salah (Bacalah Kitab Nabi Yehezkiel
28:1-10), apalagi seorang Bush. Lantas mengapa kita harus menghabiskan energi
untuk menyemburkan kata-kata tak bagus. Bukankah dalam peradapan sebuah negara
yang demokratis kita wajib menghormati tamu yang berkunjung? Katakanlah penyambutan Bush terlalu
berlebihan hingga menghabiskan dana pemerintah 6 miliar. Pengamanan yang super
ketat hingga mengorbankan sekelompok orang di Kota Bogor. Kita semua harus
mahfum, selain merupakan sebuah konsekwensi dalam penyambutan tamu negara,
tentu ini berkaitan dengan resistensi suhu politik dalam negeri yang kurang
bersahabat.
Akhirnya,
bukankah lebih bermanfaat bila kita berharap agar kehadiran Bush membawa
setitik cahaya pengharapan untuk
kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik. Bukankah lebih bermanfaat jika
kita berharap Bush dapat menjadi “malaikat” yang menolong kita cepat keluar
dari krisis multidimensi yang tak kunjung hengkang dari negeri tercinta.
Bukankah akan lebih bermanfaat jika isu Soft Power yang di usung Bus
akan membuat pendidikan, kesehatan, investasi, perdagangan, dan kehidupan
sosial yang lebih baik di bumi Nusantara? Bukankah tidak lebih baik kita
berharap kehadiran Bush menjadi sebuah loncatan panjang untuk menuju Indonesia
yang lebih baik?
Sejak Bush
mendarat dengan Airforseone di Bandara Halim Perdanakusuma Senin, 20 November
2006, pukul 15.30 WIB sampai kemudian menuju Istana Bogor dengan helikopter
Sukorsky Black Hawk “Marine One”, semoga
sejak itu sentuhan “malaikat” Amerika ini tak hanya menyentuh komplek Istana
Bogor yang berhias sangat istimewa, tetapi lebih lagi hingga ke seluruh
Nusantara. Semoga!
Penulis adalah
Rohaniwan dan Pendiri/Pembina Yayasan
Hati Nurani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar