MUKJIZAT di Balik PENDERITAAN
~I
Samuel 1-18~
Banyak orang,
terlebih orang beragama, menafsirkan penderitaan selalu adalah akibat DOSA.
Kebanyakan kita bahkan sering menghakimi dalam hati penderitaan seseorang
akibat kejahatannya. Bukankah dunia
sains juga mengajarkan bahwa aksi selalu menghasilkan reaksi? Orang-orang yang
mendengarkan khotbah Yesus pun juga berpikiran bahwa akibat dosa dan
kejahatanlah orang-orang Galilea ditindas Pilatus dengan sangat kejam: “Pada waktu itu datanglah
kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang
darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan.
Yesus menjawab mereka: "Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar
dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami
nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu
semua akan binasa atas cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang
mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan
semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi
jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara
demikian." (Lukas
13:1-5)
Agama memang sering bertindak seperti
algojo yang melindas tanpa ampun. Itulah sebabnya, Yesus tidak datang untuk
mendirikan agama, karena agama tidak dapat menyelamatkan. Agama hanya dapat
mengurus hal-hal lahiriah dan sama sekali tidak dapat membawa keselamatan.
Demikian hanya dengan tradisi. Tradisi
adalah pelengkap agama yang kerapkali sangat kejam mengintimidasi dan
membelengu penganutnya. Contohnya Hana yang malang karena kedapatan mandul. 1:6
“Tetapi madunya
selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena TUHAN telah menutup
kandungannya.”
Tradisi Israel turun temurun
memandang rendah perempuan mandul karena dianggap membawa aib bagi
keluarga: “Ia menjarahi perempuan mandul, yang tidak beranak, dan
tidak berbuat baik terhadap seorang janda,” (Ayub 24:21) Tradisi
juga diskriminatif dan tidak adil terhadap perempuan mandul: “Pada hari Elkana
mempersembahkan korban, diberikannyalah kepada Penina, isterinya, dan kepada
semua anaknya yang laki-laki dan perempuan masing-masing sebagian. Meskipun ia
mengasihi Hana, ia memberikan kepada Hana hanya satu bagian, sebab TUHAN telah
menutup kandungannya.” (4 -5)
Dalam kontek budaya sekelompok sub suku
Batak, perceraian dan poligami ditoleransi jika seorang perempuan mandul dan
atau tidak dapat memberikan seorang anak laki-laki dalam sebuah keluarga.
Inilah penistaan terhadap firman Tuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang
menganut agama dan tradisi secara sinergi. Mereka adalah orang-orang yagn
beragama, namun yang juga mengingkari kaidah agama demi alasan sinergi yang
sejatinya tak lebih dari persekongkolan yang penuh kemunafikan.
Jadi jika agama
bahkan tidak dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan benar, apakah jalan
keluarnya? Kita mempelajari seorang Hana. Seorang perempuan mandul yang harus
rela dimadu dan bahkan diintimidasi sang madu. Hana adalah istri pertama namun
sungguh malang dia ditindas oleh madunya karena tidak dapat memberikan anak
pada suaminya. Namun sungguh luar biasa, Hana dapat keluar dari penistaan
akibat tradisi dan kemunafikan kaum beragama ini. Marilah kita mempelajari
teladan Hana yang menjadi pelajaran rohani yang menggetarkan bagi kita diakhir
zaman ini. Bagaimana kuncinya sehingga Hana keluar dari penistaan tradisi dan
kemunafikan kaum beragama dan menerima mukjizat?
1.
Hana seorang yang pegang
teguh komitmen.
Kita baca Hana bernazar kepada Tuhan: “Kemudian bernazarlah ia,
katanya: "TUHAN
semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini
dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan
kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada
TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya.” (11) Kita tahu, ketika Tuhan menjawab doanya Hana menepati
komitmennya: “Setelah
perempuan itu menyapih anaknya, dibawanyalah dia, dengan seekor lembu jantan
yang berumur tiga tahun, satu efa tepung dan sebuyung anggur, lalu
diantarkannya ke dalam rumah TUHAN di Silo. Waktu itu masih kecil betul
kanak-kanak itu. Setelah mereka menyembelih lembu, mereka mengantarkan
kanak-kanak itu kepada Eli; lalu kata perempuan itu: "Mohon bicara tuanku,
demi tuanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku
untuk berdoa kepada TUHAN. Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN
telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun
menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada
TUHAN." Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada TUHAN.” (1:24-28). Jadi poin pertama untuk menerima mukjizat ketika kita
sedang bergumul dalam penderitaan adalah keteguhan komitmen. Jangan berubah
ketika keadaan menjadi lebih baik dan segera lupa janji. Manusia memang sering
berjanji dan paling suka melupakannya. Bukankah seorang telah menyanyikan, memang lidah tak
bertulang?
2.
Hana seorang yang
sungguh-sungguh
Hana adalah seorang perempuan yang sungguh-sungguh: “Ketika perempuan itu
terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan
itu; dan karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja
bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka perempuan
itu mabuk.” (12-13). Hana seorang yang tekun dan tidak
gampang menyerah. Kita melihat Hana tidak pernah menyerah tetapi justru semakin
bertekun ketika tekanan menghimpitnya bahkan dari kalangan agamawi: “Lalu kata Eli kepadanya:
"Berapa lama lagi engkau berlaku sebagai orang mabuk? Lepaskanlah dirimu
dari pada mabukmu." (14) Tekanan adalah sebuah energi untuk
mengeluarkan identitas sejati kita. Untuk meraih mukjizat dalam kubangan derita
adalah kesungguhan. Jangan menyerah walau tekanan berat bahkan mungkin dari
orang yang kita harapkan akan mendukung tetapi malah sebaliknya menindas kita.
seperti Hana yang tidak mau menyerah ketika diintimidasi oleh Imam Eli.
3.
Hana seorang yang TULUS
HATI
Hana seorang yang terbuka dan tulus tanpa tameng. Hana tidak mencoba
bersandiwara dihadapan Imam Eli. Hana membuka isi hatinya dan tidak mencoba
menutupi sesuatu seperti kebiasaan sebagian besar kita. kebenaran yang kita
singgkapkan seringkali hanya sebagian sementara yang tersisa begitu abu-abu.
Kita tahu bahwa penyakit rohani yang paling mematikan dan menjalar tak
terkendali seperti kanker adalah KEMUNAFIKAN. Hana tulus dihadapan manusia dan
dihadapan Tuhan: “Tetapi
Hana menjawab: "Bukan, tuanku, aku seorang perempuan yang sangat bersusah
hati; anggur ataupun minuman yang memabukkan tidak kuminum, melainkan aku
mencurahkan isi hatiku di hadapan TUHAN.” (15) Hana
terbuka dan tidak mencoba bersandiwara dengan mencurahkan segala isi hatinya: “Janganlah anggap hambamu ini
seorang perempuan dursila; sebab karena besarnya cemas dan sakit hati aku
berbicara demikian lama.” (16)
4.
Hana seorang yang
PERCAYA pada firman ALLAH
Nubuat yang disampaikan oleh Imam
Eli adalah rhema yang dipercaya dengan IMAN TEGUH oleh HANA: “Jawab Eli: "Pergilah
dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau minta
dari pada-Nya." (17) Ketika Imam Eli menyampaikan
nubuat, Hana menagkapnya dengan iman dan memegangnya teguh dalam sukacita.
Bukankah Yesus telah berfirman: “Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta
dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan
diberikan kepadamu.” (Markus 11:24) Hana Percaya dan
menyambutnya dengan SUKACITA. Awalnya Hana murung, tetapi setelah mendengar
firmanNya, wajahnya menjadi cerah oleh sukacita: “Sesudah itu berkatalah perempuan itu:
"Biarlah hambamu ini mendapat belas kasihan dari padamu." Lalu
keluarlah perempuan itu, ia mau makan dan mukanya tidak muram lagi.” (18) Sepatutnyalah kita menerima firman dengan pencaya dalam
sukacita dan kita akan melihat mukjizat. Kita akan melihat kemdulan kita
berlalu dan kita melahirkan samuel-samuel dalam hidup kita. yaitu samuel yang
bisa berbicara tentang kelhairan anak
dalam arti alamiah atau juga kelahiran kesberhasilan dalam kehidupan, karir,
rumah tangga, pelayanan, dan hal apapun di dalam hidup kita. amen.
||||||||||INITISARI Khotbah Pdt. Joshua
Mangiring SINAGA, S.Th dalam Ibadah Raya Hati Nurani Ministries Chapter Induk
Semper Jakarta Utara. Minggu: 4 November 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar