MATA AIR KEHIDUPAN
Oleh: Ps Joshua
Mangiring Sinaga
Hati adalah sebuah telaga yang mamancarkan air kehidupan.
Jika hati baik maka air segar yang memancar, jika tidak maka air yang beracun
yang mengalir. Amsal 27:19 “Seperti air
mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu.”
Orang-orang boleh bersandiwara dan menjadi aktor kawakan, namun sejatinya
orang-orang tak bisa menipu Tuhan dan dirinya sendiri. Bagaimana hati
seseorang, begitulah adanya dirinya.
Hati adalah sebuah organ dalam
vertebrata, termasuk manusia. Organ ini memainkan peran penting dalam
metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan
glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi
bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan
hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati,
hepar.
Leb, Labe: לִבֶּ֑ךָ (Pro 4:23 WTT)
dalam bahasa Ibrani yang dijelaskan dalam Strong sebagai: the
heart; widely for the feelings, the will and even the intellect; likewise for
the centre of anything: Jadi, hati
adalah pusat pribadi seorang manusia sehingga setiap orang pula diingatkan
untuk menjaganya. Setiap orang bertanggungjawab untuk menjaga hati
masing-masing. Salomo mengatakan bahwa: “Keep
thy heart with all diligence; for out of it are the issues of life.” –KJV. Amsal 4:23 “Jagalah hatimu dengan segala
kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.”
Ini menjelaskan kepada kita bahwa
hati adalah pusat hidup seorang manusia. Hati menentukan takaran seseorang
dimata Tuhan. Kalau manusia terjebak oleh mata jasmaniah yang terpesona oleh
penampilan fisik, maka Tuhan justru melihat hati dan tidak terpengaruh dengan
penampilan jasmani. Seperti firman Tuhan berikut: Tetapi berfirmanlah TUHAN
kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi,
sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;
manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." ( I
Samuel 16:7)
Mari kita belajar dua pribadi
yang sangat berbeda berikut ini. Seorang telah berhasil menjaga hatinya dengan
jalan membukanya untuk mentaati Allah. Sementara seorang lain, memilih untuk
mengeraskan hatinya sehingga hati menjadi kaku dan berujung pada kebinasaan.
Mereka itu adalah Raja Daud yang menjaga hati dengan memilih untuk taat kepada
firman Tuhan sehingga memperoleh kehidupan yang sukses dalam segala hal, dan
Firaun yang memilih untuk mengeraskan hati dan berujung pada kehancuran dan
kebinasaannya.
- Raja Firaun
Dalam Buku Keluaran
9:12 kita membaca: “Tetapi TUHAN mengeraskan hati Firaun, sehingga ia
tidak mendengarkan mereka -seperti yang telah difirmankan TUHAN kepada Musa.” Apa
tanggung jawab Firaun jika benar Allah yang merekayasa dengan cara mengeraskan
hatinya? Benarkah Allah yang merekayasa itu dengan tidak beralasan? Pertanyaan
ini menjadi sangat penting karena seolah-olah Firaun hanyalah boneka mainannya
Tuhan. Apakah benar demikian?
Mari kita mundur sedikit kepada pasal sebelumnya yaitu Keluaran 7:13, “Tetapi hati Firaun berkeras, sehingga
tidak mau mendengarkan mereka keduanya -seperti yang telah difirmankan TUHAN.” Ayat
ini menunjuk bahwa Firaun yang memilih untuk mengeraskan hati dan kemudian
Allah “membiarkannya”. Manusia diberikan hak untuk memilih taat atau
memberontak dan Firaun memilih untuk memberontak dan melawan Allah. Ada
tahapan dimana Allah akan membiarkan seseorang mengikuti kekerasan hatinya
dengan maksud untuk menyatakan siapa diri Allah yang sebenarnya. Allah
membiarkan Firaun dan Mesir mengeraskan hati agar akhirnya mereka mengenal
siapa Allah Israel.
Firaun dan Mesir pun binasa dalam kekeran hati mereka. Dan demikian juga dengan
manusia, semua manusia diijinkan Tuhan mengikuti kekerasan hatinya agar suatu
saat kelak mereka mengenal Allah dan memuliakan namaNya.
- Raja Daud
I Raja-raja 8:58 mencatat: “tetapi hendaklah
dicondongkan-Nya hati kita kepada-Nya untuk hidup menurut segala jalan yang
ditunjukkan-Nya, dan untuk tetap mengikuti segala perintah-Nya dan
ketetapan-Nya dan peraturan-Nya yang telah diperintahkan-Nya kepada nenek
moyang kita.”
Suatu kali Daud ternyata bersalah
dan mendapat teguran keras dari Allah melalui Nabi Natan, Daud mengakuinya dan
berdoa. Ia mengakui dosa perjinahan dan pembunuhan konspiratif yagn
dirancangnya. Itu adalah suatu kejahatan yang serius dimata Tuhan dan Tuhan
berketetapan untuk menghukum Daud. Sikap Daud adalah mengaku dengan kerendahan
hati tanpa berusaha berkelit atau negosiasi. Daud hanya memilih untuk mengaku
dan merelakan dirinya untuk dipulihkan oleh Tuhan. Ini suatu sikap yang sangat
mulia karena seorang raja besar sekaliber Daud, dengan kerendahan hati membuka
hatinya dihadapan bahkan para bawahannya: Mazmur 119:112: “Telah kucondongkan hatiku untuk
melakukan ketetapan-ketetapan-Mu, untuk selama-lamanya, sampai saat terakhir.” Maka
Allah memulihkan Daud dan memberkati keturunannya. Bahkan Yesus Kristus disebut
sebagai Anak Daud.
Jadi, kita mempunyai tanggung
jawab untuk mengendalikan aliran sungai hati kita. Firaun memilih untuk
mengeraskan hatinya sehingga Tuhan pun membiarkan ia binasa dalam kekerasan
hatinya. Orang-orang yang mengeraskan hatinya dengan menolak firmanNya,
dimanapun berada akan tetap binasa. Jika kita memilih untuk mengeraskan hati
dengan mengikuti kemauan hati kita yang jahat, maka kita juga bisa dibiarkan
menjadi binasa.
Jika kita membuka hati kita
mengikuti Tuhan, maka air segar akan memancar. Saat kita mengisi hati kita
dengan ketaatan kepadaNya, kita akan menerima aliran air kehidupan yang
menuntun kita pada kehidupan yang berlimp-ah dengan damai sejahtera. Dan hidup
kita akan melimpah dengan berkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar