Minggu, 05 Mei 2013

MATA AIR KEHIDUPAN


MATA AIR KEHIDUPAN
Oleh: Ps Joshua Mangiring Sinaga

Hati adalah sebuah telaga yang mamancarkan air kehidupan. Jika hati baik maka air segar yang memancar, jika tidak maka air yang beracun yang mengalir. Amsal  27:19 “Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu.” Orang-orang boleh bersandiwara dan menjadi aktor kawakan, namun sejatinya orang-orang tak bisa menipu Tuhan dan dirinya sendiri. Bagaimana hati seseorang, begitulah adanya dirinya.


Hati adalah sebuah organ dalam vertebrata, termasuk manusia. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.

Leb, Labe: לִבֶּ֑ךָ  (Pro 4:23 WTT) dalam bahasa Ibrani yang dijelaskan dalam Strong sebagai:  the heart; widely for the feelings, the will and even the intellect; likewise for the centre of anything:  Jadi, hati adalah pusat pribadi seorang manusia sehingga setiap orang pula diingatkan untuk menjaganya. Setiap orang bertanggungjawab untuk menjaga hati masing-masing. Salomo mengatakan bahwa: “Keep thy heart with all diligence; for out of it are the issues of life.” –KJV. Amsal  4:23 “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.”

Ini menjelaskan kepada kita bahwa hati adalah pusat hidup seorang manusia. Hati menentukan takaran seseorang dimata Tuhan. Kalau manusia terjebak oleh mata jasmaniah yang terpesona oleh penampilan fisik, maka Tuhan justru melihat hati dan tidak terpengaruh dengan penampilan jasmani. Seperti firman Tuhan berikut: Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." ( I Samuel 16:7)

Mari kita belajar dua pribadi yang sangat berbeda berikut ini. Seorang telah berhasil menjaga hatinya dengan jalan membukanya untuk mentaati Allah. Sementara seorang lain, memilih untuk mengeraskan hatinya sehingga hati menjadi kaku dan berujung pada kebinasaan. Mereka itu adalah Raja Daud yang menjaga hati dengan memilih untuk taat kepada firman Tuhan sehingga memperoleh kehidupan yang sukses dalam segala hal, dan Firaun yang memilih untuk mengeraskan hati dan berujung pada kehancuran dan kebinasaannya.

  1. Raja Firaun

Dalam Buku Keluaran  9:12 kita membaca: “Tetapi TUHAN mengeraskan hati Firaun, sehingga ia tidak mendengarkan mereka -seperti yang telah difirmankan TUHAN kepada Musa.” Apa tanggung jawab Firaun jika benar Allah yang merekayasa dengan cara mengeraskan hatinya? Benarkah Allah yang merekayasa itu dengan tidak beralasan? Pertanyaan ini menjadi sangat penting karena seolah-olah Firaun hanyalah boneka mainannya Tuhan. Apakah benar demikian?

Mari kita mundur sedikit kepada pasal sebelumnya yaitu Keluaran  7:13, “Tetapi hati Firaun berkeras, sehingga tidak mau mendengarkan mereka keduanya -seperti yang telah difirmankan TUHAN.” Ayat ini menunjuk bahwa Firaun yang memilih untuk mengeraskan hati dan kemudian Allah “membiarkannya”. Manusia diberikan hak untuk memilih taat atau memberontak dan Firaun memilih untuk memberontak dan melawan Allah.  Ada tahapan dimana Allah akan membiarkan seseorang mengikuti kekerasan hatinya dengan maksud untuk menyatakan siapa diri Allah yang sebenarnya. Allah membiarkan Firaun dan Mesir mengeraskan hati agar akhirnya mereka mengenal siapa Allah Israel. Firaun dan Mesir pun binasa dalam kekeran hati mereka. Dan demikian juga dengan manusia, semua manusia diijinkan Tuhan mengikuti kekerasan hatinya agar suatu saat kelak mereka mengenal Allah dan memuliakan namaNya.

  1. Raja Daud

I Raja-raja  8:58 mencatat: “tetapi hendaklah dicondongkan-Nya hati kita kepada-Nya untuk hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, dan untuk tetap mengikuti segala perintah-Nya dan ketetapan-Nya dan peraturan-Nya yang telah diperintahkan-Nya kepada nenek moyang kita.”

Suatu kali Daud ternyata bersalah dan mendapat teguran keras dari Allah melalui Nabi Natan, Daud mengakuinya dan berdoa. Ia mengakui dosa perjinahan dan pembunuhan konspiratif yagn dirancangnya. Itu adalah suatu kejahatan yang serius dimata Tuhan dan Tuhan berketetapan untuk menghukum Daud. Sikap Daud adalah mengaku dengan kerendahan hati tanpa berusaha berkelit atau negosiasi. Daud hanya memilih untuk mengaku dan merelakan dirinya untuk dipulihkan oleh Tuhan. Ini suatu sikap yang sangat mulia karena seorang raja besar sekaliber Daud, dengan kerendahan hati membuka hatinya dihadapan bahkan para bawahannya: Mazmur  119:112: “Telah kucondongkan hatiku untuk melakukan ketetapan-ketetapan-Mu, untuk selama-lamanya, sampai saat terakhir.” Maka Allah memulihkan Daud dan memberkati keturunannya. Bahkan Yesus Kristus disebut sebagai Anak Daud.

Jadi, kita mempunyai tanggung jawab untuk mengendalikan aliran sungai hati kita. Firaun memilih untuk mengeraskan hatinya sehingga Tuhan pun membiarkan ia binasa dalam kekerasan hatinya. Orang-orang yang mengeraskan hatinya dengan menolak firmanNya, dimanapun berada akan tetap binasa. Jika kita memilih untuk mengeraskan hati dengan mengikuti kemauan hati kita yang jahat, maka kita juga bisa dibiarkan menjadi binasa.

Jika kita membuka hati kita mengikuti Tuhan, maka air segar akan memancar. Saat kita mengisi hati kita dengan ketaatan kepadaNya, kita akan menerima aliran air kehidupan yang menuntun kita pada kehidupan yang berlimp-ah dengan damai sejahtera. Dan hidup kita akan melimpah dengan berkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar