Rabu, 12 September 2012

Masihkah Allah Perduli?


ALLAH MASIH DI SINI
(Yeremia 12)

Dunia yang kita tempati bekangan ini semakin tidak nyaman. Bencana demi bencana silih berganti. Seolah-olah sudah terprogram dengan baik, musibah demi musibah merobek-robek tatanan kehidupan manusia. Indonesia yang dijuluki negeri nan permai sepertinya hanya di lirik lagu saja. Belakangan ini, Indonesia  tidak lebih dari negeri pesakitan yang gemar bersenda gurai dengan malapetaka. Indonesia adalah negara yang begitu akrab dengan bencana. Sebuah pertanyaan yang mengemuka adalah, apakah ini semua hanyalah sebagai kejadian fenomenal semata? Ataukah memang benar Allah sudah pergi dari bangsa ini?

Ribuan tahun yang lalu, Israel mengalami kejadian buruk yang sangat bertolak belakang dengan apa yang diharapkan. Berikut di urai oleh Nabi Yeremia kejadian yang terjadi di Tanah Perjanjian (covenant land) itu:

1.      Ketidakadilan merajalela

“Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? Engkau membuat mereka tumbuh, dan mereka pun juga berakar, mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka.” (ayat 1-2)


Pertanyaan mengapa orang fasik seolah lebih mujur dari pada orang tulus sudah ada sejak zaman dulu? Sejak dulu sepertinya orang munafik lebih mudah beradaptasi dan survive di tengah segala kondisi. Bahkan dalam dinamika spiritual, orang munafik sepertinya lebih mendapat tempat di hati jemaat dari pada orang yang secara jujur dan terang menyatakan kebenaran. Nabi mengeluhkan mengapa orang munafik bertumbuh, berakar, dan bahkan menghasilkan buah.

Mungkin pertanyaan ini adalah hal yang paling mengganjal dalam hati kita juga bukan? Mengapa orang jahat bertambah kaya? Mengapa orang yang tidak peduli agama semakin makmur? Mengapa tetangga kita yang  menyembah berhala makin makmur saja? Ada demikian banyak pertanyaan yang timbul saat kita melihat hal yang tidak sesuai dengan apa yang sepatutnya. Yang kita lihat di sekitar kita adalah keadaan yang bertolak belakang dari nilai-nilai kebenaran yang hakiki.

2.      Negeri yang tidak memperdulikan ALLAH.

“Berapa lama lagi negeri ini menjadi kering, dan rumput di segenap padang menjadi layu? Karena kejahatan penduduknya binatang-binatang dan burung-burung habis lenyap, sebab mereka telah mengira: "Ia tidak akan melihat tingkah langkah kita!” (Ayat 4)

Penduduk  negeri telah berubah. Mereka sudah tidak lagi takut kepada Tuhan. kejahatan mereka membuat negeri gersang. Poin ini menjadi sangat penting karena keadaan sebuah negeri akan selalu berkaitan erat dengan kedaan hati penghuni sebuah negeri. Mengapa keadaan di bumi nusantara menjadi demikian berat? Dulu anak-anak sekolah bernyanyi tentang megeri yang permai dan melimpah. Bahkan orang tak perlu susah untuk bertani.   Cukup melemparkan sepotong kayu, besok kita akan memanen hasil yang menakjubkan. Kini semua itu tinggal kenangan dalam lirik lagu saja. Bumi ini telah enggan untuk memberi hasilnya. Yang kita temui adalah betapa sulitnya memanen hasil bumi. Bahkan wabah kelaparan sedang mengintip di setiap sudut negeri.

3.      Komunitas tanpa kesetiaan.

 “Sebab saudara-saudaramu dan kaum keluargamu, mereka sendiri juga berbuat khianat terhadap engkau; mereka juga bersama-sama di belakangmu. Janganlah percaya kepada mereka, sekalipun mereka berkata manis kepadamu!” (Ayat 12:6)

Satu kejahatan yang paling memilukan hati Tuhan adalah pengkhianatan terhadap keluarga. Allah memulai karya paling mengesankan ketika mendesain pernikahan di taman eden. Tuhan Yesus pun mengawali debutNya di pesta pernikahan Kana. Dan dalam ilmu eskatologi, kita akan bertemu dengan pesta rohani pernikahan Anak Domba Allah dengan gereja. Jadi jelas keluarga sejati merupakan sebuah rencana yang suci. Namun kita melihat dewasa ini orang telah mengkhiati keluarga. Orang tua menelantarkan anak-anak. Anak-anak mengabaikan orang tua. Suami mengkhianati istri. Istri berselingkuh. Dan demikian banyak lagi kejahatan yang telah mengoyak-ngoyak lembaga perkawinan.

4.      Bumi yang tak lagi ramah. 

“Mereka telah menabur gandum, tetapi yang dituai adalah semak duri; mereka telah bersusah payah, tetapi usaha mereka tidak berguna; mereka malu karena hasil yang diperoleh mereka, akibat dari murka TUHAN yang menyala-nyala.” (Ayat 13)

Bumi ini telah keberatan menanggung beban kenajisan yang diperbuat penghuninya. Segala kejahatan yang terjadi di bumi ini puluhan kali lebih jahat dari dosa Sodom dan Gomorah. Itulah sebabnya, bumi ini pun tak lagi ramah seperti dulu. Bencana demi bencana menimpa oleh karena perbuatan penghuninya. Banjir, penyakit, kelaparan, virus, bencana alam, dan demikian banyak lagi yang terjadi di alam ini sebab kejahatan penghuninya.

Lantas apakah jawaban Allah atas semua kejadian ini kepada Nabi Yeremia? Ada dua hal yang dirangkum begitu indah.

1.      Membawa umatNya kembali kepadaNya.

 “Tetapi setelah Aku mencabut mereka, maka Aku akan menyayangi mereka kembali. Aku akan mengembalikan mereka masing-masing ke milik pusakanya dan masing-masing ke negerinya.” (Ayat 15). Allah mengijinkan semua kesulitan ini agar umatnya sadar dan meninggalkan dari jalan-jalan yang jahat. Tuhan merindukan kita dan tidak pernah berniat untuk membuang kita sama sekali dan binasa dalam dosa serta kejahatan kita.

2.      Meneguhkan janji FirmanNya.

“Dan jika mereka sungguh-sungguh belajar cara hidup umat-Ku sehingga bersumpah demi nama-Ku: Demi TUHAN yang hidup, seperti tadinya mereka mengajar umat-Ku untuk bersumpah demi Baal, maka mereka akan dibangun di tengah-tengah umat-Ku” (Ayat 16). Dengan berbalik kepadaNya, dapat membuktikan kesetiaan Allah dan kebenaran janjiNya. Jadi marilah kita merendahkan hati, bertobat, dan kembali kepadaNya. Allah masih ada di sini. Dinegeri ini.

||||Intisari khotbah Pdt. Joshua MS Ibadah Raya  HN Ministries Chapter Induk Semper, Minggu, 11 Maret 2007.


Senin, 10 September 2012

MULUT BOCOR

JANGAN MULUT BOCOR
Kita hidup di Zaman Iklan. Segala hal dihubungkan dengan publikasi. Mulai dari produk, hingga jasa. Mulai dari sekuler hingga rohani. Semuanya terhubung dengan reklame.

Sahabat, reklame berasal dari bahasa Latin yang berarti seruan yang berulang-ulang. Bahasa gaulnya adalah ngecap! Ngecap sudah menjadi budaya, mulai dari orang pinggiran hingga bangsawan. Namun hati-hatilah, dampak buruk karena suka mengumbar kata-kata akan menjatuhkan Anda! Perhatikanlah cara melepaskan kata!

Amsal 25:27 Tidaklah baik makan banyak madu; sebab itu biarlah jarang kata-kata pujianmu.
 
 
KUASA PERKATAAN

Firman Tuhan: “Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Téman: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.” (Ayub 42: 7)

Mengapakah murka Allah tertuju kepada sahabt-sahabat Ayub? Bukankah mereka telah memberikan waktu yang begitu banyak untuk menemani dan menghibur Ayub? Masalah yang utama sehingga Allah murka kepada  Elifas, orang Téman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama adalah karena mereka berkata tidak benar tentang Allah. Sampai disini kita harus paham poin pentingnya, tidak berkata benar tentang Allah! Adalah sebuah kesalahan besar yang menyulut murka Allah jika kita tidak berkata benar tentang Dia.

Alkitab mengatakan bahwa TUHAN yang memberikan karunia menjadi Pengajar (Guru). “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar,” (Efesus 4:11) Sehingga janganlah kita berlomba-lomba menjadi pengajar, sebab pertanggungjawabannya sangatlah berat. “Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.” (Yakobus 3:1). Apakah dengan demikian kita tidak boleh lagi berkata-kata? Tentu tidak. Kita tetap harus mengajar tentang Allah, tetapi yang penting kita pahami adalah, kita hanya boleh mengajarkan KEBENARAN.

Mengapa demikian pentingnya berkata-kata tentang kebenaran saja? Jawaban yang pertama adalah karena ada kuasa di balik perkataan. Dalam Alkitab ada 5016 ayat tentang kata. Ini sungguh jumlah yang sangat besar bila dibandingkan dengan kata kasih yang hanya 853 ayat saja. Kita tentu sangat terkejut karena manusia memang senang berkata-kata. Hampir 25 ribu kata disemburkan begitu saja dari mulut seorang perempuan normal selama satu hari. Coba kita pikirkan, ada berapa kata yang benar dan berapa sisanya yang salah? Alkitab mengatakan bahwa setiap kata-kata salah yang sia-sia harus kita pertanggungjawabkan. “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.” (Matius 12:36) Akhirnya kita mengerti mengapa murka Allah begitu menyala terhadap sahabat-sahabat Ayub. Karena mereka berkata salah tentang Allah dan itu memberikan dampak yang merusak terhadap keberadaan Ayub, sehingga setiap kata-kata sia-sia mereka bertiga itu haruslah di pertanggungjawabkan di hadapanNya.

Manusia memang senang bicara, namun manusia ini lebih senang berkata-kata salah. Bahkan dalam dunia peradilan yang diciptakan oleh manusia pun kita menemukan ketidakadilan di mana manusia bersilat kata dengan menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah.  Terlepas betapa tidak adilnya dunia peradilan, kita menemukan satu kebenaran dalam dunia peradilan yaitu setiap kesaksian yang keluar dari mulut seseorang memiliki kekuatan hukum. Kita mengenal kepolisian negara demokrasi, USA, yang selalu mengatakan: “Anda berhak diam, karena perkataan anda akan digunakan untuk melawan anda di pengadilan!” ketika menangkap seseorang karena melanggar hukum. Mengapa? Karena setiap perkataannya dapat dijadikan senjata untuk menjerat dia dalam hukum. Alkitab mengatakan bahwa: “Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.” (Matius 12:37)

Setiap kata-kata kita dapat menjadi jerat yang membawa kita kepada penghakiman. “Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. (Lukas 19:22 a) sehingga seharusnya kita mengawasi mulut kita. Kita harus mengawasi lidah kita. Orang dunia pernah mengatakan bahwa lidah tidak bertulang, sehingga gampang saja menyemburkan kata, namun orang Kristen harus mengenakan kekang pada lidahnya sehingga lidahnya hanyalah mengeluarkan kata-kata yang benar saja. Sebab jikalau tidak, maka lidah yang tidak terkendalai akan menyemburkan kata-kata yang akan membakar saiapa saja yang mendengarkannya. “Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar.” (Yakobus 3:5)

Tadi kita sudah menjelaskan bahwa pengajar atau guru yang memang harus berkata-kata merupakan karunia dari TUHAN, sehingga sepatutnyalah dia hanya mengajarkan apa yang benar dari TUHAN. Namun sungguhlah manusia ini memang lahir dari benih dosa. Lihatlah kisah Ayub, bahkan mereka yang rohaniwan telah berkata-kata serong tentang Allah kepada Ayub sehingga Ayub mengalami guncangan. Allah murka kepada 3 rekan Ayub dan hendak mengganjar mereka, namun oleh karena kemurahan hatinya, Ayub berdoa agar murka Tuhan surut dan ampunanNya berlaku untuk ketiga sahabatnya itu.

Jadi apa yang akan kita simpulkan dari kebenaranNya kali ini? Paling tidak ada tiga hal:

1.      Marilah kita menggunakan mulut dan lidah kita untuk mengakui dan memperkatakan kebenaran FirmanNya. Sama seperti Maria yang berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Lukas 1:38). Marilah kita sungguh-sungguh percaya akan setiap perkataan Firman Allah. Menerima dan mengaminkannya sehingga terjadi dalam hidup kita. Kunci utamanya adalah dengan percaya pada perkataan kebenaran. Sekalipun kita memperkatakan kebenaran, namun kita tidak percaya, maka kita sendang menipu diri kita sendiri atau kita sedang berlaku sebagai badut rohani yang suka bersandiwara. Kalau kita mengaku dengan mulut, kita akan diselamatkanNya pada hari penghakiman. “Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.” (Roma 10:10) Jadi perhatikan betapa dahsyatnya kuasa di balik perkataan kebenaran.

2.      Marilah kita menjadi teladan dalam perkataan. “…; but be thou an example of the believers, in word, in conversation, in charity, in spirit, in faith, in purity.” (KJV 1 Timoty:4:12). Rasul Paulus mengingatkan agar sama seperti Timotius, kita juga harus menjadi contoh yang benar dalam perkataan. Jangan lagi kita asal bicara sehingga kita menyemburkan kata-kata yang sia-sia. Tetapi hendaklah kita mengeluarkan kata-kata yang benar saja. Kata-kata yang berpadanan dengan firmanNya. Seorang hamba Tuhan yang tak dapat dipegang perkataannya pasti tidak akan berhasil dalam pelayanan. Tinggal menunggu waktu saja untuk melihat seseorang rubuh dan hancur jika perkataannya tidak  dapat dipertanggungjawabkan.

3.      Terimalah dengan percaya bahwa perkataan kebenaran yang kita sampaikan, akan bekerja dan menjadi kenyataan. Maka akan ada sebuah kekuatan besar yang sedang bekerja di alam roh ketiak dengan sepenuh hati dan p[ercaya kita memperkatakan kebenaran. FirmanNya tidak akan kembali dengan sia-sia tetapi akan bekerja dan mengerjakan kebenaranitu menjadi mukjizat. Maria pernah berkata kepada malaikat yang memperkatakan kebenaran kepadanya: “Jadilah padaku seperti perkataanmu!” amin

Intisari Khotbah Gembala Sidang, Pdt. Joshua M. Sinaga, S.Th  pada Ibadah Raya Minggu, 21 Mei 2006 di HN Ministries Chapter Induk Semper Jakarta Utara.

Minggu, 09 September 2012

Mengelola Pikiran


MENGELOLA PIKIRAN

“Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” (Roma 12:3)

Mengelola pikiran mungkin suatu hal yang baru, namun sejatinya itu bukanlah perkara baru sama sekali. Setiap saat, saat seorang lahir di bumi ini, ia telah menjalankan pikirannya. Bahkan orang yang gila sekalipun, ia masih mengelola pikirannya, hanya saja ia menjalankannya dengan salah.


Mengelola pikiran adalah hal yang sangat penting. Dalam bahasa aslinya, kata sophroneo (so-fron-eh'-o) bermakna; to be of sound mind. Menggemakan, atau membuat bersuara, ini bermakna menggaungknnya dengan indah pikiran. Terjemahan KJV menyebutknya sebagai: be in right mind, be sober (minded), soberly.

Menggaungkan buah pikiran dengan benar adalah seni menjalankan pikiran yang berdampak positif bagi kehidupan iman. Rasul Paulus menjelaskan bahwa dengan mengelola pikiran, itu akan menghasilkan ukuran iman yang tepat. Kata yang paling tepat untuk menjelaskannya adalah, semakin bijak mengelola pikiran, maka semakin bertumbuhlah iman. Pikiran dan iman itu adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Awal tahun 2010, saya memutuskan untuk mendaftar sebagai Mahasiswa Pascasarjana di Institut Filasafat Teologi dan Kepemimpinan Jaffray Jakarta. Keputusan ini sebenarnya sangat berat karena saya belum memperoleh dukungan sponsor atau beasiswa. Namun, oleh dukungan istri, saya meneguhkan hati untuk melakukannya. Saya diterima sebagai mahasiswa melalui ujian saringan mahasiswa.

Istri saya harus mengatur pengeluaran keuangan dengan bijak agar dapat disisihkan sebagian untuk membayar biaya kuliah. Pada awal perkuliahan terasa sangat berat, namun seiring perjalanan saya pun terbiasa. Saya menetapkandalam hati untuk menyelesaikan study. Tuhan pun mengaruniakan kasihNya dengan mengirimkan orang-orang yang terbeban membantu keuangan.

Pikiran saya berkata, saya tidak mungkin menyelesaikan study di Jaffray. Selain karena tuntutan akademisnya yang berat, saya pun harus memilih antara pelayanan dan studi. Saya hampir menyerah dan mundur. Persoalannya adalah, pada saat yang sama terjadi guncangan hebat dalam pelayanan gereja. Saya mengalami “kudeta” secara tidak etis oleh orang-orang sendiri dan “dibuang” seperti sampah. Tangisan dan air mata waktu peristiwa demisioner kepengurusan selaku sekretaris umum di sinode, sungguh sangat memilukan hati saya.

Namun yang tersisa adalah iman. Didukung oleh para sahabat seperjuangan, seperti Pdm. Antonius Saragih, saya memutuskan untuk meneguhkan hati dan pikiran. Pelayanan dan study harus tetap berjalan. Dukungan dari keluarga pun sangat kuat sehingga tidak lama berselang, saya menemukan kembali kekuatan pikiran dan iman saya.

Sabtu, 8 Agustus 2012. Nama saya dibacakan oleh Puket 1 STT Jaffray sebagai wisudawan terbaik predikat Cum Laude dengan IPK 4,0.  Saya dipersilahkan maju kedepan dan menerima penghargaan akademik yang diserahkan langsung oleh ketua STT Jaffray, DR Yakob Tomatala. Ini menjelaskan kepada saya bahwa pikiran harus tetap dikelola dengan benar, untuk menemukan formasi iman yang sepadan dengannya. Semakin pikiran terurus dengan baik, maka semakin tinggi tingkatan iman. Pencapaian maksimal oleh pikiran yang terkelola dengan benar.

Selamat mengelola pikiran dan menerima iman yang maksimal. Selamat mencapai tingkat kehidupan jasmani dan rohani yang dinamis.