ANGGUR YANG BAIK
Oleh: Pdt. Joshua Mangiring Sinaga,
S.Th
Pandangan
mata terasa sangat sejuk menatap pahon-pohon anggur yang berjejer rapi
sepanjang alur-alurnya. Beberapa tandan mulai ranun siap untuk di panen. Hal
yang sangat dinanti-nantikan oleh para petani adalah saat panen. Kelelahan
sepanjang musim bertanam, menyiangi, memupuk, dan merawat terasa hilang begitu
musim panen telah tiba. Yang ada adalah sukacita yang melimpah-limpah.
Tetapi
sungguh tak dinyana, begitu panen dilakukan, rasa anggur yang dinanti berbeda dari harapan. Anggur yang
seharusnya manis, ternyata asam. Sungguh kecewa hati pemilik kebun. Dalam
kekesalan dan kemarahan yang meluap, dia menebas batang-batang anggur. Dia juga
merobohkan tiang-tiang penyangga batang-batang anggur. Dia benar-benar telah
menghancurkan kebun anggur itu dan hendak menggantinya.
Apa
yang masih kurang dan yang belum dilakukan untuk sebuah kebun anggur yang baik?
Sang pemilik kebun sudah tau bahwa kebuh itu berada dilereng bukit yang subur.
Dia telah mengolah tanahnya dan memisahkan batu-batu yang mengganggu
pertumbuhan benih anggur. Dia juga telah memilih untuk menanam hanya benih
anggur pilihan. Dia telah membangun pos
penjagaan di tengah-tengah kebun agar terhindar dari ulah orang yang hendak
merusak. Dia bahkan telah menyediakan tempat pemerasan anggur jikalau panen
kelak tiba. Sesungguhnya dia telah melakukan semua apa yang pantas sebagai
petani anggur yang baik. Sayang sekali, ternyata semua itu tidak cukup untuk
menghasilkan panen anggur yang baik.
Tahukah
saudara bahwa Nabi Yesaya sedang mengumpamakan kita sebagai pohon-pohon anggur
dan pemiliknya adalah TUHAN?
“Aku
hendak menyanyikan nyanyian tentang kekasihku, nyanyian kekasihku tentang kebun
anggurnya: Kekasihku itu mempunyai kebun anggur di lereng bukit yang subur. Ia
mencangkulnya dan membuang batu-batunya, dan menanaminya dengan pokok anggur
pilihan; ia mendirikan sebuah menara jaga di tengah-tengahnya dan menggali
lobang tempat memeras anggur; lalu dinantinya supaya kebun itu menghasilkan
buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya ialah buah anggur yang asam.
Maka sekarang, hai penduduk Yerusalem, dan orang Yehuda, adililah antara Aku
dan kebun anggur-Ku itu. Apatah lagi
yang harus diperbuat untuk kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya?
Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, mengapa yang
dihasilkannya hanya buah anggur yang asam? Maka sekarang, Aku mau
memberitahukan kepadamu apa yang hendak Kulakukan kepada kebun anggur-Ku itu:
Aku akan menebang pagar durinya, sehingga kebun itu dimakan habis, dan melanda
temboknya, sehingga kebun itu diinjak-injak; Aku akan membuatnya ditumbuhi
semak-semak, tidak dirantingi dan tidak disiangi, sehingga tumbuh puteri malu
dan rumput; Aku akan memerintahkan awan-awan, supaya jangan diturunkannya hujan
ke atasnya. Sebab kebun anggur TUHAN semesta alam ialah kaum Israel, dan
orang Yehuda ialah tanam-tanaman kegemaran-Nya; dinanti-Nya keadilan, tetapi
hanya ada kelaliman, dinanti-Nya kebenaran tetapi hanya ada keonaran.” (Yesaya 5:1-7).
Allah
telah demikian merawat dan menjaga kita sepanjang hari. Dia bahkan telah
menyediakan apa-apa yang perlu untuk pertumbuhan dan kehidupan yang baik. Namun
ternyata yang menentukan bukan hanya apakah kita bertumbuh dan berbuah, tetapi
lebih dari pada itu, apakah buah yang kita hasilkan BAIK adanya?
Banyak
sekali kita diajarkan untuk berbuah, tetapi kita kadang-kadang lupa bahwa tidak
cukup untuk berbuah lebat, tetapi buah lebat itu juga harus manis. Artinya,
kita tidak seharusnya terlihat begitu dewasa dalam rohani, seperti misalnya
kita melayani, kita bahkan menjabat sebagai pelayan, kita aktif dalam kegiatan
diakonia, namun sesungguhnya hati kita tidak murni. Kita melayani dengan
membawa setumpuk motivasi. Kita sarat dengan kepentingan-kepentingan terselubung.
Kita melayani oleh karena kita menginginkan sesuatu. Inilah orang yang
kelihatan berbuah lebat tetapi sesungguhnya ketika Tuhan hendak “mencicipi”
rasanya sungguh asam.
Jadi
selain berbuah, yang sangat penting juga adalah kemurnian hati (Amsal 4:23). Ingatlah bahwa Allah lebih
melihat hati dari lahiriah kita. Memang hal-hal yang lahiriah itu akan menjadi
sangat manis apabila lahir dan keluar dari hati yang murni dan tulus. Jadi
sekarang, perlukah kita menipu diri sendiri dan menjadi kebun anggur yang subur
berbuah lebat namun berasa asam? Ataukan kita menjadi kebuh anggur yang subur
berbuah lebat dan berbuah manis? Semuanya berpulang kepada kemurnian hati kita.
Tapi sungguh sangat jelas, walau pun kita berbuah namun rasanya asam, Tuhan tak
segan-sgan menabas dan membuang kita keperapian yang menyala-nyala:
“Dan
setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang
ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Bukan setiap
orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga,
melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir
banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi
nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi
nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan
berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian
pembuat kejahatan!" (Matius 7:19-23)`
Tidak ada komentar:
Posting Komentar