APA YANG DI CARI ALLAH
1 Korintus 1:18-31
Surat Rasul Paulus ke pada Jemaat
Korintus memang sangat “keras”. Palus dengan sangat berani menegur dosa-dosa
yang ada dalam jemaat. Walau kita mengenal Jemaat Korintus adalah jemaat yang
penuh karunia, namun dosa juga berjangkit demikian hebat di sini. Ini bisa jadi
pelajaran bahwa karunia tidak menjamin
seorang bersih? Semakin banyak karunia, kita harus semakin bersandar pada Tuhan
agar tidak jatuh dalam jerat Iblis.
Rasul Paulus mengatakan bahwa: “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda
dan orang-orang Yunani mencari hikmat,” (1:22) Cita-cita, harapan, obsesi, keinginan, dan hasrat
manusia kontras dengan apa yang di cari Allah. Orang Yunani (gentile)
menetapkan bahwa segala sesuatu yang tidak masuk akal adalah kebodohan.
Termasuk pemberitaan salip Kristus dan kebangkitan orang mati. Bagi orang
Yahudi, Salip adalah sebuah batu sandungan karena mereka lebih menghendaki
sebuah tanda. Mereka adalah rohaniwan yang legalis. Dikungkung dan dipenjara
dalam kerangkeng dogma yang kaku. Paulus mengelompokkan tiga tipikal manusia:
1.
Manusia Duniawi yang diwakili oleh orang Yunani
(gentile)
Adalah kelompok manusia yang
berhasrat memuaskan keinginan hatinya dengan berbagai-bagai hikmat. Yunani
adalah pusat filsafat yang merupakan induk dari semua ilmu pengetahuan.
Pemikir-pemikir Yunani seperti Sokrates dan Plato telah membuka cakrawala
pemikiran sains modern. Mereka telah memelopori lahirnya pemikir-pemikir
modern. Intinya mereka adalah orang-orang genius yang sangat mengandalkan akal
budi. Namun kita semua tahu, termasuk para saintis, bahwa sains bahkan tidak
dapat menemukan ALLAH yang sejati. Sains tetap gagal bahkan hanya untuk sekedar
mengerti jawaban dari pertanyaan-pertanyaan sederhana yang hanya dapat dijawab
oleh iman. Misalnya mengapa manusia harus mati? Dimanakah letak sorga. Mengapa
menjadi tua? Kemana setelah mati? Dan lain sebagainya. Golongan manusia duniawi
mencemooh jawaban iman kristiani, tetapi mereka tetapa tidak dapat menemukan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan sederhana tadi.
2.
Manusia Agamawi yang diwakili oleh orang Yahudi
Adalah kelompok manusia yang
terjebak dalam seremonial agama yang mati. Mereka memuja agama lebih dari
segalanya. Kelompok ini bahkan mengorbankan Pribadi yang lebih tinggi dari
sekedar agama yang seharusnya dipuja demi membela seremonial agamawinya. Paulus
memberi contoh orang Farisi yang menolak Kristus yang sejatinya adalah Tuhan
atas agama mereka. Israel
memang begitu sunguh-sungguh giat dan gigih dalam mempertahankan agamanya,
namun sayang tanpa pengertian yang benar. “Sebab
aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat
untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.” Roma 10:2
Manusia agamawi terjebak dalam
sandiwara penuh kemunafikan demi mempertahankan status quo. Contoh paling
sederhana adalah jenis orang yang pergi ke geraja hanya sekedar menepis
pandangan atheis atas dirinya karena di negara ini semua orang wajib punya
agama. Yang sedikit lebih parah adalah perkelahian antar pengikut gereja hanya
demi mempertahankan dogma yang kaku. Yesus Kristus tidak pernah mendirikan
agama. Dia hadir secera universal bagi semua orang. Namun sayang para
pengikutNya di zaman ini mengotak-ngotakkan Dia dengan mendirikan pusat-pusat
agamawi yang bernama denominasi.
Bagi Orang Duniawi pemberitaan
Injil Kristus adalah satu kebodohan, sedangkan bagi orang agamawi adalah sebuah
batu sandungan. Batu sandungan yang membuat mereka tak berkutik dan tertunduk
malu karena sejatinya mereka bukan menyembah Allah dalam agama tetapi memuja
diri mereka sendiri. “tetapi kami
memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu
sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan,” (1:23)
3.
Manusia ALLAH. “Tetapi engkau hai manusia Allah,
jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran
dan kelembutan.” (1 Timotius 6:11)
Manusia Allah berarti manusia
yang dipenuhi oleh Allah. Mereka memang tetap memiliki akal budi, mereka juga
beragama, tetapi manusia Allah menempatkan Allah sebgai pemilik dirinya. Allah
baginya lebih tinggi dari akal budi termasuk lebih penting dari agamanya.
Manusia Allah melebihi dalam hal hikmat atas orang duniawi dan lebih dalam hal
agama dibanding dengan manusia agamawi. Paulus menulis: “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar
hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada
manusia” (1:25).
Memang manusia Allah menurut
ukuran manusia tidak berpengaruh atau tidak terpandang. Ukuran manusia
mengatakan bahwa manusia Allah adalah mahluk aneh yang tidak realistis. “Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana
keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang
yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang
terpandang.” (1:26)
Namun sungguh luar biasa, bahwa dari kelompok yang yang tak berpengaruh atau
tak terpandang itu, telah dipilih Tuhan untuk mengacaukan (to confound the wise
–KJV) hikmat manusia duniawi. Suatu hari seorang astronout atheis pergi
keangkasa hendak mencari Allah dan Surga. Dari ketinggian jutaan mil di angkasa
dia melihat betapa agung dan indahnya alam semesta. Setelah pulang ke bumi, dia
mengakui keberadaan Allah melalui keagungan ciptaannya yang sungguh tak dapat
diurai oleh akal. “Tetapi apa yang
bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan
apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat,” (1:27)
“to confound the wise”; Mengacaukan hikmat manusia duniawi dan
mampermalukan manusia agamawi. Artinya orang-orang bodoh yang di dalam Kristus
dapat membungkam hikmat duniawi. Kematian dan kebangkitan Kristus yang adalah
inti dari berita Injil membungkan manusia duniawi dan manusia agamawi. Sains
tidak dapat menjawab mengapa manusia mati bisa hidup, tetapi manusia Allah dapat
memahaminya. Agama tidak dapat menerima kalau Allah menjadi manusia yang bisa
mati dan hidup kembali? Namun sungguh luar baisa, itu semua terjadi dan menjadi
ciri hidup manusia Allah. Bukankah itu berarti kita yang adalah manusia Allah
karena Kristus telah diam dalam kita lebih dari ke dua kelompok manusia tadi?
Jadi walaupun kita tidak
dipandang. Walaupun kita menjadi begitu hina dimanata dunia? Namun berbanggalah
karena justru kitalah yang telah dipilihNya.”dan
apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa
yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti.” (1:28) Kita bangga karena Allah tidak rasial
(memandang bulu) seperti kebiasaan manusia duniawi dan manusia agamawi. Allah
memanggil kita semua mulai dari yang miskin sampai yang kaya sama adanya.
Mengapa? Supaya kita semua merendahkan diri dan tidak ada yang sombong. Karena
semua adalah semata-mata kasih karuniaNya. “supaya
jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah.” (1:29) Karena hanya Allah yang layak dimuliakan. “bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh
hikmat, oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin”
(Roma 16:27)
INTISARI Khotbah Pdt. Joshua M.
Sinaga, S.Th pada Ibadah Natal
dan Ulang Tahun Ke-3 Yayasan Hati Nurani. Jakarta,
29 Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar