Selasa, 08 Januari 2013

APA YANG DICARI TUHAN?


APA YANG DI CARI ALLAH
1 Korintus 1:18-31

Surat Rasul Paulus ke pada Jemaat Korintus memang sangat “keras”. Palus dengan sangat berani menegur dosa-dosa yang ada dalam jemaat. Walau kita mengenal Jemaat Korintus adalah jemaat yang penuh karunia, namun dosa juga berjangkit demikian hebat di sini. Ini bisa jadi pelajaran bahwa  karunia tidak menjamin seorang bersih? Semakin banyak karunia, kita harus semakin bersandar pada Tuhan agar tidak jatuh dalam jerat Iblis.

Rasul Paulus mengatakan bahwa: “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat,” (1:22) Cita-cita, harapan, obsesi, keinginan, dan hasrat manusia kontras dengan apa yang di cari Allah. Orang Yunani (gentile) menetapkan bahwa segala sesuatu yang tidak masuk akal adalah kebodohan. Termasuk pemberitaan salip Kristus dan kebangkitan orang mati. Bagi orang Yahudi, Salip adalah sebuah batu sandungan karena mereka lebih menghendaki sebuah tanda. Mereka adalah rohaniwan yang legalis. Dikungkung dan dipenjara dalam kerangkeng dogma yang kaku. Paulus mengelompokkan tiga tipikal manusia:

1.      Manusia Duniawi yang diwakili oleh orang Yunani (gentile)

Adalah kelompok manusia yang berhasrat memuaskan keinginan hatinya dengan berbagai-bagai hikmat. Yunani adalah pusat filsafat yang merupakan induk dari semua ilmu pengetahuan. Pemikir-pemikir Yunani seperti Sokrates dan Plato telah membuka cakrawala pemikiran sains modern. Mereka telah memelopori lahirnya pemikir-pemikir modern. Intinya mereka adalah orang-orang genius yang sangat mengandalkan akal budi. Namun kita semua tahu, termasuk para saintis, bahwa sains bahkan tidak dapat menemukan ALLAH yang sejati. Sains tetap gagal bahkan hanya untuk sekedar mengerti jawaban dari pertanyaan-pertanyaan sederhana yang hanya dapat dijawab oleh iman. Misalnya mengapa manusia harus mati? Dimanakah letak sorga. Mengapa menjadi tua? Kemana setelah mati? Dan lain sebagainya. Golongan manusia duniawi mencemooh jawaban iman kristiani, tetapi mereka tetapa tidak dapat menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan sederhana tadi.

2.      Manusia Agamawi yang diwakili oleh orang Yahudi

Adalah kelompok manusia yang terjebak dalam seremonial agama yang mati. Mereka memuja agama lebih dari segalanya. Kelompok ini bahkan mengorbankan Pribadi yang lebih tinggi dari sekedar agama yang seharusnya dipuja demi membela seremonial agamawinya. Paulus memberi contoh orang Farisi yang menolak Kristus yang sejatinya adalah Tuhan atas agama mereka. Israel memang begitu sunguh-sungguh giat dan gigih dalam mempertahankan agamanya, namun sayang tanpa pengertian yang benar. “Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.” Roma 10:2

Manusia agamawi terjebak dalam sandiwara penuh kemunafikan demi mempertahankan status quo. Contoh paling sederhana adalah jenis orang yang pergi ke geraja hanya sekedar menepis pandangan atheis atas dirinya karena di negara ini semua orang wajib punya agama. Yang sedikit lebih parah adalah perkelahian antar pengikut gereja hanya demi mempertahankan dogma yang kaku. Yesus Kristus tidak pernah mendirikan agama. Dia hadir secera universal bagi semua orang. Namun sayang para pengikutNya di zaman ini mengotak-ngotakkan Dia dengan mendirikan pusat-pusat agamawi yang bernama denominasi.

Bagi Orang Duniawi pemberitaan Injil Kristus adalah satu kebodohan, sedangkan bagi orang agamawi adalah sebuah batu sandungan. Batu sandungan yang membuat mereka tak berkutik dan tertunduk malu karena sejatinya mereka bukan menyembah Allah dalam agama tetapi memuja diri mereka sendiri. “tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan,” (1:23)

3.      Manusia ALLAH. “Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan.” (1 Timotius 6:11)

Manusia Allah berarti manusia yang dipenuhi oleh Allah. Mereka memang tetap memiliki akal budi, mereka juga beragama, tetapi manusia Allah menempatkan Allah sebgai pemilik dirinya. Allah baginya lebih tinggi dari akal budi termasuk lebih penting dari agamanya. Manusia Allah melebihi dalam hal hikmat atas orang duniawi dan lebih dalam hal agama dibanding dengan manusia agamawi. Paulus menulis: “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia” (1:25).
Memang manusia Allah menurut ukuran manusia tidak berpengaruh atau tidak terpandang. Ukuran manusia mengatakan bahwa manusia Allah adalah mahluk aneh yang tidak realistis. “Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang.” (1:26) Namun sungguh luar biasa, bahwa dari kelompok yang yang tak berpengaruh atau tak terpandang itu, telah dipilih Tuhan untuk mengacaukan (to confound the wise –KJV) hikmat manusia duniawi. Suatu hari seorang astronout atheis pergi keangkasa hendak mencari Allah dan Surga. Dari ketinggian jutaan mil di angkasa dia melihat betapa agung dan indahnya alam semesta. Setelah pulang ke bumi, dia mengakui keberadaan Allah melalui keagungan ciptaannya yang sungguh tak dapat diurai oleh akal. “Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat,” (1:27)

“to confound the wise”; Mengacaukan hikmat manusia duniawi dan mampermalukan manusia agamawi. Artinya orang-orang bodoh yang di dalam Kristus dapat membungkam hikmat duniawi. Kematian dan kebangkitan Kristus yang adalah inti dari berita Injil membungkan manusia duniawi dan manusia agamawi. Sains tidak dapat menjawab mengapa manusia mati bisa hidup, tetapi manusia Allah dapat memahaminya. Agama tidak dapat menerima kalau Allah menjadi manusia yang bisa mati dan hidup kembali? Namun sungguh luar baisa, itu semua terjadi dan menjadi ciri hidup manusia Allah. Bukankah itu berarti kita yang adalah manusia Allah karena Kristus telah diam dalam kita lebih dari ke dua kelompok manusia tadi?

Jadi walaupun kita tidak dipandang. Walaupun kita menjadi begitu hina dimanata dunia? Namun berbanggalah karena justru kitalah yang telah dipilihNya.”dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti.” (1:28) Kita bangga karena Allah tidak rasial (memandang bulu) seperti kebiasaan manusia duniawi dan manusia agamawi. Allah memanggil kita semua mulai dari yang miskin sampai yang kaya sama adanya. Mengapa? Supaya kita semua merendahkan diri dan tidak ada yang sombong. Karena semua adalah semata-mata kasih karuniaNya. “supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah.” (1:29) Karena  hanya Allah yang layak dimuliakan. “bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin”  (Roma 16:27)

INTISARI Khotbah Pdt. Joshua M. Sinaga, S.Th pada Ibadah Natal dan Ulang Tahun Ke-3 Yayasan Hati Nurani. Jakarta, 29 Januari 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar