Minggu, 06 Januari 2013

ANGGUR YANG BAIK


ANGGUR YANG BAIK
Oleh: Pdt. Joshua Mangiring Sinaga, S.Th

Pandangan mata terasa sangat sejuk menatap pahon-pohon anggur yang berjejer rapi sepanjang alur-alurnya. Beberapa tandan mulai ranun siap untuk di panen. Hal yang sangat dinanti-nantikan oleh para petani adalah saat panen. Kelelahan sepanjang musim bertanam, menyiangi, memupuk, dan merawat terasa hilang begitu musim panen telah tiba. Yang ada adalah sukacita yang melimpah-limpah.

Tetapi sungguh tak dinyana, begitu panen dilakukan, rasa anggur yang  dinanti berbeda dari harapan. Anggur yang seharusnya manis, ternyata asam. Sungguh kecewa hati pemilik kebun. Dalam kekesalan dan kemarahan yang meluap, dia menebas batang-batang anggur. Dia juga merobohkan tiang-tiang penyangga batang-batang anggur. Dia benar-benar telah menghancurkan kebun anggur itu dan hendak menggantinya.


Apa yang masih kurang dan yang belum dilakukan untuk sebuah kebun anggur yang baik? Sang pemilik kebun sudah tau bahwa kebuh itu berada dilereng bukit yang subur. Dia telah mengolah tanahnya dan memisahkan batu-batu yang mengganggu pertumbuhan benih anggur. Dia juga telah memilih untuk menanam hanya benih anggur  pilihan. Dia telah membangun pos penjagaan di tengah-tengah kebun agar terhindar dari ulah orang yang hendak merusak. Dia bahkan telah menyediakan tempat pemerasan anggur jikalau panen kelak tiba. Sesungguhnya dia telah melakukan semua apa yang pantas sebagai petani anggur yang baik. Sayang sekali, ternyata semua itu tidak cukup untuk menghasilkan panen anggur yang baik.

Tahukah saudara bahwa Nabi Yesaya sedang mengumpamakan kita sebagai pohon-pohon anggur dan pemiliknya adalah TUHAN?

“Aku hendak menyanyikan nyanyian tentang kekasihku, nyanyian kekasihku tentang kebun anggurnya: Kekasihku itu mempunyai kebun anggur di lereng bukit yang subur. Ia mencangkulnya dan membuang batu-batunya, dan menanaminya dengan pokok anggur pilihan; ia mendirikan sebuah menara jaga di tengah-tengahnya dan menggali lobang tempat memeras anggur; lalu dinantinya supaya kebun itu menghasilkan buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya ialah buah anggur yang asam. Maka sekarang, hai penduduk Yerusalem, dan orang Yehuda, adililah antara Aku dan kebun anggur-Ku itu.  Apatah lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya? Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, mengapa yang dihasilkannya hanya buah anggur yang asam? Maka sekarang, Aku mau memberitahukan kepadamu apa yang hendak Kulakukan kepada kebun anggur-Ku itu: Aku akan menebang pagar durinya, sehingga kebun itu dimakan habis, dan melanda temboknya, sehingga kebun itu diinjak-injak; Aku akan membuatnya ditumbuhi semak-semak, tidak dirantingi dan tidak disiangi, sehingga tumbuh puteri malu dan rumput; Aku akan memerintahkan awan-awan, supaya jangan diturunkannya hujan ke atasnya. Sebab kebun anggur TUHAN semesta alam ialah kaum Israel, dan orang Yehuda ialah tanam-tanaman kegemaran-Nya; dinanti-Nya keadilan, tetapi hanya ada kelaliman, dinanti-Nya kebenaran tetapi hanya ada keonaran.”  (Yesaya 5:1-7).

Allah telah demikian merawat dan menjaga kita sepanjang hari. Dia bahkan telah menyediakan apa-apa yang perlu untuk pertumbuhan dan kehidupan yang baik. Namun ternyata yang menentukan bukan hanya apakah kita bertumbuh dan berbuah, tetapi lebih dari pada itu, apakah buah yang kita hasilkan BAIK adanya?

Banyak sekali kita diajarkan untuk berbuah, tetapi kita kadang-kadang lupa bahwa tidak cukup untuk berbuah lebat, tetapi buah lebat itu juga harus manis. Artinya, kita tidak seharusnya terlihat begitu dewasa dalam rohani, seperti misalnya kita melayani, kita bahkan menjabat sebagai pelayan, kita aktif dalam kegiatan diakonia, namun sesungguhnya hati kita tidak murni. Kita melayani dengan membawa setumpuk motivasi. Kita sarat dengan kepentingan-kepentingan terselubung. Kita melayani oleh karena kita menginginkan sesuatu. Inilah orang yang kelihatan berbuah lebat tetapi sesungguhnya ketika Tuhan hendak “mencicipi” rasanya sungguh asam.

Jadi selain berbuah, yang sangat penting juga adalah kemurnian hati (Amsal 4:23). Ingatlah bahwa Allah lebih melihat hati dari lahiriah kita. Memang hal-hal yang lahiriah itu akan menjadi sangat manis apabila lahir dan keluar dari hati yang murni dan tulus. Jadi sekarang, perlukah kita menipu diri sendiri dan menjadi kebun anggur yang subur berbuah lebat namun berasa asam? Ataukan kita menjadi kebuh anggur yang subur berbuah lebat dan berbuah manis? Semuanya berpulang kepada kemurnian hati kita. Tapi sungguh sangat jelas, walau pun kita berbuah namun rasanya asam, Tuhan tak segan-sgan menabas dan membuang kita keperapian yang menyala-nyala:

“Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:19-23)`  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar