Selasa, 04 Juni 2013

MUKJIZAT di Balik PENDERITAAN



MUKJIZAT di Balik PENDERITAAN
~I Samuel 1-18~

Banyak orang, terlebih orang beragama, menafsirkan penderitaan selalu adalah akibat DOSA. Kebanyakan kita bahkan sering menghakimi dalam hati penderitaan seseorang akibat kejahatannya.  Bukankah dunia sains juga mengajarkan bahwa aksi selalu menghasilkan reaksi? Orang-orang yang mendengarkan khotbah Yesus pun juga berpikiran bahwa akibat dosa dan kejahatanlah orang-orang Galilea ditindas Pilatus dengan sangat kejam: “Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: "Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian."  (Lukas 13:1-5)


Agama memang sering bertindak seperti algojo yang melindas tanpa ampun. Itulah sebabnya, Yesus tidak datang untuk mendirikan agama, karena agama tidak dapat menyelamatkan. Agama hanya dapat mengurus hal-hal lahiriah dan sama sekali tidak dapat membawa keselamatan.

Demikian hanya dengan tradisi. Tradisi adalah pelengkap agama yang kerapkali sangat kejam mengintimidasi dan membelengu penganutnya. Contohnya Hana yang malang karena kedapatan mandul. 1:6 “Tetapi madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena TUHAN telah menutup kandungannya.”  Tradisi Israel turun temurun  memandang rendah perempuan mandul karena dianggap membawa aib bagi keluarga: “Ia menjarahi perempuan mandul, yang tidak beranak, dan tidak berbuat baik terhadap seorang janda,” (Ayub 24:21) Tradisi juga diskriminatif dan tidak adil terhadap perempuan mandul: “Pada hari Elkana mempersembahkan korban, diberikannyalah kepada Penina, isterinya, dan kepada semua anaknya yang laki-laki dan perempuan masing-masing sebagian. Meskipun ia mengasihi Hana, ia memberikan kepada Hana hanya satu bagian, sebab TUHAN telah menutup kandungannya.” (4 -5)
Dalam kontek budaya sekelompok sub suku Batak, perceraian dan poligami ditoleransi jika seorang perempuan mandul dan atau tidak dapat memberikan seorang anak laki-laki dalam sebuah keluarga. Inilah penistaan terhadap firman Tuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang menganut agama dan tradisi secara sinergi. Mereka adalah orang-orang yagn beragama, namun yang juga mengingkari kaidah agama demi alasan sinergi yang sejatinya tak lebih dari persekongkolan yang penuh kemunafikan.

Jadi jika agama bahkan tidak dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan benar, apakah jalan keluarnya? Kita mempelajari seorang Hana. Seorang perempuan mandul yang harus rela dimadu dan bahkan diintimidasi sang madu. Hana adalah istri pertama namun sungguh malang dia ditindas oleh madunya karena tidak dapat memberikan anak pada suaminya. Namun sungguh luar biasa, Hana dapat keluar dari penistaan akibat tradisi dan kemunafikan kaum beragama ini. Marilah kita mempelajari teladan Hana yang menjadi pelajaran rohani yang menggetarkan bagi kita diakhir zaman ini. Bagaimana kuncinya sehingga Hana keluar dari penistaan tradisi dan kemunafikan kaum beragama dan menerima mukjizat?

1.                  Hana seorang yang pegang teguh komitmen.

Kita baca Hana bernazar kepada Tuhan: “Kemudian bernazarlah ia, katanya: "TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya.” (11) Kita tahu, ketika Tuhan menjawab doanya Hana menepati komitmennya: “Setelah perempuan itu menyapih anaknya, dibawanyalah dia, dengan seekor lembu jantan yang berumur tiga tahun, satu efa tepung dan sebuyung anggur, lalu diantarkannya ke dalam rumah TUHAN di Silo. Waktu itu masih kecil betul kanak-kanak itu. Setelah mereka menyembelih lembu, mereka mengantarkan kanak-kanak itu kepada Eli; lalu kata perempuan itu: "Mohon bicara tuanku, demi tuanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku untuk berdoa kepada TUHAN. Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN." Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada TUHAN.” (1:24-28). Jadi poin pertama untuk menerima mukjizat ketika kita sedang bergumul dalam penderitaan adalah keteguhan komitmen. Jangan berubah ketika keadaan menjadi lebih baik dan segera lupa janji. Manusia memang sering berjanji dan paling suka melupakannya. Bukankah seorang  telah menyanyikan, memang lidah tak bertulang?

2.                  Hana seorang yang sungguh-sungguh

Hana adalah seorang perempuan yang sungguh-sungguh: “Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan itu; dan karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka perempuan itu mabuk.” (12-13). Hana seorang yang tekun dan tidak gampang menyerah. Kita melihat Hana tidak pernah menyerah tetapi justru semakin bertekun ketika tekanan menghimpitnya bahkan dari kalangan agamawi: “Lalu kata Eli kepadanya: "Berapa lama lagi engkau berlaku sebagai orang mabuk? Lepaskanlah dirimu dari pada mabukmu."  (14) Tekanan adalah sebuah energi untuk mengeluarkan identitas sejati kita. Untuk meraih mukjizat dalam kubangan derita adalah kesungguhan. Jangan menyerah walau tekanan berat bahkan mungkin dari orang yang kita harapkan akan mendukung tetapi malah sebaliknya menindas kita. seperti Hana yang tidak mau menyerah ketika diintimidasi oleh Imam Eli. 

3.                  Hana seorang yang TULUS HATI

Hana seorang yang terbuka dan tulus tanpa tameng. Hana tidak mencoba bersandiwara dihadapan Imam Eli. Hana membuka isi hatinya dan tidak mencoba menutupi sesuatu seperti kebiasaan sebagian besar kita. kebenaran yang kita singgkapkan seringkali hanya sebagian sementara yang tersisa begitu abu-abu. Kita tahu bahwa penyakit rohani yang paling mematikan dan menjalar tak terkendali seperti kanker adalah KEMUNAFIKAN. Hana tulus dihadapan manusia dan dihadapan Tuhan: “Tetapi Hana menjawab: "Bukan, tuanku, aku seorang perempuan yang sangat bersusah hati; anggur ataupun minuman yang memabukkan tidak kuminum, melainkan aku mencurahkan isi hatiku di hadapan TUHAN.” (15) Hana terbuka dan tidak mencoba bersandiwara dengan mencurahkan segala isi hatinya: “Janganlah anggap hambamu ini seorang perempuan dursila; sebab karena besarnya cemas dan sakit hati aku berbicara demikian lama.” (16)

4.                  Hana seorang yang PERCAYA pada firman ALLAH

Nubuat yang disampaikan oleh Imam Eli adalah rhema yang dipercaya dengan IMAN TEGUH oleh HANA: “Jawab Eli: "Pergilah dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau minta dari pada-Nya." (17) Ketika Imam Eli menyampaikan nubuat, Hana menagkapnya dengan iman dan memegangnya teguh dalam sukacita. Bukankah Yesus telah berfirman: “Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” (Markus 11:24) Hana Percaya dan menyambutnya dengan SUKACITA. Awalnya Hana murung, tetapi setelah mendengar firmanNya, wajahnya menjadi cerah oleh sukacita: “Sesudah itu berkatalah perempuan itu: "Biarlah hambamu ini mendapat belas kasihan dari padamu." Lalu keluarlah perempuan itu, ia mau makan dan mukanya tidak muram lagi.” (18) Sepatutnyalah kita menerima firman dengan pencaya dalam sukacita dan kita akan melihat mukjizat. Kita akan melihat kemdulan kita berlalu dan kita melahirkan samuel-samuel dalam hidup kita. yaitu samuel yang bisa berbicara tentang  kelhairan anak dalam arti alamiah atau juga kelahiran kesberhasilan dalam kehidupan, karir, rumah tangga, pelayanan, dan hal apapun di dalam hidup kita. amen.

||||||||||INITISARI Khotbah Pdt. Joshua Mangiring SINAGA, S.Th dalam Ibadah Raya Hati Nurani Ministries Chapter Induk Semper Jakarta Utara. Minggu: 4 November 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar