Rabu, 08 Juni 2016

TEOLOGI BERKAT DALAM PERSPEKTIF ALKITABIAH



Teologi Berkat dalam Perspektif ALKITABIAH
Oleh: Pdt joshua mangiring sinaga, sth, mth

1.      Definisi Berkat

Kata berkat bukanlah kata yang asing di antara orang Kristen. Kata ini bahkan sangat populer. Dapat dengan segera ditemukan kata ini beredar dalam perbincangan sehari-hari. Demikian pula kata ini hampir menjadi kata yang selalu dipakai dalam membuka dan menutup sebuah ibadah. Singkat kata, berkat merupakan kata yang populer.
Namun demikian, pemahanan makna dan kepopuleran kata ini tidak berbanding lurus. Banyak yang memahami kata ini sebagai sesuatu yang sifatnya sangat dangkal karena hanya menunjuk kepada kelimpahan materi. Atau ada juga yang memahaminya sebagai suatu kata rohani saja. Mungkin juga yang lain tidak memahaminya sama sekali. Seorang menuliskannya sebagai berikut:
“Pengertian kita tentang konsep berkat pada umumnya adalah sangat dangkal bahkan cenderung hanya merupakan ungkapan nafsu serakah akan materi. Orang Kristen ketika berpikir untuk meminta berkat kepada Tuhan, maka berkat yang diharapkan adalah curahan materi yang berkelimpahan. Saat kita berdoa Tuhan berkatilah hidup kami maka yang diharapkan adalah adanya curahan materi yang banyak berupa uang. Jika setelah berdoa dan kemudian ada curahan uang yang banyak pada rekening, maka saat itulah kita merasa mendapat berkat. Demikian pula dengan pekerjaan, kita merasa mendapat berkat apabila pekerjaan itu menghasilkan uang yang banyak. Gereja kita mendapat berkat tatkala bisa memperluas gedung dan membeli tanah karena banyaknya uang yang ada pada kas. Pikiran seperti inilah yang saya maksud dengan dangkal dan ungkapan nafsu serakah. Pandangan orang mengenai berkat semata-mata hanyalah mengenai berapa banyak uang yang bisa saya peroleh. Jika kita mendapat berkat materi maka ada fenomena yaitu itulah orang yang diperkenan oleh Tuhan. Semakin seseorang menjadi kaya maka semakin orang lain dan dirinya sendiri merasa sebagai orang yang baik dihadapan Tuhan.”[1]


Memang dapatlah dikatakan bahwa perspektif yang merupakan landasan berpikir sebagaian besar orang Kristen, apabila dihadapkan dengan kata berkat, akan menunjuk kepada kelimpahan material atau kebahagiaan atau kesuksesan dalam kehidupan. Bila tidak berbicara tentang kekayaan, maka berkat pastilah akan menunjuk kepada keadaan jiwa atau kerohanian yang dipenuhi shalom. Namun demikian, bila seorang telah menjadi miskin dan melarat, apakah berkat Tuhan tidak lagi ada pada dia? Dan atau kalau seorang mengalami kebangunan rohani, apakah itu berarti Allah tengah memberkati dia? Apakah memang demikian adanya?
Untuk menjawab pertanyaan mendasar tadi, tentulah tidak dapat serta merta dalam tulisan ini. Namun ada baiknya jika ditinjau terlebih dahulu arti kata berkat secara etimologis[2]. Menurut WJS Poerwadarminta, berkat adalah:[3]
1)      Karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan kepada kehidupan manusia
2)      Restu, pengaruh baik, (menyebabkan selamat dan sebagainya) yang didatangkan dengan perantaraan orang tua, orang suci dan sebagainya

Pengertian berkat oleh Poerwadarminta di atas menitikberatkan kepada suatu hal yang sifatnya bermuara kepada pemberian dari oknum yang lebih tinggi. Itu bisa menunjuk kepada Tuhan dan atau kepada pribadi orang yang lebih tinggi seperti para rohaniwan atau orang tua. Berkat itu bermakna satu hal yang diberikan atau dikaruniakan oleh seseorang (pribadi) yang hirarkinya lebih tinggi kepada orang lain (manusia) yang derajatnya lebih rendah. Namun sering menjadi soal adalah apakah orang hina tidak dapat menjadi saluran berkat atas orang yang lebih mulia? Bukankah banyak kondisi ditemukan bahwa orang kecil nan hina justru menjadi berkat atas orang-orang besar. Apakah berkat selalu mengacu kepada keberuntungan dan atau suatu hal yang mendatangkan kebahagiaan yang sumbernya selalu dari yang lebih tinggi derajatnya? Pada kecenderungan seperti diuraikan di atas, Ki Dong Kim, menulis:
“Setelah mereka diselamatkan, banyak dari orang-orang Kristen memohonkan berkat-berkat dan berbagai macam anugerah khusus Allah.  Mereka percaya kepada kemahakuasaan Allah dan merindukan agar Ia mengulurkan TanganNya yang Mahakuasa itu ke atas mereka dan keluarga mereka. Mereka mengingini bisnis mereka bertumbuh makmur, mereka ingin tetap sehat walafiat sehingga segala sesuatu akan berjalan lancar di sekitar hidup mereka. Tidak ada orang percaya mau menjadi  yang terkecuali dan menolak kemakmuran sedemikian itu.[4]

Restu dan juga pengaruh baik yang menyebabkan selamat seperti dijelaskan oleh Poerwadarminta memang menjadi pemikiran yang bersifat umum. Berkat dipandang memberikan dampak yang menyenangkan karena berhubungan dengan keadaan selamat, aman, kaya, sehat, berhasil, juara, dan lain sebagainya. Sekali lagi penekanannya adalah bahwa berkat itu bersumber dari oknum yang lebih tinggi hirarkinya disalurkan kepada oknum lain.
Dalam pembukaan UUD 1945, alinea ke-3 dapat ditemukan kalimat: "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."[5] Kalimat ini menjelaskan bahwa kelahiran bangsa Indonesia menjadi sebuah negara adalah berkat kasih dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius sehingga memahami dengan baik filosofis berkat Allah bahkan atas kelahiran bangsanya. Untuk ini seorang purnawirawan TNI Angkatan Laut menulis:
“Konstitusi itu menggariskan bahwa negara yang berkedaulatan rakyat adalah atas dasar kerakyatan dalam permusyawaratan perwakilan serta negara yang didirikan atas anugerah, rahmat Allah yang Mahakuasa yang bertujuan membangun kemanusiaan yang adil dan beradab berdasarkan kehendak dan fitrah Allah.”[6]

Ulasan yang menarik adalah karena penulis buku di atas dengan lugas dan terbuka menjelaskan kelahiran Indonesia sebagai sebuah negara dan bangsa yang berdaulat adalah oleh karena anugerah berkat Allah dan harus di bangun untuk kemanusiaan yang adil dan beradab berdasarkan kehendak Allah yang memberkati. Pemahaman ini menarik  untuk membuka wawasan betapa sangat luasnya pengertian dan cakupan kata berkat. Tidak hanya bersifat pribadi dan keagamaan, namun juga sampai kepada semua aspek sosial kehidupan umat manusia.
Menurut Browning, Dalam Perjanjian Lama, berkat adalah kemurahan yang dikaruniakan Allah kepada umat-Nya, seperti pada waktu panen (Ulangan 28:8). Hal  ini menunjuk kepada peran utama ada pada pribadi Allah. sesungguhnya Allah adalah inisiator berkat dan kata kemurahan disini menunjuk kepada sifat Allah yang adalah kasih adanya. Penekanan disini adalah berkat yang diwujudkan melalui sukacita karena Allah menyediakan kebutuhan umatNya.
Kata berkat juga sering dihubungkan dengan karunia benda-benda yang bersifat material ( Amsal 10:22; 28:20; Yesaya 19:24)[7]. Berkat dihubungkan dengan hal-hal yang sifatnya materi (suatu yang bersifat bendawi). Hal ini dapat dijelaskan pada saat Allah memperlengkapi umat ciptaanNya dengan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan serta kebutuhan jasmaniahnya. Kekayaan adalah salah satu hal yang disebut sebagai berkat Allah. Segala hal yang tersedia di alam yang menjadi jawaban bagi kebutuhan manusia, sejatinya adalah berkat Allah.
Berkaitan dengan kesetiaan pada perjanjian Tuhan (Ulangan 28:15-46), menurut Carl Barth, (Vol. 1, 1981: 57), berkat adalah ketika manusia berada dalam lembaga persekutuan yang diciptakan Allah. Namun tidak berarti Allah menutup berkat kepada yang lain (bukan pilihan-Nya), tetapi dilimpahkan juga bagi segala yang hidup.[8] Sejatinya, penjelasan ini menunjuk pada berkat Allah secara general juga mencakup seluruh ciptaanNya. Berkat Allah sampai atas semua ciptaanNya walau pun demikian, Barth mengkhususkan berkat itu lebih kepada orang-orang yang percaya.
Namun demikian, apakah sesungguhnya yang dikatakan oleh Alkitab tentang berkat? Kata berkat pertamakalinya dalam Alkitab muncul dalam Kejadian  1:22. “Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya: ‘Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak.’" Kata memberkati bila di parsing akan seperti ini:   יברך  Stem: Piel  Tense: wci          PGN: 3ms Root:ברך          :BDB 138    Meaning: bless[9]
Menurut BDB nomor: 1288,  kata kerja  וַיְבָ֧רֶךְ    (wayübäºrek) bermakna (Piel) berarti to bless yang menunjuk kepada: Allah yang memberkati.[10] Gagasan yang di bangun dari kata ini menunjuk kepada Allah yang memiliki otoritas untuk memberkati. Sementara gagasan ini dibagun berdasarkan konteks penciptaan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa yang ditempatkan di Taman Eden.  Ini bermakna, Allah Sang Pencipta, memberkati Adam dan Hawa yang telah ditempatkanNya di Taman Eden.
Pengertian dalam bentuk kata benda yang lain yang dapat dimegerti dari kata berkat ditemukan dalam Amsal  10:22 yang berbunyi: “Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya”. Kata berkat: בְּרָכָה   (berakah) menurut BDB nomor 1293 berarti:[11]
       1. a blessing (berkat)
       2. (source of) blessing (sumber) yang memberkati
       3. blessing, prosperity (memberkati, kemakmuran)
       4. blessing, praise of God (memberkati, pujian dari Allah)
       5. a gift, a present (pemberian, hadiah)
       6. a treaty of peace ( sebuah perjanjian damai)

Konteks Amsal 10:22 secara khusus adalah menyangkut berkat. Di dalam keseluruhan pasal 10 ditemukan prinsip-prinsip berkat menurut Raja Salomo. Hal ini menekankan bahwa berkat ada pada orang-orang yang dalam hidupnya menerapkan prinsip-prinsip berkat tersebut.
Kata בְּרָכָה (berakah) paling tidak disebutkan sebanyak 24 kali di dalam Kitab Tawarikh.[12] Bila didaftarkan, ada beberapa sinonim kata yang merujuk kepada pengertian berkat seperti yang disampaikan di atas.
Sinonim kata yang diteliti yang pertama adalah kata berkat dan memberkati. Menjadi menarik karena kata berkat dalam bentuk kata kerja kerap diiringi dengan kata memberkati yang merupakan bentuk kata kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa antara berkat dan memberkati merupakan hal yang sangat berhubungan erat. Ini menjelaskan bahwa Allah yang memiliki berkat dan sekaligus berhasrat untuk memberkati. Kata blessing (memberkati) dapat ditemukan sebanyak 73 kali dalam seluruh terjemahan King James Version, sementara kata bless (berkat) ditemukan 463 kali.[13]  Perbandingan yang menyolok antara kata bless (berkat) dan blessing (memberkati) yang cukup jauh ini dapat menjadi satu pemikiran yang menunjuk kepada peran yang jauh lebih singinifikan terletak kepada sumber berkat itu sendiri. Pembahasan mengapa kata blessing (memberkati) lebih sedikit dari pada kata bless (berkat) ini nantinya akan lebih jauh dibahas dalam poin 4.2.
Yang kedua adalah bahwa kata berkat, juga dihubungkan dengan dengan kalimat pendek: “pujian dari Tuhan”. Makna yang terkandung dari  kata praise of God memberikan gambaran betapa luasnya arti kata berkat.  Saat seseorang diperhadapkan dengan berkat, sesungguhnya dia sedang menerima “pujian” dari Tuhan. Jadi berkat bisa bermakna suatu hubungan harmonis Antara Allah dan umatnya. Konteks dari Amsal 10 :22 menjelaskan bahwa hubungan yang indah antara orang yang berfungsi menurut prinsip-prinsip berkat, adalah rahasia menerima kekayaan. Tanpa suatu hubungan yang benar dengan Tuhan, maka segala kerja keras dan upaya apapun akan menjadi sia-sia belaka. Maka berkat yang disebutkan disini sangat erat kaitannya dengan anugerah atau pemberian Allah kepada umatnya. Ayat yang menarik untuk disandingkan disini adalah Amsal  11:24 “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan.” Bila diperhatikan, maka upaya menjadi kaya tidak cukup. Dibutuhkan anugerah dalam memperoleh kekayaan. Allah memberkati, maka oleh berkatNya kekayaan diperoleh dan dinikmati dan berujung bagi kemuliaan Tuhan.
Yang ketiga adalah berkat dalam hubungannya dengan sebuah perjanjian damai. Makna berkat menjelaskan suatu hubungan timbal balik antara pemberi berkat dengan oknum (pribadi) yang diberkati. Dalam konteks Amsal 10:22, menunjuk pada hubungan antara Allah pemberi berkat dengan orang (manusia) sebagai sasaran yang diberkati. Berkat dalam hal ini merupakan sebuah perjanjian yang pasti. Suatu hal yang dapat diandalkan dan dipercaya karena bersumber dari Allah. hal ini secara lebih spesifik menjelaskan bahwa berkat adalah suatu yang pasti karena dilandasi dari suatu perjanjian. Allah menjanjikannya dan karena Allah yang menjanjikan melalui firmanNya, maka Dia menyediakannya bagi umatNya dengan pasti.
Yang keempat adalah berkat juga sinonim dengan sukses. Sehingga seringkali secara umum teologi berkat dikenal sebagai teologi sukses. Herlianto menulis: “Teologi sukses atau Injil Sukses (Gospel of Success) sering juga dikenal sebagai Injil-Injil Kemakmuran (prosperity), kelimpahan, berkat, (Gospel of Blessing), atau teologi Anak Raja.”[14] Memang tidak dapat disalahkan walaupun tidak benar sepenuhnya karena teologi sukses merupakan merupakan sub bagian dari teologi berkat.
Melihat pada uraian yang telah disampaikan di atas, maka berkat pada hakikatnya adalah pemberian atau hadiah dari Allah yang memungkinkan umatnya memiliki hidup yang dikehendaki Allah. Hidup itu adalah  suatu kehidupan yang dilimpahi dengan anugerah damai sejahtera. Itulah hidup yang penuh dengan kelimpahan yang tidak hanya bersifat materi. Berkat itu menyangkut seluruh aspek kehidupan yang menunjuk kepada kemuliaan Tuhan.
Berkat adalah hadiah dari Allah yang mana hal itu didorong oleh adanya hubungan yang khusus antara pemberi berkat dengan yang menerima berkat. Dalam hal ini Tuhan yang memberkati merupakan pribadi yang lebih tinggi dari berkat itu sendiri sehingga sangatlah patut untuk mengagungkan Dia. Hal itulah yang memungkinkan ada sebuah pujian yang lahir dari hati Allah, Sang Pemberkat itu bagi yang diberkatiNya, sebab yang diberkatiNya,  menempatkan pribadiNya melebihi berkat yang diberikannya. Hal ini lah yang pada akhirnya menjadikan sukses seutuhnya menjadi milik yang terberkati.
2.      Berkat dalam Hubungannya dengan Allah

Sebuah nast yaitu  Kejadian 26:3-5 menjelaskan: “Tinggallah di negeri ini sebagai orang asing, maka Aku akan menyertai engkau dan memberkati engkau, sebab kepadamulah dan kepada keturunanmu akan Kuberikan seluruh negeri ini, dan Aku akan menepati sumpah yang telah Kuikrarkan kepada Abraham, ayahmu. Aku akan membuat banyak keturunanmu seperti bintang di langit; Aku akan memberikan kepada keturunanmu seluruh negeri ini, dan oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena Abraham telah mendengarkan firman-Ku dan memelihara kewajibannya kepada-Ku, yaitu segala perintah, ketetapan dan hukum-Ku.” Nast ini begitu terkenal dan menjadi pijakan perjanjian berkat Allah kepada Abraham serta keturunannya kemudian.
Nast di atas menjelaskan bahwa Allah yang menggagas perjanjian berkat itu. Itu ada sebelum Abraham memintanya sehingga dapat dimengerti bahwa Allah menjadi sumber dari berkat. Allah menggagasnya dan dengan konsisten memegang perjanjian berkat itu hingga kini. Perjanjian Berkat Allah kepada Abraham, menjadi landasan berkat atas bangsa-bangsa. Berkat itulah juga yang nantinya dibincangkan secara khusus ditujukan kepada gereja.
Allah sebagai pemilik atau sumber berkat dikatakan berhasrat memberkati. Dalam rangka memberkati itu, Allah menggunakan manusia sebagai instrumen. Dalam konteks Perjanjian Lama, Allah dijelaskan datang berkali-kali menghampiri umatNya dan menyampaikan berkat-berkatNya. Itu dapat dilihat dalam kisah Abraham, Ishak, dan Yakub. Namun setelah Taurat diturunkan melalui Musa, maka upaya menyampaikan berkatNya telah melalui instrumen imam. Allah memanggil dan memperlengkapi para imam untuk tugas menyampaikan dan mengabarkan berkat Allah atas ciptaanNya. Gambaran Allah memberkati melalui para imam sangat jelas dalam Perjanjian Lama.
Dalam konteks Perjanjian Baru, Allah menjangkau manusia dalam diri Yesus Kristus. Yesus Kristus menyampaikan berkat-berkat Allah atas umatNya. Ayat-ayat berikut ini menjelaskan bahwa Yesus Kristus memberkati:
-          Kisah Para Rasul  3:26 “Dan bagi kamulah pertama-tama Allah membangkitkan Hamba-Nya dan mengutus-Nya kepada kamu, supaya Ia memberkati kamu dengan memimpin kamu masing-masing kembali dari segala kejahatanmu."
-          Markus  10:16 “Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.”
-          Lukas  24:50 “Lalu Yesus membawa mereka ke luar kota sampai dekat Betania. Di situ Ia mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka.”
-          Lukas  24:51 “Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga.”

Setelah Kristus terangkat ke surga, “siklus” peranan imam kembali terjadi. Yesus Kristus memanggil hamba-hambaNya untuk menyampaikan dan memberitakan berkat Allah. I Petrus  3:9a menjelaskannya: “…, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat...”. Allah memanggil bagi-Nya menurut keputusanNya, para imam untuk menjadi penyampai berkat Allah atas ciptaannya. Dalam konteks Perjanjian Baru, maka peranan keimamam itu diberikan kepada orang-orang tertentu yang dipanggilNya dengan jawatan khusus. Kedua hal ini akan dibahas sebagai berikut:

2.1. Allah Sumber Berkat

Pembahasan utama dalam poin ini adalah Allah sebagai sumber berkat. Kata Allah untuk pertamakalinya muncul dalam Kejadian 1:1. Ayat pertama Alkitab ini berbunyi: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Kata Allah berasal dari kata Ibrani, Elohiym אֱלֹהִ֑ים) ) yang diterjemahkan God dalam versi Raja Yakobus (KJV) adalah berbentuk: “noun common masculine plural absolute.” (kata benda maskulin jamak yang absolute). Bentuk seperti ini hanya ditujukan kepda Allah satu-satunya.
Jadi Allah adalah yang awal dan akhir, tiada bermula dan tiada berakhir. Ia yang terutama dan paling utama. Ialah khalik sekalian alam. Pribadi Agung dan Mulia yang mengatasi segala sesuatu. Kitab Wahyu menjelaskannya: “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa." (Wahyu 1:8)
Jika menyinggung kata Allah dalam perspektif alkitabiah, tentu dan pasti itu mengacu kepada TUHAN, yaitu Allah yang menciptakan langit dan bumi yang dituliskan Musa dalam Kejadian 1:1, Dialah juga yang menciptakan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa (Kejadian 1:26-27), Dialah yang di sembah oleh Abraham, Isak, dan Yakub:
“Pergilah, kumpulkanlah para tua-tua Israel dan katakanlah kepada mereka: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Ishak dan Yakub, telah menampakkan diri kepadaku, serta berfirman: Aku sudah mengindahkan kamu, juga apa yang dilakukan kepadamu di Mesir.” (Keluaran 3:16)

Luis Berkhof menulis: “Di satu pihak Gereja Kristen mengaku bahwa Allah adalah Pribadi yang tidak terjangkau pengertian manusia, namun di pihak lain mengakui juga bahwa Dia dapat dikenal dan bahwa pengenalan akan Dia adalah syarat mutlak untuk keselamatan.”[15] Beberapa orang akan mempertanyakan Allah? Memang sangat perlu untuk membuat suatu penegasan keberadaan atau eksistensi Allah. Karena agama-agama dunia pun menyebut nama Allah. Tentulah allah-allah lain selain yang disebutkan sebagai Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub, bukan Allah yang dimaksudkan. Jadi siapakah Allah yang dimaksudkan?
“Siapakah Allah? Bagaimana Allah itu? Kami mulai menegaskan: kita mengenal Allah, sebab Ia telah menyatakan Diri; dan Allah adalah sebagaimana Ia telah menyatakan Diri, sebab dalam Yesus Kristus benar-benar Ia telah menyatakan diri sendiri. Artinya, kita tidak berfilsafat tentang suatu Tuhan yang didalam diriNya sendiri, dalam keilahianNya yang kekal, adalah lain sama sekali dari pada dia yang menyatakan diri di dalam Yesus Kristus.”[16]

Tidak dapat untuk dihindari, ketika menyebut Allah maka Yesus Kristus ada di sana. Melalui Yesus Kristus, Allah menyatakan diriNya secara khusus. Dengan melihat kepada Yesus, Allah yang benar menjadi terang. Allah yang tidak mungkin salah dikenal melalui penyataan Anak Domba Allah yaitu Yesus Kristus.
“Apabila mau mengetahui siapa Allah dan bagaimana Dia? Lihatlah kepada Yesus Kristus! Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada dipangkuan Bapa, Dialah yang telah menyatakanNya (Yohanes 1:8). Dengan menyatakan diriNya didalam Yesus Kristus, Allah telah memberi jawab atas pertanyaan, siapakah Dia dan bagaimanakah Dia?[17]
 
Sampai sejauh apakah pengenalan akan Allah itu dapat dicapai manusia? Tentulah harus dijawab bahwa tidak dapat mencapai pengenalan sepenuhnya atau sempurna. Karena Allah hanya dapat dikenal sejauh mana Dia memperkenalkan diriNya melalui Diri Yesus Kristus. Louis Berkhof mengagasnya dengan pernyataan yang sangat bagus:
“Teologi Reformed percaya bahwa Tuhan dapat dikenal, akan tetapi tidak mungkin manusia dapat memperoleh pengenalan yang lengkap menyeluruh dan sempurna tentang Dia. Memiliki pengenalan sedemikian tentang Allah sama artinya dengan mamahami Dia sepenuhnya, dan hal ini sama sekali tidak mungkin: “Finitum non possit capere infinitum” (yang fana tak memungkin memahami yang kekal.)[18]

Jadi, Pribadi yang dibincangkan dalam tulisan ini adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi beserta seluruh isinya, Dialah yang juga menciptakan dan memberkati umat manusia. Dialah Pribadi yang telah di sembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub. Dialah Allah yang telah menyatakan diriNya sehingga dapat dikenal oleh umat manusia melalui Pribadi Agung, Yesus Kristus. Pribadi itulah yang adalah merupakan sumber berkat. Ayat-ayat berikut menjelaskannya:
-          Allah memberkati manusia pertama (Kejadian  1:22, 1:28, 5:2, )
-          Allah memberkati hari sabat  (Kejadian  2:3; Keluaran 20:11)
-          Allah memberkati manusia Nuh (Kejadian  9:1)
-          Abraham, Sarai,  Ishak dan  Yakub (Kejadian  25:11, 12:2-3, 14:19, 17:16, 22:17,  26:3, 26:24, 35:9; Yesaya  51:2 )
-          Allah memberkati keturunan Israel (Keluaran 23:25; Ulangan 1:11, 2:7, 7:13, 15:4-6, 15:10, 18, 16:15, 28:8, 12; Yosua 24:19; II Tawarikh  31:10; Mazmur  115:12; Yehezkiel  37:26; Kisah Para Rasul  3:26)
-          Allah memberkati seluruh bumi (Mazmur  67:8)
-          Allah mermberkati orang-orang yang bukan keturunan Israel (Kejadian  30:27; 30:30, 39:5)
-          Allah memberkati Yusuf (Kejadian  48:3)
-          Allah memberkati nabi dan imam (Keluaran  20:24; Hakim-hakim 13:24;
-          Allah memberkati Obed-Edom (II Samuel 6:11-12, I Tawarikh 13:14, 26:5)
-          Allah memberkati Raja Daud ( II Samuel  7: 29, I Tawarikh 17:27)
-          Allah memberkati Yabes (I Tawarikh  4:10)
-          Allah memberkati Ayub (Ayub  42:12)
-          Allah memberkati orang benar dan umatNya (Mazmur  5:13, 29:11,45:3, 67:2)
-          Allah memberkati pekerjaan atau bisnis umatNya (Mazmur  65:11, 67:7)
-          Allah yang memberkati  (Mazmur  67:8, 72:17, 109:28, 115:13, 118:26, 128:5, 129:8, 134:3, 147:13; Ibrani 6:14)
-          Allah memberkati tanah Yehuda (Yeremia 31:23)
-          Allah memberkati anak-anak (Markus  10:16)
-          Allah memberkati para rasul (Lukas  24:50- 51)

Uraian di atas telah menjabarkan Allah sebagai sumber berkat dalam beragam konteks. Itu adalah kebenarannya. Allah memberkati dan memberkatinya dengan limpahnya. Kalau dipelajari dari ayat-ayat tersebut, hampir tidak ada hal yang diciptakanNya yang tidak diberkatiNya. Namun pengamatan yang menyolok adalah bahwa berkatNya lebih ditujukan kepada manusia ciptaanNya. Memang dapat di mengerti karena manusia adalah mahkota ciptaan Tuhan sehingga berkatNya juga lebih terutama kepadanya. Dan ada alasan untuk setiap berkat yang Tuhan berikan kepada manusia. “Kita harus mempunyai pengertian yang  dalam atas Dia yang menjadi sumber segala berkat dan kepadaNya semua kemuliaan, pujian, dan hormat harus diberikan.”[19]
Dalam Kejadian  2:3 tertulis: “Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.” Dua kata linear dalam ayat ini adalah kata memberkati dan penciptaan. Allah memberkati karena Dialah pencipta. Ini bermakna bahwa Allah jugalah yang menciptakan berkat atas seluruh ciptaanNya. Dialah sumber berkat dan ini digambarkan oleh Pemazmur dalam bentuk nyanyian yang sangat indah: “Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu,” (Mazmur:128:5) dan  “Kiranya TUHAN yang menjadikan langit dan bumi, memberkati engkau dari Sion.” (Mazmur 134:3)
Nabi Yeremia menuliskan: “Ya Pengharapan Israel, TUHAN, semua orang yang meninggalkan Engkau akan menjadi malu; orang-orang yang menyimpang dari pada-Mu akan dilenyapkan di negeri, sebab mereka telah meninggalkan sumber air yang hidup, yakni TUHAN.” (Yeremia 17:13). Tuhan adalah sumber air hidup. Ayat ini diterjemahkan dalam Alkitab Raja Yakobus sebgai berikut:  O LORD, the hope of Israel, all that forsake thee shall be ashamed, and they that depart from me shall be written in the earth, because they have forsaken the LORD, the fountain of living waters.” (KJV).
Kata fountain bisa berarti sumber namun bisa juga berarti air mancur. Arti kata ini menunjuk kepada sumber yang mengalir sangat kuat atau deras. Dalam konteks negeri Palestina Purba yang selalu kesulitan mendapatkan sumber air, maka kata מְק֥וֹר מַֽיִם־חַיִּ֖ים    (mªqowr Mayim- Chayiym) menunjuk kepada Allah yang menjadi sumber segala kehidupan. Dia adalah Allah yang dibincangkan di sini sebagai sumber berkat. Konteks ayat ini menunjuk kepada keadaan Israel yang sedang berdosa karena Israel berubah setia dan membelakangi Tuhan. Dalam kondisi yang demikian pun, Allah tetap menjadi pribadi yang tidak kering akan berkat. Bersumber dari pribadiNya yang memang adalah sumber, berkat tetap mengalir atas umatnya.


2.2.  Para Imam Memberkati Demi Nama Tuhan

Jabatan imam pada awalnya merupakan jabatan yang ditentukan langsung oleh Allah. Allah yang memilih para imam dan secara struktural dalam masyarakat Israel sebagai bangsa. Harun dan anak-anaknya adalah imam pertama. Keluaran  28:1 memberikan informasi itu:
"Engkau harus menyuruh abangmu Harun bersama-sama dengan anak-anaknya datang kepadamu, dari tengah-tengah orang Israel, untuk memegang jabatan imam bagi-Ku -- Harun dan anak-anak Harun, yakni Nadab, Abihu, Eleazar dan Itamar.”

Kata imam berasal dari kata benda בכהונתא  (lªkahªnow). Parsingnya adalah:  form:כהנו          Stem:            Piel            Tense: infc       Root:  כהן        Sfx: 3ms, Meaning: act as priest (bertindak selaku imam)[20].  BDB memberikan pengertian sebagai berikut:
       1)  to minister as a priest, to serve as a priest, (melayani sebagai imam)
2) to be a priest or to become a priest (menjadi imam)
3) to play the priest (berperan sebagai imam)

Konteks Keluaran 28 adalah penunjukan imam oleh Allah melalui Musa dalam perjalanan di padang gurun menuju tanah Kanaan. Imam ditunjuk Allah dan bertindak sebagai pelayan Allah bagi umatNya dalam menyampaikan berkat-berkatNya. Ia menyampaikan berkat-berkat Allah melalui tahbisan dan atau penumpangan tangan (Imamat 9:22). Allah yang mengangkat bagiNya imam untuk melayani umat Israel dengan demikian para imam mendapatkan otoritas Allah untuk menyampaikan berkat atas umatNya. Bilangan 6:22-27 menjelaskan tahbisan imamat yang harus disampaikan para imam pada umat Allah:
“TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu memberkati orang Israel, katakanlah kepada mereka: TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. Demikianlah harus mereka meletakkan nama-Ku atas orang Israel, maka Aku akan memberkati mereka."

            Dalam  Hakim-hakim  20:28, ditemukan keintiman yang khusus dari Imam dengan Allah: “dan Pinehas bin Eleazar bin Harun menjadi imam Allah pada waktu itu -- kata mereka: "Haruskah kami maju sekali lagi untuk berperang melawan bani Benyamin, saudara kami itu, atau haruskah kami hentikan itu?" Jawab TUHAN: "Majulah, sebab besok Aku akan menyerahkan mereka ke dalam tanganmu." Selain disertai dengan otoritas ilahi, para imam juga memiliki hubungan spiritual yang dalam dengan Allah. Ini mengindikasikan betapa kudusnya seorang imam hidup. Ia merupakan manusia yang telah dipilih untuk menjadi pelayan Tuhan bagi umatNya. Ia bertugas untuk menyampaikan berkat-berkat Allah.
Dalam Perjanjian Baru, ditemukan juga seorang imam memberkati Bayi Yesus Kristus. Masa ini adalah masa awal dimana Yesus Kristus akan membaharui jabatan imam. Kehadiran Kristus dibumi untuk menggenapi Taurat, juga berimbas pada pembaharuan jawatan Imam. Maka dalam Lukas 2:34 berbunyi: “Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau  membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan.”  Ini adalah titik tolak pembaharuan jabatan imam atas umatNya yang percaya.
Jabatan keimaman itu dijelaskan oleh Rasul Petrus sebagai berikut: “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” (1 Petrus 2:9). Gereja kini di panggil sebagai imamat yang di utus untuk memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah. tidak lagi terbatas untuk orang-orang khusus seperti dalam kontek Yudaisme. Namun demikian, dalam hal tahbisan yang bersifat liturgi seremonial sakramentalis, gereja masih memegang aturan yang khusus dimana hanya pejabat gerejalah yang dapat melayankannya.
Donald Guthrie dalam salah satu bukunya mengatakan hal yang menarik seputar pejabat-pejabat gerejawi (imam-imam perjanjian baru):
“Susunan lain terdapat dalam Efesus 4:11, sekali lagi peranan-peranan dalam jemaat digambarkan sebagai “karunia-karunia”. Susunan ini mencakup rasul-rasul, nabi-nabi, dan pengajar-pengajar seperti dalam I Korintus 12:28, tetapi ada juga ditambahkan pemberita-pemberita Injil dan gembala-gembala sidang. Sekali lagi segi fungsional ditekankan. Tidaklah perlu menduga bahwa kadang-kadang karunia-karunia ini tidak bertumpang tindih. Bagi Paulus, sekali lagi yang penting adalah bahwa pekerjaan pelayanan jauh lebih penting dari pada suatu hierarki jabatan.”[21]


Hierarki dalam hal fungsional pelayanan keimamam bukanlah prioritas dalam pemandangan Rasul Paulus. Paulus lebih menaruh perhatian kepada peranan ketimbang pada jabatannya. Agak sedikit berbeda dengan gereja zaman kini yang condong menyoal jabatan dari pada fungsi. Dalam tata gereja HKBP misalnya, dijelaskan bahwa tahbisan imam yang diterima oleh seorang pendeta sangat penting karena itulah lambang kharisma yang diterimanya:
“Kepastian jaminan harus diciptakan supaya para pejabat benar-benar melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Kepastian yang pertama adalah bersifat sakramental; jabatan itu harus diwariskan oleh seorang pejabat kepada yang lain dengan penumpangan tangan. Penugasan yang langsung dari Tuhan tidak boleh tidak harus diteruskan sebab itulah yang memberi kharisma pada jabatannya. Suksesi apostolis harus diteruskan secara eksplisit.”[22]


            Hari ini, jabatan iman lebih ditujukan kepada para gembala sidang (pendeta). Para pendetalah yang melanjutkan tugas tahbisan untuk menyampaikan Berkat Rasuli kepada gerejaNya. Walau memang harus dimengerti bahwa semua orang percaya Yesus Kristus (Kristen) adalah imamat yang rajani (I Petrus  2:9), namun dalam hal tahbisan hanya para pejabat gerejalah yang dapat menyampaikan Doa Berkat Rasuli. Hal ini sebagaimana dikutif oleh Andar M. Lumbantobing, di atur dalam licencia concionandi gereja Jerman yang mengatur hak bagi orang yang melayankan upacara-upacara kerohanian seperti sakramen.[23]
Dalam pasal 17 Tata Tertib Gereja Bethany Indonesia[24] dijelaskan bahwa pelayanan kependetaan adalah untuk:
       1. Pelayanan Penggembalaan dalam suatu Jemaat.
2. Pelayanan Pemberitaan dan Pengajaran Firman Tuhan.
3. Pelayanan Doa.
4. Sakramen Baptisan Air dan Perjamuan Kudus.
5. Pelayanan Pemberkatan Pernikahan, Pemakaman dan Penyerahan Anak.
6. Pelayanan Doa Berkat Rasuli.
7. Pentahbisan.

            Doa Berkat Rasuli yang dimaksudkan sebagai tugas pelayanan pendeta Gereja Bethany Indonesia pada poin 6 adalah sinonim dengan apa yang disampaikan imam Perjanjian Lama dalam Bilangan 6:24-27. Menyangkut hal ini, maka penting untuk mengerti bahwa berkat yang dimaksud disini adalah berkat imamat yang dikaruniakan oleh Tuhan kepada orang-orang khusus yang dipanggil untuk jabatan itu. Dalam lingkup Gereja Bethany Indonesia, jabatan kependetaan ditetapkan secara berjenjang. Jenjang kependetaan itu adalah pendeta pembantu (pdp), pendeta muda (pdm), dan pendeta (pdt).[25]
Dalam Perjanjian Lama ditemukan indikasi peranan yang sangat dominan dari Tuhan dalam memanggil dan menetapkan para iman, namun demikian, dalam Perjanjian Baru atau zaman gereja, ada lebih banyak kemudahan untuk ditetapkan sebagai pendeta. Ini tentulah dampak dari imamat rajani yang sudah menjadi milik semua orang pencaya. Sekali lagi ini tidak secara otomatis membenarkan pernyataan bahwa semua orang dapat menjadi pendeta. Peraturan dan atau persyaratan organisasi denominasi gereja-gereja tertentu telah mengaturnya dengan sedemikian rupa. Bandingkan Efesus  4:11 “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar.”
Kini menjadi nyata bahwa atas nama Allah, manusia yang fana menjadi alat Allah untuk menyampaikan berkatNya. Suatu hak istimewa yang disediakan oleh Allah bagi manusia ciptaanNya. Dalam konteks kini, gereja adalah alat berkatNya bagi dunia. Allah mengutus gereja untuk menyampaikan berkat itu atas dunia. Secara khusus dalam hal yang menyangkut seremonial, para pendeta menyampaikan berkat-berkat sakramentalia kepada gerejaNya demi nama Tuhan Yesus Kristus.
Salah satu yang diperhatikan menyangkut doa berkat para imam dalam konteks Bilangan 6:22-27 adalah perlindungan ilahi atas umatnya. Kutipan singkat ayatnya berbunyi: “…TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau….”. Kata melindungi bila merujuk pada parsing dapat diurai sebagai berikut: form:    ישםרך             Stem:             qal       Tense: jusm     PGN: 3ms    Root: שםר     BDB:1036   Sfx: 2ms, Meaning:  keep, watch. Akar kata shamar mengandung makna mengawasi, menjaga. Sementara menurut  menurut BDB, kata Shamar (Qal) adalah:[26]
       1. to keep, to have charge of
2. to keep, to guard, to keep watch and ward, to protect, to save life; watch, a
watchman (participle)
3. to watch for, to wait for
4. to watch, to observe  
5. to keep, to retain, to treasure up (in memory)
6. to keep (within bounds), to restrain
7. to observe, to celebrate, to keep (sabbath or covenant or commands), to
perform (a vow)
8. to keep, to preserve, to protect
9. to keep, to reserve

Gagasan yang di bangun dari kata shamar sebagai salah satu berkat Tuhan mengacu kepada Allah sebagai perlindungan yang aman. Tuhan menjaga dengan harga yang ditetapkanNya. Jadi servis charge atas Allah menjaga umatNya digaransi dengan kuasaNya. Ia melindungi dengan jaminan kuasaNya sehingga tidak mungkin lengah dan atau kebobolan. Musa menggambarkan upaya proteksi Allah atas umatnya seperti usaha mengawasi atau menjaga bijiNya: “Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya.” (Ulangan 32:10)
Tentu makna dan kontek dari pada Ulangan 32:10 adalah menunjuk kepada suatu analogi. Dari analogi tersebut tergambar bagaimana hebat kuasa Allah dalam menjaga umatNya. Layanan luar biasa ini ditetapkan adalah berkat Allah sehingga Daud memohon dalam doa agar dia mendapatkan berkat itu saat diburu dengan hebat oleh Saul (Mazmur  17:8). Hal yang sama juga berlaku bagi umatNya masa kini. Gereja ada dalam perlindungan Tuhan dan tidak akan binasa oleh kuasa apapun. Rasul Paulus menjelaskannya  bahwa tidak ada anazir apapun yang ada dikolong langit ini yang dapat memisahkan orang percaya dari Tuhan (Roma 8:35-39).

3.      Berkat Dalam Hubungannya dengan Keluarga (Rumah Tangga)

Kamus Umum Bahasa Indonesia karya WJS Poerwadarminta menyebutkan keluarga adalah:  (kaum) sanak saudara; kaum kerabat; saudara yang bertalian oleh turunan (senenek moyang); sanak saudara yang bertalian oleh perkawinan. Keluarga dalam konteks Poerwadarminta lebih menunjuk pada komunitas yang berkumpul dalam pertalian darah dan atau perkawinan. Pengertian ini memang khas Indonesia yang menitikberatkan pada pertalian kekerabatan sebagai titik tolak hubungan keluarga. Namun demikian, dalam tradisi Arab Jordania, rumah tangga disebut Za’ila yang berarti:
 “Rumah tangga ini terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah, demikian juga dengan anak-anak yang sudah menikah dan istri-istri serta anak-anak mereka, bibi dari pihak ayah yang tidak menikah, dan kadang-kadang bahkan para paman dari pihak ayah yang tidak menikah. Singkatnya, unit ini terdiri dari orang-orang yang punya hubungan darah ditambah para perempuan yang dibawa ke dalam anggota kerabat melalui pernikahan. Seluas apapun itu, unit-unit ini cenderung menempati satu tempat tinggal atau sebuah rumpun tempat tinggal yang di bangun saling berdekatan atau bahkan berdempetan satu sama lain. Ini merupakan unit ekonomi juga unit sosial yang diatur oleh sang kakek atau laki-laki paling tua. Keluarga gabungan ini biasanya terpecah-pecah ketika sang kakek meninggal. Tanah yang selama ini dikuasai sang kakek, lalu dibagi di antara para ahli waris, dan anak laki-laki secara terpisah, kemudaian masing-masing menjadi inti dari suatu za’ila yang baru”[27]


Pendekatan di atas bersifat hampir linear dengan pengertian yang di bangun oleh Poerwadarminta. Memang dapat dipastikan karena kata Keluarga pada dasarnya berasal dari bahasa Sanskerta: "kulawarga" yang berarti "ras" dan "warga" yang berarti "anggota" adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.[28] Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Kata keluarga (rumah tangga) dalam Alkitab berasal dari kata  Ibrani, לְבֵֽית־  (lªbeeyt) dari akar kata בֵֽית (bayith) yang diartikan begitu sangat luas sebagai berikut:[29]
1)         a house  (sebuah rumah)
2)         a place (sebuah tempat)
3)         a receptacle (sebuah penampungan)
4)         a home, a house as containing a family (sebuah kediaman, sebuah
rumah yang berisi keluarga)
5)         a household, a family (sebuah rumah tangga, sebuah keluarga)
6)         household affairs (keberadaan rumah tangga)

Sangat menarik karena dalam pengertian ini keluarga tidak dibedakan dari rumah tangga. Keluarga identik dengan rumah. Dalam tradisi Ibrani, rumah adalah representasi dari suatu keluarga. Rumah adalah tempat di mana semua anggota keluarga di tampung.  Rumah tangga menjadi habitat keluarga. Rumah adalah tempat kediaman yang menunjuk kepada keberadaan atau eksistensional keluarga tersebut.
Sungguh sangat menarik karena sejak dahulu ternyata keberadaan sebuah rumah akan menjadi ciri atas status sosial sebuah keluarga di dalam masyarakat. Hal itu juga terjadi di zaman modern ini. Rumah seringkali bukan hanya sebagai prestise tetapi juga menjadi tanda status sosial. Orang yang tinggal di kawasan Menteng Jakarta Pusat tentu akan menjelaskan status sosial keluarganya kepada setiap warga yagn tinggal di Kota Jakarta. Demikian juga orang yang tinggal di rumah-rumah bantaran kali, selalu menunjuk kepada status sosial mereka di masyarakat. “Keluarga dan rumah tangga membentuk unit sosial yang mendasar di Israel Kuno, demikian juga paling luas digunakan sebagai metafora dalam literatur.”[30]
Berkat Allah atas keluarga menunjuk kepada berkat secara menyeluruh kepada anggota-anggota keluarga sebagai unit-unit rumah tangga. Itu artinya Allah memberkati seorang suami dan seorang istri. Mereka juga diberkati dengan keturunan atau anak-anak. Allah pun memberkati kerabat yang juga merupakan bagian dari keluarga besar. Jadi berkat Allah yang pertama bagi rumah tangga itu menunjuk kepada berkat atas orang-orang yang ada di dalam rumah. Mulai dari orang tua, anak-anak, dan kerabat yang berdiam di dalam rumah tersebut.
Yang tidak bisa dilupakan dalam berkat rumah tangga tentu adalah perkawinan dan keturunan. Salah satu yang sangat istimewa dalam hal berkat dalam Kitab Kejadian adalah mandat untuk beranak cucu. Perkawinan di mengerti sebagai kreasi Allah. Jadi, perkawinan yang berbahagia dan keturunan yang lahir dengan sehat adalah berkat dari Tuhan. Seorang menulisnya dengan sangat baik:
 “Jika Anda menikah dan berbahagia, Allah mempunyai alasan untuk memberkati anda dalam area ini. Jika Anda mempunyai seorang anak, maka Anda harus tahu bahwa Allah punya alasan untuk memberi anda berkat tersebut.”[31]

Kisah Yesus Kristus mengadakan mukjizat untuk pertamakalinya di dalam sebuah pesta pernikahan, bisa menjadi satu pertanda bagaimana Dia memberi perhatian yang khusus bagi keluarga atau rumah tangga. Dapat ditemukan juga bahwa Allah memberkati rumah tangga Adam dan Hama di Taman Eden: “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:28). “Anak cucu adalah berkat dari Tuhan yang perlu disyukuri, diterima dengan sujacita didalam Tuhan, dan diterima dengan penuh tanggungjawab.”[32]
Mempunyai keturunan adalah berkat Allah dan pemazmur mengatakan bahwa orang yang mempunyai keturunan adalah orang yang berbahagia: “Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.” (Mazmur 127:5). Konteks ini adalah jawaban konprehensif atas pertanyaan-pertanyaan yang bersifat etika medis pada zaman ini. Tulisan ini tidak meluas sampai ke situ namun sebagai gambaran saja bahwa Allah memberkati rumah tangga setiap orang berdasarkan kebesaranNya sehingga mempunyai satu, dua, atau lebih anak bukan menjadi masalah. Semua itu tergantung kepada keputusan etis dari tiap-tiap rumah tangga yang menetapkan dengan sepakat jumlah anak atau keturunan yang ideal.
Kisah bagaimana Allah menenun seorang anak manusia di dalam rahim seorang ibu yang diberkati Tuhan telah ditulis dalam sebuah artikel oleh penulis. Artikel ini dimuat dalam Harian Sore Sinar Harapan yang terbit di Jakarta. Artikel ini telah menjadi tulisan yang dibaca sedemikian banyak orang dan telah menjadi berkat bagi pembaca koran sore di Jakarta. Artikel ini akan menjadi salah satu lampiran karya ilmiah ini.[33]
Penelitian yang khusus ditujukan kepada hubungan berkat dengan pertambahan jiwa. Seperti diungkapkan di atas bahwa anak cucu adalah berkat, maka dalil ini juga mendukung toeri pertumbuhan atau pertambahan jiwa sebagai suatu berkat Tuhan. Kalau diperhatian dengan jelas maka berkat pertambahan jiwa bagi keluarga diberkati ini sangat kuat penekananan kepada Adam (Kejadian 1:28), Nuh (Kejadian 9:1), Abraham (Kejadian 22:17), Ishak (Kejadian 28:13-14), Yakub (Kejadian 35:11), Daud, (2 Samuel 7) dan orang Kristen pada umumnya (Kisah Para Rasul 2: 47) mendapatkan keturunan atau anak cucu yang secara kuantitas juga dibarengi dengan kualitas. Kuantitas itu menunjuk jumlah sementara kualitas menunjuk mutu atau nilai kehidupan yang terberkati dengan berbagai keunggulan (Bandingkan Keluaran  23:26). Namun demikian, kuantitas dan kualitas adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya adalah ibarat dua sisi mata uang yang memang berbeda namun terhubung.
Pertambahan jiwa seperti yang dijabarkan di atas tentu juga dapat merujuk kepada pertambahan jiwa di dalam gereja. Baik pertambahan sebagai akibat kelahiran, maupun pertambahan jiwa sebagai akibat pertobatan orang-orang yang belum percaya kepada Yesus Kristus. Tidaklah mengherankan jika laporan-laporan atau jurnal gereja sedunia terus memberitahu kepada umum tentang pertambahan bilangan orang Kristen di seluruh dunia. Salah satu yang paling fenomenal adalah Gereja Yoido Full Gospel. Gereja dengan denominasi kharismatik ini menjadi sangat fenomenal karena jumlah jemaat yang sangat fantastis telah mencengangkan kekristenan sepanjang masa.  Menurut laporan Wikipedia, gereja lokal ini telah memiliki jemaat sekitar 1 (satu) juta jiwa pada tahun 2007. Tentu jumlah itu akan terus berkembang seiring perjalanan waktu. Wikipedia melaporkan: 
 Yoido Full Gospel Church  is a Pentecostal church on Yeouido (Yoi Island) in SeoulSouth Korea. With about 1,000,000 members (2007), it is the largest Pentecostal Christian congregation in South Korea, and the world. Founded and led by David Yonggi Cho since 1958.”[34]

Pertambahan jiwa yang fantastis juga telah dicapai oleh Gereja Bethany Indonesia yang ada di bawah penggembalaan, Pdt. Alex Abraham Tanuseputera. Informasi terakhir beliau telah menggembalakan jemaat dengan jumlah 70 ribu dalam satu gereja lokal di Graha Bethany Nginden, dan mencapai 135 ribu jiwa di cabang-cabang gereja se-kota.[35]
Memang harus dijelaskan di muka bahwa pertumbuhan kuntitas tidaklah selalu merupakan perwujudan pertumbuhan kualitas. Namun demikian, bagaimanapun juga kuantitas tetap merupakan dampak dari kualitas. Hubungan itu tidak dapat dipisah dan atau dipilah-pilah. Adalah suatu pergumulan yang besar serta membutuhkan komitmen yang kuat dalam membangun pertumbuhan yang ideal. Pertumbuhan itu tentulah keseimbangan antara kualitas dan kuantitas.
Gereja yang diberkati adalah gereja yang tetap mengalami dinamika pertambahan jiwa yang juga dibarengi dengan pertumbuhan ke arah kedewasaan secara rohani. Berkat Allah bersifat holistik, yaitu menyangkut jasmani dan rohani. Dalam hal ini, berkatNya juga menyangkut pertambahan jiwa yang terus menerus serta pertumbuhan dan atau kedewasaan anggota gereja menuju gereja seutuhnya.
Hal penting lainnya yang juga tidak dapat dilupakan adalah Allah memberkati rumah yang menunjuk kepada berkat secara materi atas rumah tangga. Allah memberkati rumah tangga dengan kelimpahan atas kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam membangun sebuah rumah tangga berbahagia. Dalam ukuran yang tentu berbeda-beda setiap keluarga, Allah memenuhi kebutuhan hidup yang layak dan pantas. Analogi kecukupan dari setiap keluarga menurut ukurannya ditemukan dalam management kebutuhan yang telah diatur Tuhan melalui Musa:
 “Beginilah perintah TUHAN: Pungutlah itu, tiap-tiap orang menurut keperluannya; masing-masing kamu boleh mengambil untuk seisi kemahnya, segomer seorang, menurut jumlah jiwa."Demikianlah diperbuat orang Israel; mereka mengumpulkan, ada yang banyak, ada yang sedikit. Ketika mereka menakarnya dengan gomer, maka orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan. Tiap-tiap orang mengumpulkan menurut keperluannya.” (Keluaran 16:16-18)

Tuhan tidak membentuk lembaga keluarga sebagai suatu yang kebetulan. Ia memberikan kesempatan kepada tiap-tiap keluarga untuk mendapatkan sukacita dalam Tuhan, baik itu sukacita untuk tubuh, jiwa, maupun roh. Manusia seutuhnya dan juga keluarga seutuhnya akan mendapatkan sukacita di dalam Tuhan karena bisa mengadakan dan menikmati suatu persekutuan dengan Allah.[36] Uraian yang lebih mendalam tentang sukses adalah disampaikan pada poin 4.2.


4.      Berkat dalam Hubungannya dengan Materi

Pada poin 4 ini akan dibahas gagasan berkat dalam hubungannya dengan materi. Materi itu menyangkut bumi dan segenap isinya yang diberkati. Dan hal yang kedua yang dibahas adalah kekayaan atau kelimpahan sebagai berkat Allah. kedua topik ini akan dijelaskan sebagai berikut:


4.1. Bumi yang Diberkati

Tentulah sangat mudah memahami bahwa bumi ini diberkati dan menjadi sasaran berkat Allah. Selain manusia sebagai mahkota ciptaan Allah dan sasaran berkat, Allah juga memberkati bumi. Memang tidak juga dapat diabaikan bahwa dunia seringkali membangkitkan murka Allah, namun kasih setia serta berkat Tuhan tetaplah diarahkanNya atas bumi ciptaanNya. Kebenarannya adalah Allah memberkati bumi ciptaanNya.
Bumi yang dimaksudkan di sini adalah bumi yang disebutkan dalam Kejadian 1:1 “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Kata bumi berasal dari kata ארעא        (haa'aarets)  dari akar kata 'erets yang diberikan defenisi sangat luas oleh BDB OT:776[37] yaitu earth (tanah, dunia, bumi) yang dijelaskan lebih detail sebagai:
1.      whole earth (as opposed to a part) bumi keseluruhan (yang tidak terpisahkan)
2.      earth (as opposed to heaven) bumi (sebagai lawan langit atau surga)
3.      earth (inhabitants) bumi (habitat, tempat berdiam mahluk hidup)


Bumi yang dimaksudkan di sini adalah planet bumi yang mana menjadi habitat[38] dari mahluk hidup yang bernafas dengan menghirup oksigen. Bumi merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara tanah, air, udara, dan seluruh unsur-unsur yang terbangun di dalamnya. Allah memberkati bumi dan semua unsur-unsur didalamnya yang merupakan ciptaanya karena menurut Dia itu semua baik adanya: “Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya: "Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak." (Kejadian 1:22)
Penekanan khusus untuk kata bumi adalah tanah. Allah memberkati tanah sehingga menghasilkan panen yang menggembirakan umat manusia: “Engkau mengairi alur bajaknya, Engkau membasahi gumpalan-gumpalan tanahnya, dengan dirus hujan Engkau menggemburkannya; Engkau memberkati tumbuh-tumbuhannya.” (Mazmur 65:11). Allah dalam berkatNya, mengaruniakan tanah untuk diusahakan oleh manusia bagi kesejahteraan. Allah memberkati tanah tersebut sehingga menghasilkan apa-apa yang diperlukan oleh manusia untuk kebutuhan dan kehidupan yang berkelimpahan.
Ayat yang sangat tepat untuk dibincangkan disini adalah Kejadian 1:28 yang berbunyi: “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Kata penuhilah berasal dari kata וּמִלְא֥וּ  (uwmil'uw) yang berasal dari akar kata male atau mala'  yang bermakna (Qal)[39] yaitu:
       1)  to be full (memenuhi)
       a)  a fullness, an abundance ( kesempurnaan, keadaan berlimpah-limpah)
       b)  to be accomplished, to be ended (memenuhi, berakhir)
       2)  to consecrate, to fill the hand (menyucikan, memenuhi tangan)

Perintah Allah bagi manusia adalah untuk memenuhi bumi ini sehingga layak untuk menjadi tempat atau habitat hidup. Konteks ayat ini adalah penciptaan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa yang ditempatkan di Taman Eden. Hal ini dapat dihubungkan dengan bagaimana manusia diijinkan untuk menggunakan akal budinya untuk mengelola sehingga bumi ini menjadi tempat yang melimpah-limpah bagi kehidupan yang sejahtera.
Pemanfaatan sumber daya alam demi kehidupan yang lebih baik merupakan mandat Allah kepada manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai oleh peradaban manusia adalah salah satu mandat untuk menjadikan bumi ini penuh melimpah. Sejarah telah mencatat bahwa peradaban terus bertumbuh dan berkembang. Sejak purbakala, manusia terus membenahi apapun bagi dunia yang lebih baik. Mulai dari zaman batu hingga jaman komputer di abad ini. Semua itu merupakan mandat untuk memeuhi bumi agar menjadi tempat yang dihuni dengan penuh kelimpahan.
Sedangkan kata taklukkan berasal dari kata וְכִבְשֻׁ֑הָ                 (wªkibshuhaa)  dari akar kata kabash yang bermakna (Qal)[40] sebagai berikut:
1)    to bring into bondage, to make subservient (membawa kepada perhambaan,
membuat penundukan)
2) to subdue, to force (menundukkan, menekan)
3) to dominate, to tread down (mendominasi, menginjak-injak)

Pengertian kata taklukkan memang telah menjadi diskusi yang sangat panjang khususnya dalam hal etika bumi. Dalam tulisan ini tentu tidak akan diangkat perdebatan itu karena bukan domainnya. Hal yang diangkat disini adalah sisi teologis tanah atau bumi yang seharusnya ditaklukkan bagi ketersediaan kehidupan manusia yang diberkati. Alam memang tidak selalu ramah dan memerlukan kreatifitas manusia untuk menaklukkan keketidaramahan itu. Alam harus diusahakan agar menghasilkan. Hasil itulah yang diperlukan untuk mendatangkan kehidupan yang berliumpah-limpah seperti diungkapkan kata kabash.
“Berkat dalam seluruh Kitab Kejadian merupakan penganugerahan kemampuan yang menghasilkan kesuburan kepada manusia dan ternak serta tanah. Kemampuan ini akan menjadi sebuah unsur yang sangat khusus dari kemampuan manusia untuk berkembang dan menaklukkan bumi, karena ciptaan telah diberikan kemampuannya yang khas: kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang biak.”[41]

Secara khusus, Alkitab menyediakan kisah yang sangat menarik tentang Tanah Perjanjian dalam Perjanjian Lama. Fokus utama Israel setelah keluar dari tanah perbudakan Mesir, adalah masuk tanah perjanjian yaitu Kanaan yang melimpah susu dan madu. Keluaran  3:8 menjelaskannya dengan indah: “Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus.”
“Alkitab menegaskan bahwa tanah Israel adalah milik Allah tetapi dipercayakan kepada para raja dan rakyatnya. Sebagai wakil dari Raja Surgawi, raja duniawi dipandang sebagai pemilik tanah agritultural. Agrikultural, sebagai basis ekonomi di Israel kuno, secara praktis mempengaruhi tiap segi kehidupan sehari-hari, khususnya keagamaan, ekonomi, hukum, dan wilayah sosial.”[42]

Kata-kata berlimpah susu dan madu adalah indikasi yang sangat signifikan berkat Allah atas bumi atau tanah. Allah memberkati bumi sehingga benar-benar menghasilkan sesuatu yang manis dan menyenangkan serta memenuhi kebutuhan umat manusia. Tanah telah menghasil sedemikian banyak sehingga sudah tidak dapat dihitung sejak peradaban manusia di mulai di Taman Eden. Sampai hari ini pun tanah tidak berhenti menghasilkan bagi kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Tanah telah menjadi komoditi ekonomis yang paling startegis di seluruh dunia. Namun demikian ada kekeliruan yang serius ketika semangat menaklukkan (kabash) telah berubah menjadi liar dan tidak terkendali. Eksploitasi alam secara berlebihan telah menjadi bumerang yang akhirnya menyengsarakan manusia. Penggundulan hutan secara sporadis telah meningkatkan suhu bumi secara signifikan. Banjir menjadi langganan perkotaan karena tata kota yang tidak sesuai. Penipisan lapisan ozon bahkan telah menjadi ketakutan yang sangat luar biasa. Sementara itu kandungan es di kutub terus merosot akibat suhu bumi yang terus meningkat sebagai dampak dari p0lusi dari cerobong mesin-mesin  ciptaan manusia.
Penerapan teknologi dalam menggarap bumi bagi kehidupan manusia yang lebih baik tentu merupakan semangat dari mandat Allah bagi umatnya. Namun sekali lagi eksploitasi berlebihan adalah penafsiran yang keliru.
“Sesungguhnya ada solusi-solusi teknis untuk persoalan-persoalan ekososial. Solusi itu harus dengan sungguh-sungguh dikejar. Kita membutuhkan semua teknologi yang ramah terhadap bumi yang dapat kita kumpulkan. Pada saat yang sama, dan beberapa tahap lebih dalam, teknologi yang lebih sesuai bahkan mungkin belum muncul, apalagi dikejar, kalau cara-cara pandang –world view- (atau “kosmologi”) yang sedang berlaku itu rusak. Teknologi-teknologi mengekspresikan kebudayaan. Cara-cara melakukan sesuatu merefleksikan cara-cara memandang sesuatu.”[43]

Gereja adalah institusi yang diberkati Allah yang dipanggil untuk mencerahkan pemikiran teologis terhadap upaya-upaya eksploitasi bumi yang sehat. Dunia tentu merupakan wadah yang diberkati Allah dengan kelimpahan sehingga gereja seharusnya menterjemahkannya dengan adil. Gereja bertugas memberikan kontribusi bagi upaya-upaya yang ramah terhadap bumi yang sedang “menangis” sebagai dampak dari eksploitasi yang keterlaluan.
 “Agama yang berbicara tentang bumi dan kesedihannya dalam bahasa yang tidak membingungkan adalah suatu tantangan! Tantangan itulah yang ditanggapi disini. Tesisnya adalah bahwa agama tidak hanya akan membantu pencarian kita tentang bumi, tetapi juga dapat membantunya. Pada saat yang sama, agama tidak dapat melakukan hal itu tanpa refornasi. Reformasi bahwa semua dorongan keagamaan dan moral apapun harus menjadi wujud kesetiaan dan kepedulian tanpa syarat kepada bumi dan berpartisipasi penuh di dalam kesukacitaan dan kepedihannya.”[44]

Bumi tentu sebagai ciptaan yang terbatas seharusnya diusahakan dengan perencanaan yang sehat. Dunia yang kini ditempati oleh lebih dari 7 (tujuh) miliar manusia tetap memberikan kontribusi yang sangat luar biasa. Dapat dibayangkan bagaimana beban bumi dalam menyediakan pangan bagi 7 miliar manusia setiap hari? Apabila tidak dikelola dengan baik dan benar, maka suatu saat bisa terjadi jika bumi tidak lagi dapat berfungsi sebagai tempat kediaman yang layak bagi manusia. Dampak eksploitasi yang sangat terasa adalah pemanasan global yang telah mengacaukan musim yang berdampak bagi kegagalan panen. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai kegiatan eskploitasi hasil bumi secara besar-besaran dan tidak terkendali bisa menyebabkan perusakan dan berdampak pada pemanasan global.[45]
Guru Besar Bidang Ilmu Penyuluhan Pembangunan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof. Dr. Jabal Tarik Ibrahim mengungkapkan, ketersediaan pangan dunia di masa mendatang terancam tidak akan berkecukupan.[46] Ini adalah sebagai dampak dari beberapa faktor ketidakpastian seperti meningkatnya kelangkaan sumberdaya produksi pangan dan perubahan iklim, menjadi salah satu faktor penyebab dominan ancaman ketahanan pangan masa mendatang. Iklim yang berubah sebagai akibat ekploitasi industri termasuk efek rumah kaca menyebabkan suhu bumi semakin meningkat. Volume es di kutub utara semakin menyusut dan beberapa penyakit varietas bahan-bahan makanan unggulan bumi bermunculan. Ini adalah ancaman yang seharusnya mendapat perhatian yang serius agar bumi terhindar dari kelaparan global di masa mendatang.
Selain itu, juga disebabkan menyusutnya ketersediaan lahan pertanian yang subur. Pertumbuhan kota-kota yang baru telah menyerobot lahan-lahan potensial untuk pertanian. Kota-kota yang baru di bangun dan ini berdampak bagi perambahan dan penyerobotan tanah pertanian. Teorinya adalah, semakin sempit lahan pertanian, maka semakin kecil juga produksi pertanian. Tidak dapat dihindari bahwa dampak industrialisasi negara-negara ketiga pada abad ke-20, telah mengorbankan sedemikan banyak lahan pertanian. Maka bukanlah suatu hal yang terlalu mengada-ada bila suatu hari kelak kelaparan global akan terjadi di seluruh dunia. Bukan karena kutuk Tuhan, tetapi karena kesalahan pengelolaan bumi oleh manusia.
Penafsiran umum atas Kejadian 1:28 di atas adalah mandat ilahi kepada manusia untuk memenuhi dan menguasai bumi. Mandat ini di pandang sebagai berkat yang harus dimengerti dengan benar agar tidak mendatangkan masalah. Pengertian yang benar ini yang akan menolong manusia sebagai penerima berkat mandat penguasaan atas bumi dapat menjalankan peran itu dengan baik sehingga berdampak bagi kesejahteraan dan kemakmuran. Bukan sebaliknya, penguasaan atas bumi menjadi bumerang.
Namun demikian, fakta yang ada adalah lebih menunjuk pada keserakahan dan ketamakan manusia. Mandat itu seringkali menjadi alasan untuk melakukan tindakan eksploitasi secara tidak bertanggungjawab. Tujuan dan motivasi adalah semata-mata untuk keuntungan finansial. Sejatinya sebelum terlambat dan berlangsung terlalu jauh, gereja masa kini dipanggil untuk membenahi pandangan serta sikapnya terhadap bumi yang diberkati Allah. “Dalam cerita penciptaan, penciptaan manusia sebagai gambar Allah memang dirangkaikan dengan tugas yang diberikan kepada manusia untuk memenuhi, menguasai, dan menaklukkan bumi:[47] “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:28)
 “Perikop ini seringkali dipahami seolah-olah sebagai mandat dari Allah yang memberikan kewenangan penuh dan kekuasaan kepada manusia untuk mengeksploitasi alam serta semua mahluk yang hidup didalamnya. Atau, sekurang-kurangnya sebagai sumber yang mengilhami dan mendorong sikap dan perlakuan eksploitatif-destruktif manusia terhadap alam. Perintah memenuhi bumi dan menaklukkan bumi merupakan satu kesatuan yang sangat erat kaitannya dengan krisis lingkungan dewasa ini. Masalah demografi dan pengeksploitasian alam saling berkaitan dalam mempercepat dan memperparah kerusakan alam ini.”[48]



4.2. Kemakmuran adalah Berkat Allah

Padanan kata berkat yang juga menarik adalah kata prosperity (kemakmuran). Kata kemakmuran tentu bukan suatu hal yang asing kalau disinonimkan dengan kata berkat. Berkat itu disamakan dengan kata kemakmuran yang mengindikasikan kepada kelimpahan secara finansial (keuangan atau materi). Dalam hal ini perlu kiranya membahas satu ayat yang penting yaitu Yohanes 10:10b. Ayat ini berbunyi: “… Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” Kata segala kelimpahan ditemukan dalam anak kalimat ayat 10 seperti berikut: ἐγὼ ἦλθον ἵνα ζωὴν ἔχωσιν, καὶ περισσὸν ἔχωσιν (Egoó eélthon hína zooeén échoosin kaí perissón échoosin). Kata  καὶ περισσὸν ἔχωσιν (kaí perissón échoosin) dapat dianalisa sebagai berikut:
ἔχωσιν : 3 p         pl.           pres.      Act.        Subj       ……………….. ἔχω[49]  (they might have). Analisa parsingnya adalah sebagai berkut:

-          3p              :orang ke tiga (mereka). Ini menunjuk kepada umat Allah
-          Plural         :jamak (lebih dari satu, banyak orang)
-          Present      :sedang berlangsung
-          Act            :subjek berperan secara langsung
-          Subj           : menunjuk kepada maksud, supaya

Dapatlah diartikan bahwa Yesus Kristus sedang berkata-kata langsung maksud kedatanganNya, yaitu  agar umatNya dapat mempunyai  (might have). Kata ini menunjuk kepada keadaaan dimana hidup umatNya itu mempunyai segala hal (the have). Penekanan kata dapat mempunyai tentu adalah menunjuk kepada kata sebelumnya yaitu καὶ περισσὸν  (kaí perissón). Bentuk ini merupakan kata benda yang diterangkan melalui parsing berikut: περισσὸν         nom.    And acc. Sing.            Neut……  περισσὸς[50] (more abundantly). Arti kata yang paling tepat untuk kata ini adalah dengan berlimpah-limpah. Jadi, konteksnya adalah Yesus Kristus datang supaya hidup yang dipunyai oleh umatnya itu dalam kelimpahan yang berlimpah-limpah.
Bila kita hubungkan dengan konteks dekatnya, yaitu Yohanes 10:10a, maka ada hubungan yang erat antara hidup dalam kelimpahan yang melimpah-limpah itu dengan apa yang telah dan atau yang bisa diambil si pencuri.  “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;” Kata pencuri berasal dari kata benda: κλέπτης  (kléptees) yang parsingnya dijelaskan sebagai berikut:  κλέπτης noun nominative masculine singular from κλέπτης[51] Indikasi umum yang ditemukan untuk menjelaskan arti kata κλέπτης adalah pencuri yang memiliki kemampuan yang kuat. Ini menjelaskan bahwa pencuri benar-benar mampu mengambil sesuatu dari diri umat Tuhan. Dia mencuri, membunuh, dan kemudian membinasakan. Ada tiga hal yang dilakukan oleh κλέπτης, yaitu mencuri, membunuh, dan kemudiana membinasakan.
Kata mencuri dari kata κλέψῃ (klépsee) yang berarti: κλέψῃ verb subjunctive aorist active 3rd person singular from κλέπτω[52]. Bentuk kata kerja ini adalah aoris sehingga merupakan pekerjaan yang dilakukan hanya sekali saja pada masa lalu dan tidak diulang lagi. Artiya adalah mengambil, mencoleng, mencongkel, atau mengutil barang-barang yang sifatnya kecil-kecil dan gampang diambil. Pelaku lebih dari satu (orang ke-3, mereka)
Kata kerja kedua adalah θύσῃ (thúsee). Kata ini dijelaskan menurut parsing sebagai berikut:  θύσῃ (thúsee) verb subjunctive aorist active 3rd person singular from θύω (thúoo)[53]. Kata kerja ini pun juga merupakan bentuk aoris yang telah dilakukan pada masa lalu sekali saja dan tidak dilakukan lagi dan dilakuan secara aktif oleh pencuri. Artinya adalah to kill (membunuh). Membunuh di sini dapat bermakna mencabut nyawa atau mematikan dalam arti yang sebenarnya tetapi dapat juga bermakna kiasan karena dijelaskan dalam bentuk subjunctive. Pelaku lebih dari satu (mereka).
Kata kerja ketiga adalah apolésee ἀπολέσῃ (apolésee). Bentuk parsing menurut Bible Works adalah:  ἀπολέσῃ verb subjunctive aorist active 3rd person singular from ἀπόλλυμι[54] (apollumi). Diterjemahkan to destroy (menghancurkan, membinasakan). Ini telah dilakukan pada saat yang lalu. Dilakukan oleh lebih dari satu pelaku dan dikerjakan secara langsung oleh pelaku. Kata kerja ini dapat merupakan kiasan karena merupakan bentuk subjunctive. Bila diartikan secara menyeluruh, maka pencuri di sini lebih menunjuk kepada Iblis. Bandingkan dengan Yohanes  8:44:
“Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.”

Iblis memang telah mencuri dari Adam dan Hawa kebahagiaan yang luar biasa di Taman Eden, Iblis juga telah membunuh Habel melalui tangan Kain, dan Iblis juga telah menyebabkan kematian baik jasmani dan kematian kekal bagi semua anak manusia. Iblis sudah melakukannya pada masa lalu dan melakukannya satu kali di Taman Eden ketika manusia pertama memilih untuk mengabaikan firman Tuhan dan mengikuti Iblis.
Kehadiran Yesus Kristus adalah jawaban yang pasti sehingga apa yang telah dicuri, dibunuh, dan dibinasakan oleh Iblis, diselamatkan. Yesus Kristus dapat untuk memulihkan kembali sukacita dan kebahagiaan seperti di Taman Eden kepada umatNya. Kristus juga hadir sehingga umatNya tidak mati dan binasa, tetapi menikmati hidup yang penuh kelimpahan dalam segala hal. Dengan kedatangan Yesus Kristus, maka dia memulihkan kehidupan berkelimpahan bagi umatNya. Yesus Kristus datang untuk memberikan hidup yang sukses kepada umatNya. Yaitu suatu kehidupan yang berkelimpahan. Hidup seperti itu sungguh adalah janji Tuhan dan DR. Yakob Tomatala menjelaskanya:
“Apabila Anda ingin berhasil/sukses dalam hidup, Anda tidak perlu ragu. Alasan paling teguh yang menjadi dasar untuk tidak perlu ragu-ragu ialah bahwa TUHAN sendiri telah menjanjikan sukses itu kepda segenap umatNya (Kejadian 12:1-3; Bilangan 27; 28:1-14). Yang masih tertinggal ialah, bahwa setiap orang memerlukan keberanian untuk mempercayai Tuhan bagi kesuksesan ini, dengan melakukan keyakinan tersebut dalam kehidupannya dengan suatu tindakan nyata.”[55]

Dalam situs pribadinya, DR. Yakob Tomatala menghubungkan secara erat (tidak membedakan sama sekali) antara berkat dengan sukses. Uraian beliau merupakan saripati dari pengertian yang telah beredar secara luas di tengah-tengah masyarakat yang memang hampir tidak lagi membedakan kata berkat dengan kata sukses. Beliau menulisnya sebagai berikut:
“Secara alkiabiah, sukses bukanlah barang antik. Sukses adalah “janji dan anugerah Allah” yang sesungguhnya harus maknai dan disikapi dengan arif, karena menolak sukses secara naif, berati melecehkan TUHAN Allah yang telah berjanji memberkati (Lihat: Nehemia 2:2, Ulangan 28:1-14). Sebaliknya, sukses yang disikapi secara salah, berarti menjebak diri sendiri dalam kesalahan fatal, sombong, takabur dan sebagainya (Amsal 16:18; 18:12). Mengaitkan pemahaman sukses dari perspektif ini, dapat dikatakan bahwa “sukses adalah pemenuhan hidup secara subjektif yang progresif, yang merupakan hasil dari kerja terencana – bertanggung-jawab yang menghasilkan, membawa kesenangan, kepuasan, kecukupan dan berkat bagi diri serta dapat berbagi dengan sesama. Di sini, sukses berarti pencapaian, pemenuhan hidup, kecukupan, keberhasilan, berada di atas, naik pangkat, dan seterusnya, tetapi tidak akan dipecundangi oleh semua hal di maksud. Artinya, bagi orang Kristen, sukses adalah anugerah Allah yang di sambut dan diisi dengan penuh tanggungjawab dan kerja keras, sehingga tidak ada alasan untuk memegahkan diri. Mengatakan diri bahwa seseorang itu sukses, tidak menyebabkan dia terjebak keangkuhan, karena ia menyadari bahwa ia telah melaksanakan tanggungjawab-nya dengan benar, baik, tekun, tulus, dan jujur, melalui upaya yang sungguh-sungguh serta kerja keras. Hasilnya akan sepasti “menabur dan menuai” yang bila dilakukan secara benar, baik, besar, maka hasilnya juga akan sepadan, atau pas dengan apa yang ditabur (Mazmur 126:5-6; Amsal 13:11).”[56]

Hubungan yang hampir menjadi seperti anak kembar, yang telah diuraikan secara mendalam oleh DR. Yakob Tomatala sebagaimana dikutip di atas, memberikan gambaran yang membuka wawasan tentang pengertian berkat. Intinya adalah sukses merupakan berkat Allah yang dicapai melalui suatu proses atau respon yang benar dari manusia terhadap panggilannya. Sukses adalah anugerah Allah atas diri umatnya yang pencapaiannya melalui proses bekerja keras yang terencana dan bertanggung jawab. Penekanan disini terletak pada kata anugerah Allah. Sesungguhnya, sukses sebagai berkat itu bersumber dari satu Pribadi yang agung dan mulia yaitu Tuhan.
Allah sumber berkat yang berhasrat memberkati atau memberi sukses dijabarkan dengan sangat luas dalam Ulangan 28:1-14. Namun demikian ada hal yang harus diperhatikan agar sukses bukan lagi sekedar mimpi indah di malam hari namun yang segera lesap di pagi hari.[57] Hal yang harus di mengerti untuk menuju hidup sukses itu adalah: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.” (Ulangan 28:1-2)
Ada dua kata kerja kunci yang mengemuka dari kedua ayat tersebut yang merupakan kunci sukses. Yang pertama adalah mendegarkan suara Tuhan dan yang kedua adalah melakukannya dengan setia. Kata mendengar berasal dari kata Ibrani: שָׁמ֤וֹעַ   (shaamowa`) yang bersumber dari akar kata: שָׁמֹ֤עַ  (shama`) yang bermakna (qal):[58]
1)         to hear (perceive by ear): Mendengar (mendengar lewat telinga)
2)         to hear of or concerning: Mendengar dengan benar)
3)         to hear (have power to hear): Tekad untuk mendengar
4)         to hear with attention or interest, to listen to:  Mendengar dengan
serius/sungguh-sungguh
5)         to understand (language): Mengerti (bahasanya)
6)         to hear (used of judicial cases): Mendengar (laksana perkara
pengadilan)
7)         to listen, to give heed: mendengar, memberikan perhatian
            a) to consent, to agree: (penuh perhatian, menyetujui)
            b) to grant request : Mengabulkan permintaan
8)         to listen to, to yield to: Mendengarkan dengan, memberi dengan
9)         to obey, to be obedient: taat, patuh


Arti kata shama yang begitu kaya tersebut di atas menggambarkan bagaimana dalamnya keadaan seseorang yang sedang mendengar suara Tuhan. Hal yang digambarkan dari kata shama itu adalah mendengar dengan benar. Artinya apa yang disampaikan di dengar dan dipahami dengan benar. Ini berarti bahwa telinganya terbuka dan memahami sehingga tidak mungkin salam paham.
Mendengar juga didasarkan dari tekad hati yang kuat. Mendengar ini merupakan tekad yang sungguh-sungguh laksana seorang yang sedang duduk di kursi terpidana sebuah pengadilan yang sedang membacakan sebuah vonis. Dapat di mengerti bahwa seorang terpidana yang sedang mendengar vonis akan dengan segenap hati menyimak setiap kalimat yang diucapkan oleh hakim.
Hal itulah juga digambarkan oleh kata shama dalam hal mendengar suara Tuhan. Konsentrasi penuh yang didasari oleh kesadaran yang penuh (bukan paksaan atau akibat sebuah tekanan). Kata ini merupakan kepatuhan yang lahir dari hati yang sepenuhnya. Kesimpulan puncak dari kata shama adalah keintiman seseorang dengan Allahnya yang lahir dari tekad dan keinginan yagn sepenuhnya. Ini merupakan tanggungjawab pada aspek pendengar (manusia) bukan pada Allah yang berfirman.
Di sini nampak jelas, pendengar bertanggungjawab sepenuhnya akan telinga dan hatinya. Keintiman yang tentu oleh anugerahNya sehingga memampukan orang menjadi shama terhadap firmanNya. DR. Yakob Tomatala memberikan pengertian sukses yang merupakan dampak dari keadaan shama dari orang sebagai  “akhir dari sebuah upaya dan kerja baik serta kerja bertanggungjawab.”[59]
Kata kedua yang dianalisis adalah kata: melakukan:    לַעֲשׂוֹת֙(la`ªsowt) dari akar kata עֲשת (`asah ) yang bermakna (qal)[60]:
       1)  to do, to work,  to produce (melakukan, bekerja, memproduksi)
a) to deal (with): menyetujui
b) to act, to act with effect, to effect: (berbuat, berbuat dengan dampak)
2) to make (membuat)
a) to prepare: (mempersiapkan)
b) to make (an offering): membuat (suatu penawaran)
c) to attend to, to put in order: merawat, menabur
d) to observe, to celebrate: meneliti, merayakan
e) to acquire (property): memperoleh/mendapatkan (property)
f) to appoint, to ordain, to institute: mengangkat, menahbiskan, melembagakan
g) to bring about: membawa sesuatu
h) to use: menggunakan
i) to spend, to pass: mempergunakan, menilai

Arti kata עֲשת (`asah ) “melakukan” ini begitu kaya. Melakukan di sini terkandung kata kerja yang tentunya menghasilkan suatu produk sebagai dampak dari tindakannya. Bentuk kata ini adalah bentuk kata kerja aktif sehingga mengandung sikap kerja yang bertanggungjawab yang diawali persiapan yang terencana. Melakukan firman Allah dengan setia itu mengandung makna tindakan yang diawali perencanaan yang dalam lewat proses penelitian yang utuh. Tindakan ini juga adalah merupakan suatu tindakan yang berkesinambungan atau kontinuitas yang tidak terputus. Karenanya, kata melakukan mendapatkan peneguhan dari diri sehingga mendapatkan dampak yang bermuara kepada keuntungan atau impak yang positif. Kata melakukan disini pun adalah suatu hal yang terukur dan digunakan menurut kapasitas yang terencana.
            Kembali merujuk kepada pernyataan DR. Yakob Tomatala tentang sukses sebagai dampak dari melakukan dengan setia semua firman Allah, beliau menguraikan:
“Kemampuan seseorang menolong diri menentukan sikap terhadap diri, kegagalan hidup dan sukses pada akhirnya bermuara pada hubungan diri dengan karirnya. Pernyataan di atas begitu penting, tetapi perlu disadari bahwa ‘keyakinan akan segala sesuatu’ sebagai datangnya dari Tuhan tidak membebaskan orang Kristen dari tanggung jawab untuk mencarin ‘kehendak Allah’ bagi dirinya. Ternasuk kehendak Allah bagi karir serta masa depannya. Pemahaman seseorang akan kehendak Allah bagi hidup dan karirnya akan membuat sikapnya begitu pasti, ketekuan serta gairah kerjanya ajeg, sehingga pekerjaannya menghasilkan buah yang membawa kepuasan baginya.”[61]

            Sukses berhubungan dengan keadaan finansial yang merupakan produksi dari עֲשת (`asah ) atau melakukan dengan setia segala firman Allah yang terwujud dalam kehidupan bekerja yang terencana dan bertanggungjawab.  Uang adalah salah satu benda yang paling dicari dan ingin dimiliki dan sudah barang tentu, uang akan mengikuti seseorang yang sukses. Namun demikian patut untuk di mengerti bahwa uang adalah a-moral atau tidak memiliki moral sehingga tidak patut dipersalahkan. Yang menjadi masalah adalah sikap hati seseorang yang sudah sukses terhadap uang. Uang adalah alat dan bukan tujuan. Uang, bagaimana pun menariknya tetap terbatas dan hanya di tangan orang yang tepat akan berdaya guna bagi kebaikan. Bagaimana pun juga, sukses seseorang akan selalu menunjuk kepada bagaimana ia memanfaatkan uang yang dia miliki. Untuk ini seorang menulis:
“Uang adalah benda yang paling gampang yang ingin kita miliki di manapun kita berada. Sebab dengan uang kita dapat membeli kekuasaan, tanah, atau tubuh manusia. Namun ada sejumlah hal yang tidak dapat di beli oleh uang. Kita dapat membeli seks, tetapi kita tidak dapat membeli cinta kasih. Kita dapat membeli waktu seseorang, akan tetapi tidak mungkin membeli kesetiaan seseorang. Kita dapat membeli sejunlah kesenangan, tetapi kita tidak dapat kebahagiaan.”[62]

            Sukses akan mendatangkan uang. Dan keadaan keuangan akan menjadi barometer kekayaan. Namun demikian, proses menuju kekayaan sejati merupakan benang merah proses ke arah kesuksesan sejati. Karena kelimpahan finansial tanpa disertai dengan kemampuan mengelola keuangan yang baik, akan berdampak buruk bagi kesuksesan. Seorang menulisnya dengan bagus:
“Proses menuju kekayaan sejati merupakan benang menarh dari proses kearah kesuksesan sejati, sebab dari kesuksesan sejati itulah akan muncul kekayaan sejati. Kita sukses, berarti kita akan merengkuh kekayaan dengan sendirinya. Akan tetapi, kata kekayaa atau kelimpahan sejati itu bukan hanya mengacu kepada tingkat banyaknya uang, banyaknya relasi, rumah bagus, pikiran tenang, atau karier serta lapangan kerja yagn sesuai dengan bakat Anda. Kata kekayaan atau kelimpahan sejati juga mempunyai makna lain dan tidak bisa di ukur oleh semua itu.”[63]

            Selanjutnya, Ajroma Aditya Utama menulis: “Orang kaya adalah orang yang mampu mengontrol dan menguasai uang untuk digunakan demi kebahagiaan dan kepuasan dirinya, sedangkan orang miskin adalah orang yang dikontrol oleh uang dan baru sadar setelah uang itu tidak ada lagi dalam genggamannya. Oleh karena itu, inti dari orang kaya adalah orang yang secara bijaksana menggunakan uangnya saat ia menerima uang tersebut. Orang miskin adalah orang yang tidak bijaksana dengan uang yang diterimanya dengan membelanjakannya tanpa menghasilkan sesuatu yang lebih besar dari uang tersebut.”[64]
            Bahasa alkitabiah untuk menjelaskan orang kaya yang sejati adalah orang yang tidak mencintai uang ( I Timotius 6:10). Bahasa sehari-harinya untuk orang yang sukses adalah, orang kaya yang menjadikan uang sebagai sarana sehingga ia dapat mengontrol dan mengendalikannya. Dia tahu bahwa uang bukan tujuan tetapi adalah alat untuk mencapai tujuan. Orang tersebut tidak akan pernah menjadi hamba uang namun menjadi tuan dari uang. Orang sukses sejati adalah orang yang dapat menggunakan uang yang dimilikinya untuk tujuan yang memuliakan nama Tuhan.
            Sebagai orang Kristen sukses, mereka adalah pengelola yang memiliki otoritas atas uang. Mereka juga adalah pekerja yang efisien dan bertanggungjawab. Mereka bukan pengemis spiritual yang mengharapkan uang jatuh dari sorga setelah mereka berdoa. Karena memang di surga tidak ada dollar atau rupiah. Kenneth E. Hagin mendapatkan inspirasi dari Roh Kudus yang mengatakan demikian kepadanya: “Uang yang kau butuhkan ada disini, di bumi. Tidak berada di surga. Aku tidak mempunyai dolar Amerika di atas sini. Aku tidak akan menurunkan hujan uang dari surga sebab jika Aku lakukan itu, maka itu palsu. Dan Aku bukanlah pemalsu.”[65]
            Sukses merupakan sebuah upaya kerja yang dikerjakan setelah melalui pemahanan yang benar menurut hukum atau dalil-dalil yang benar serta tindakan bekerja yang efisien, terencana, terfokus, serta berkelanjutan. Ini merupakan pengertian alkitabiah yang di bangun dan dikembangkan dari pemahaman Keluaran 28:1-2. Hukum dan dalili-dalil itu juga bersifat umum dan dapat dipahami secara umum juga. Hukum dan dalil-dalil itu tentu di bangun berdasarkan kebenaran yang ditemukan di dalam kitab suci Alkitab.
Namun penekanan yang penting di sini adalah, bagaimana membangun suatu gagasan teologis yang dapat di terima sehingga menjadi dasar atau landasan prinsip sukses. Bagaimana pun juga, kisah-kisah pemenuhan kebutuhan yag terjadi secara ajaib dalam Alkitab, selalu dapat dijelaskan secara umum. Allah memang dapat menolong seseorang dalam memenuhi kebutuhannya, namun Allah tidak turun dari surga dan memberikannya sejumlah uang. Allah tetap memakai sarana dan prasarana yang ada di dunia ini sebagai instrumen mukjizat finansialNya. Dalam hal ini Kenneth E. Hagin menulisnya dengan sangat menarik:
“Namun ada sisi lain dari iman untuk hal keuangan. Dengan kata lain, Anda tidak dapat memanen secara alami atau supranalami tanpa menabur benih. Anda tidak dapat pergi ke kebun belakang dan berkata: “Aku akan memetik beberapa buah tomat” jika Anda belum menanam satu pohon tomat pun! Atau Anda tidak dapat berkata: “Saya akan pergi ke ladang dan memetik kapas esok” dan berharap bisa memetik kapas jika tanahnya tidak pernah digarap dan ditaburi benih. Jika kapas tidak di tanam, tentu anda tidak akan memetik kapas.”[66]

            Telah diuraikan bahwa Allah menghendaki umatNya sukses tetapi bahwa sukses itu tidak jatuh dari langit. Sukses merupakan akibat dari ketaatan orang percaya kepada Tuhan yang diwujudkan dengan menunjukkan diri sebagai pekerja yang mempersiapkan diri dengan perencanaan yang baik dan terfokus yang dikerjakan dengan segenap kapasitas dan kapabilitas yang terukur (Lihat paparan DR Yakob Tomatala yang sudah dikutip penulis sebelumnya).
            Bekerja keras adalah kata kunci yang mengemuka untuk mencapai sukses. Alkitab tidak menjelaskan bahwa hidup manusia akan menjadi serba mudah sekalipun mereka, yaitu Adam dan Hawa ditempatkan di sebuah taman yang serba berkecukupan. Adam dan Hawa dipanggil untuk mengusahakan dan memelihara Taman Eden. Kata mengusahakan dan memelihara adalah kata-kata yang menunjuk kepada kesungguhan dan keseriusan. Kata lain untuk kedua kata itu adalah kerja keras.  Seorang menulis:    
“Ketentuan utama untuk mendapatkannya adalah Allah hanya tertarik kepada para pekerja dan pelaksana. Dia menetapkan prinsif dasar ini di Taman Eden setelah Dia selesai menciptakan manusia. Dia membuat persediaan yang cukup bagi manusia dengan memberikan makanan, minyak, mineral, dan air. Segala sesuatu disediakan secara cuma-cuma dan cukup. Meskipun ada persediaan yang melimpah, Alkitab mengatakan: ‘Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam Taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.’ (Kejadian 2:15). Manusia tidak diciptakan untuk menikmati kehidupan yang mudah. Sang pencipta memerintahkan untuk menguasai ciptaanNya dengan mengusahakan dan memeliharanya. Allah adalah pekerja keras. Manusia yang diciptakanNya menurut gambarNya juga harus bekerja kera. ”[67]

Ada pandangan yang negatif terhadap panggilan untuk bekerja. Bekerja dipandang seolah-olah adalah kutuk. Ini adalah perspektif yang didasari pada pengertian yang tidak konprehensif. Hal ini tentu di dorong oleh pemahaman bahwa Adam bekerja mencari berkat setelah ia jatuh ke dalam dosa dan di usir dari Taman Eden. Padahal yang benar adalah Adam sudah dianugerahkan Tuhan kesempatan untuk bekerja sebelum kejatuhan ke dalam dosa. Bekerja bukan kutuk namun merupakan anugerah yang mulia dari Tuhan. Jansen H. Sinamo menulis:
“Kerja adalah rahmat, ialah sebuah pengakuan bahwa kerja adalah pemberian Tuhan Maha Pengasih. Pengakuan itu lahir dari kepercayaan bahwa kita ini adalah mahluk ciptaan Tuhan. Jadi seharusnya kita pun yakin bahwa Tuhan pasti memelihara kehidupan kita. Dia adalah Tuhan yang dekat dengan kita. Dia hadir bersama kita dari dahulu, sekarang, dan di masa yang akan datang. Oleh sifatNya yang rahman dan rahim itu kita dapat merasa tenang dan mantab untuk mempercayai bahwa apa pun yang kita butuhkan untuk dapat hidup dan bekerja dengan baik akan disediakanNya.”[68]

Panggilan untuk bekerja seharusnya adalah sesuatu yang menyenangkan. Sebab ujung dari melakukan pekerjaan dengan kesenangan adalah sukses. Bekerja seharusnya menjadi indah karena didalamnya ada mandat Allah. bekerja seharusnya adalah suatu kehormatan sebab didalamnya terkandung rencana dan kehendak Allah yang luar biasa. Bekerja seharusnya memiliki hubungan linear dengan berkat, karena dengan bekerja keras, maka sukses akan selalu ada diujungnya. Bekerja pun seharusnya adalah suatu kenikmatan yang luar biasa karena didalamnya terkandung janji berkat atau sukses. Sehingga bekerja seharusnya lahir dari dorongan hati yang kuat. Ini yang akan membuat bekerja menjadi sesuatu yang menarik dan memiliki nilai seni yang mendalam. Hanya jika pemahaman terhadap panggilan untuk bekerja sudah sampai pada tahapan inilah, maka sukses atau berkat akan menyusul dengan limpahnya:
“Orang yang sudah sampai di tingkat penghayatan dan penguasaan seni atas pekerjaannya, sesungguhnya telah melampaui teknisi dan mencapai tingkat maestro; telah melampaui tingkat pakar dan mencapai tingkat empu; sudah melampaui tingkat kaidah dan mencapai tingkat makrifat. Mereka telah mampu menembus dan mentransendensikan paradigma sektoral spesialistik, dan memasuki paradigma global holistik.”[69]

Allah menghendaki umatNya memiliki hidup yang berkelimpahan dengan suatu tujuan yaitu agar menjadi saluran berkat bagi sesamanya. Orang-orang sukses tidak direncanakan Allah untuk sukses sendiri dan menikmati sendiri kesuksesannya. Ada rencana Allah bagi orang-orang sukses yaitu agar dia menjadi saluran berkat bagi sesamanya.  Abraham Alex Tanuseputera menjelaskan: “Dengan berkat dari Allah, Anda akan dipakai Allah untuk menyalurkan berkat kepada yang berkekurangan, sehingga anda dikatakan memuliakan Dia dengan berkat yang ada pada Anda.”[70]
Menjadi saluran berkat dengan cara memberkati sesama. Bahasa lain dari menjadi saluran berkat adalah menabur benih. Hanya dengan menabur benih, maka ada kesempatan untuk menuainya kembali. Sebab karena tidak ada yang sia-sia saat seorang yang diberkati menabur benih: “Bapa menginginkan kita memberi, sehingga dengan demikian kita menyediakan bagiNya benih-benih untuk dikebalikanNya kepada kita dengan berlipat ganda. Allah memberi kita benih-benih untuk ditabur, bukan untuk ‘disimpan’ atau untuk dipegang erat-erat. Allah tidak melipatgandakan benih-benih yang kita simpan. Dia hanya melipatgandakan benih yang kita tabur.”[71]
Ada misi Allah memberkati orang-orang sukses. Allah memang tidak melakukan suatu apapun tanpa maksud dan tujuan. Hidup sukses dan atau berkelimpahan juga memiliki tujuannya seperti yang telah diuraikan di atas. Ada konsekwensi jika sukses atau berkat itu dikuasai seseorang secara egois dengan tidak menjadikan diri sebagai saluran berkat.  Kelak jika Tuhan Yesus kembali datang sebagai Hakim Agung, Dia akan mempertanyakan komitmen orang tersebut bagi kesejahteraan sesamanya (Matius 25:31-46). Steven Teo menjelaskan:
“Allah menginginkan anak-anakNya sejahtera. Oleh karena itu, kekayaan menyesuaikan keadaan. Telah dinyatakan bagi kita arti kekayaan yang sejati. Tidak ada dalam Alkitab Allah menjanjikan berkat yang sembarangan. Berkat selalu untuk sebuah tujuan. Kekayaan diberikan untuk sebuah alasan. Kekayaan dimaksudkan untuk aliran (memperolah kekayaan untuk memberi). Jika menghentikan aliran kekayaan dari hidup kita, kita akan “kacau”. Kita akan menghancurkan diri dengan keegoisan kita.”[72]

            Mendengar dengan benar dan melakukan dengan ketaatan yang sungguh adalah kunci menjadi sukses atau diberkati. Seorang mengatakannya dengan kalimat: “Mengenal Allah adalah kesuksesan terbesar.”[73] Dengan mengenal Allah kita memiliki respon yang tepat terhadad rencanaNya bagi kesuksesan. Karena sukses bukanlah tujuan akhir Allah. Tuhan memiliki rencana selanjutnya bagi orang Kristen yang sukses, yaitu menjadi berkat bagi sesama yang miskin dan papa. Ketika kelimpahan berhenti pada seseorang, dengan cara tidak menjadi saluran berkat bagi sesama yang berkekurangan, maka sesuatu yang salah sedang bekerja dalam dirinya. Craig L. Blomberg menjelaskannya: “Apa semestinya tanggapan seorang Kristen sejati terhadap semua gejala dan kecenderungan ini? Secara historis, orang-orang Kristen telah membedakan diri mereka sendiri dari kebudayaan yang ada dilingkungannya dalam hal memberi perhatian terhadap orang-orang miskin di dunia ini.”[74] Penulis yang lain menulis dalam huruf yang ditebalkan (bold), “Ingatlah satu hal: Jangan pernah berhenti untuk berbuat baik.”[75]
            Salah satu bentuk respon yang benar atas segala berkat yang telah Tuhan limpahkan, adalah mengucap syukur kepada Allah sumber berkat. Hati yang bersyukur karena segala yang baik telah disediakan Allah patutlah disinggung di sini. Seringkali karena sudah terbiasa dengan berkat dan kelimpahan, maka gairah untuk mengucap syukur sudah menjadi hambar. Beberapa dari orang Kristen yang sudah dewasa dan hidup berkelimpahan bahkan melakukannya dengan dingin.
            Pentingnya mengucap syukur itu dikarenakan itu adalah barometer kecintaan  kepada pemberi berkat tidak terkalahkan oleh berkat. Persoalan yang mengemuka dalam diri orang-orang yang diberkati adalah kecenderungan untuk mencintai berkat melebihi pemberi berkat.  Hal ini sudah di ulas di atas yaitu cinta uang adalah akar segala kejahatan. Hati yang mengucap syukur menandakan pengakuan bahwa semua yang ada adalah karena Sang Pemberi, yang telah memberkati dengan limpah semua umatNya yang telah mendengar dan melakukan dengan taat semua firmanNya. Janganlah hendaknya ucapan syukur itu melorot seiring berkat-berkat yang sudah terbiasa mengalir deras sehingga seolah-olah itu adalah hal biasa. Sejatinya, hati seorang yang terberkati harus tetap penuh gairah dalam mengucap syukur atas segala berkatnya laksana seorang yang baru merasakan pertobatan dan lahir baru. Kenneth E. Hagin menulis:
“Seringkali petobat-petobat baru begitu bergairah menjadi bagian dari keluarga Allah, dan pujian serta ucapan syukur mereka kepada Allah sangat menyegarkan. Mereka kadang-kadang membuat kita yang sudah lama lahir baru menjadi malu dengan pujian mereka yang riang gembira.”[76]


[1]  http://artikel.sabda.org/berkat_sejati
[2] Etimologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal-usul suatu kata. Misalkan kata etimologi sebenarnya diambil dari bahasa Belanda etymologie yang berakar dari bahasa Yunani; étymos (arti sebenarnya adalah sebuah kata) dan lògos (ilmu). Pendeknya, kata etimologi itu sendiri datang dari bahasa Yunani ήτυμος (étymos, arti kata) dan λόγος (lógos, ilmu). Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Etimologi
[3] WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1996, Hal. 128
[4] Ki Dong Kim, Allah Yang Tidak Melampaui, Berea Indonesia, Jakarta, 2007, Hal. 3
[5] http://www.putra-putri-indonesia.com/pembukaan-uud.html
[6] Bonar Simangunsong & Daulat Sinuraya, Negara, Demokrasi, dan Berpolitik yang Profesional, Jakarta, 2004, Hal. 85
[7] Budd Philip J., New Century Bible Commentary-Leviticus, USA: Marshall Pickering, Wm. B. Eerdmans Publishing Co, Grand Rapids, Michigan, 1996.
[8] Barth, Ch. Theologia Perjanjian Lama - Vol. 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.
[9] Tod S. Beall dan William A. Bank, Old Testament Parsing Guide, Moody Press, Chicago, 1986, Hal. 1
[10] The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon, Copyright (c)1993, Woodside Bible Fellowship, Ontario, Canada. Licensed from the Institute for Creation Research.
[11] The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon, Ibid
[12] Sumber dari pernyataan ini adalah sofware Bible Work yang telah diinstal dalam netbook penulis dimana penulis secara teliti telah membaca ayat-ayat yang ditunjuk dalam bahasa Indonesia.
[13] Penelusuran terhadap ayat ini menggunakan  sofware Alkitab Elektronik 2.0.0 yang dirilis ke pasar umum tahun 1974 oleh Lembaga Alkitab Indonesia
[14] Herlianto, Teologi Sukses, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009, Hal. 1
[15] Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1, Doktrin Allah,  Momentum, Jakarta, 2011, Hal. 27
[16] GC Van Niftrik dan BJ Boland, Dogmatika Masa Kini, BPK Gunung Mulia, Jaarta, 2008, Hal. 81
[17] Ibid, Hal. 74
[18] Op.Cit. Hal. 29
[19] Sunday Adelaja, Mengenal Allah, Membuka Pintu Berkat, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2007, Hal. 103
[20] Tod S. Beall, Op Cit., Hal: 71
[21] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006, hal. 92
[22] Andar M. Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1996, Hal. 235
[23] Ibid, Hal. 230
[24] http://www.gerejabethany.org/au/tata_tertib.php
[25] ibid
[26] The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon, Op Cit.
[27] Sebagaimana di kutip dalam buku: Kehidupan Orang Israel Alkitabiah oleh Philip J. Kings dan Lawrence E. Stager dari buku karya A.M. Lutfiyya, Baytin, A Jordania Villages: A Study of Social Institution and Social Change in a Folk Community ( The Hague: Mouton, 1966), hal: 142-143
[29] The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon, Op Cit,
[30] Philip J. King & Lawrence E. Stager, Ibid, Hal: 39
[31] Sunday Adelaja, Ibid, Hal: 93
[32] Hariono Sumarsono, Hidup Berkelimpahan, Kalam Hidup, Bandung, 2004, Hal: 35
[33] Artikel dengan judul: Bila Tuhan Menenun, adalah karya penulis yang dimuat pertamakalinya di Sinar Harapan, Sabtu, 30 Agustus 2008, halaman 5. (Harian yang terbit sore hari di Jakarta) dan telah dirilis dalam berbagai group di dunia maya. Telah menjadi bahan diskusi dan perbincangan serta diskusi yang panjang dan menginspirasi banyak pasanagan-pasangan muda yang tetap berharap akan dikaruniakan keturunan.
[36] Hariono Sumarsono, Op. Cit.,  Hal: 34
[37] The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon, Op Cit.
[38] Habitat menjelaskan asal muasal hidup. Seperti katak habitatnya adalah rawa, sungai, atau kubangan air. Manusia menurut habitatnya berasal dari bumi atau tanah yang menunjuk pada ketidakterpisahan antara unsur-unsur dunia.
[39] The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon, Op Cit
[40] The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon, Op Cit
[41] William A. Dyrness, Agar Bumi Bersukacita, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2004, Hal. 28
[42] Philip J. King & Lawrence E. Stager, Kehidupan Israel Alkitabiah, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2010, Hal. 97-98
[43] Larry L. Rasmussen, Komunitas Bumi: Etika Bumi, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2010, Hal: 315
[44] Ibid, Hal. 15
[47] Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009,  Hal. 227
[48] ibid
[49] Nathan E. Han, A Parshing Guide to the Greek New Testament, Herald Press, Ontario, hal. 202
[50] Samuel Bagster and Son, The Analytical Greek Lexicon, Harper and Brother Publisher, New York, hal. 321
[51] Analisa ini merupakan hasil dari sistem komputerisasi yang diadobsi dari sofware Bible Works.
[52] Ibid
[53] ibid
[54] ibid
[55] Yakob Tomatala, Manusia Sukses: Teologi Berkat dari Perspektif Alkitab, YT Leadership Foundation, Jakarta, 2004, Hal. 12
[57] Yakob Tomatala, Op Cit, Hal. 7
[58] The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon, Op Cit

[59] Yakob Tomatala, Op Cit, hal: 78
[60] from The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon, op. cit

[61] Yakob Tomatala, Op Cit, Hal. 128
[62] Edwin Louis Cole, Kunci Keberhasilan, YPI Immanuel, Jakarta, ___________, hal: 147
[63] Ajroma Aditya Utama, Jadi Kaya itu Gapang, Diva Press, Jogjakarta, 2009, Hal: 109
[64] Ibid, Hal. 126
[65] Kenneth E. Hagin, Rahasia Hidup Berkelimpahan, Metanoia Publishing, Jakarta, 1996, Hal. 46
[66] Ibid, Hal. 112
[67] Charles Agyin-Asare, Dari Orang Biasa Menjadi Luar biasa, Penerbit Andi, Jogjakarta, 2008, Hal. 25-26
[68] Jansen H. Sinamo, Ethos 21: Etos Kerja Profesional di Era Digital Global, Institut Darma Mahardika, Jakarta, 2002, hal. 93-94
[69] Jansen H. Sinamo, Mengubah Pasir Menjadi Mutiara, Institut Darma Mahardika, Jakarta, 2003, hal.106
[70] Abraham Alex Tanuseputera, Kesembuhan Ilahi dan Berkat, House of Blessing, Surabaya, 2009, Hal.2
[71] Jack Hartman, Percayakanlah Keuangan Anda pada Allah,  Penerbit Andi, Jogjakarta, 1989, Hal. 73
[72] Steven Teo, Money Matters: Cara Jitu Menjadi Kaya dan Sukses Mengatasi Masalah Keuangan, Andi Offset, Jogjakarta, 2009, Hal: 156-157
[73] Paul J. Menyer, 24 Kunci Sukses, Andi Offset, Jogjakarta, 2008, Hal: 171
[74] Craig L. Blomberg, Tidak Miskin tetapi  juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab tentang Kepemilikan, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2011, hal:xix
[75] Billy K. Tambahani & Jeni Markoan, Jemaat Kaya Jemaat Miskin, Pendeta Kaya Pendeta Miskin: Prinsip-Prinsip Alkitabiah yang Menjadikan Anda Kaya dan Bahagia,  Diakonia Internasional, Bandung,  2009, Hal:  66
[76] Kenneth E. Hagin, The Untapped Power In Praise, Metanoia, Jakarta, 2004, Hal: 115