KEPEMIMPINAN YANG SEJATI
Oleh: Ps Joshua Mangiring Sinaga, M.Th
Banyak sekali pengertian
yang dapat diberikan dalam mengartikan kepemimpinan. Mulai dari sekuler liberal
hingga konserpatif tradisional. Sekuler liberal menekankan kepada sebuah konsep
yang modern mutakhir, sedangkan konserpatif primitif berorientasi kepada pemikiran kuno. Apapun itu tidaklah menjadi
soal karena pengertian-pengertian itu akan membuat kita lebih memahami apa itu
kepemimpinan yang sejati menurut Alkitab.
Tuhan Yesus sebagai pemimpin
yang pokok telah memberikan pengertian yang menggugah prinsif kepemimpinan yang
dianut selama ini. Yesus telah memberikan teladan kepemimpinan yang sejati
selama kurang lebih 3 setengah tahun masa pelayananNya. Inilah pengertian yang
paling luar biasa yang pernah kita dengarkan dari arti kepemimpinan. “Barangsiapa
terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” (Matius 23:11).
Kepemimpinan menurut Tuhan Yesus adalah PENGHAMBAAN. (Leadership is
Servanthood).
Pada perjamuan akhir, Tuhan
Yesus mempraktekkan bentuk penghambaan seorang pemimpin dengan cara membasuh
kaki para rasulNya. “Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan
jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada
pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai
membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada
pinggang-Nya itu.”
(Yohanes 13:4-5) Untuk mengetahui betapa sangat rendahnya seorang yang membasuh
kaki orang lain, kita harus mengerti tradisi Yudaisme. Dalam tradisi Yudaisme,
orang yang membasuh kaki adalah hamba sahaja. Tradisi membasuh kaki ini
dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang lebih mulia. Membasuh
kaki hanya dilakukan oleh para hamba terhadap tuannya. Itulah makanya Petrus
keberatan ketika Yesus hendak membasuh kakinya (Yohanes 13:8).
Kita semua jadi mengerti bahwa Kristus telah merontokkan pengertian
sekuler tentang kepemimpinan. Seorang pemimpin menurutNya adalah seorang
pelayan bagi sesamanya. Kalau orang sekuler liberal berusaha untuk menjaga
posisinya sebagai boss di mata bawahannya, pemimpin kristiani yang sejati
justru mengulurkan tangannya dan memberi diri menjadi pelayan bagi sesamanya.
Inilah konsep kepemimpinan sejati yang menjurkirbalikkan prinsip kepemimpinan
sekuler liberal yang diangung-agungkan oleh komunitas modern. “Tetapi Yesus
memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah
bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar
menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.” (Matius 20:25)
Namun kita tentu
harus mengerti apa kuncinya seorang dapat menjadi pemimpin yang sejati. Kita
membaca: “Yesus
tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia
datang dari Allah dan kembali kepada Allah.” (Yohanes 13:3). Penghambaan dimulai dengan seorang pemimpin yang
KOKOH.
Mengapa Yesus
dapat menjadi sosok pemimpin dalam penghambaan? Jawabannya adalah karena Dia
adalah pemimpin yang KOKOH. Kita belajar bahwa Tuhan Yesus mengetahui
posisiNya, namun dengan rela Ia tidak memamerkan. Kita mengerti bahwa Dialah
pemilik segala sesuatunya. Dia berkuasa sepenuhnya baik atas bumi dan surga.
Namun dengan sangat rendah hati tidak mengekspos posisiNya. Yesus memahami
panggilanNya, dan Dia dengan setia pada panggilanNya. Dia tidak merasa tidak
nyaman dan berubah ketika berbagai kesukaran menekan posisi kepemimpian-Nya.
Dia dengan setia menyelesaikan seluruh panggilanNya.Yesus mengerti masa
depanNya dan dengan dengan rela menyerah untuk tujuan. Dia sangat paham apa
yang menjadi tujuanNya turun ke bumi dan dengan rela melalui semua hal yang
harus dialamiNya. Dia setia sampai mati di kayu salip. Dia telah setia sampai
titik akhir. Dia setia sampai finish.
Jadi pemimpin yang
sejati adalah:
- Pemimpin yang melakukannya dengan sukarela, sama seperti Yesus telah membasuh kaki murid-muridNya. Pada saat HatiNurani Ministries didirikan 2 tahun yang lalu, saya sebagai pemimpin membasuh kaki para pelayan yang ada. Bukan hanya simbolik ketika saya meneteskan air mata sambil membasuh kaki semua para pelayan yang tergabung dalam Yayasan hati Nurani. Demikian juga dalam perkembangan Yayasan Hati Nurani, saya melihat para pemimpin telah melakukan hal yang sama ketika mereka dengan rela menjadi pelayan yang rendah hati bagi sesamanya. Semua harus melakukannya dengan sukarela bahkan dalam kehidupan sehari-hari.
- Pemimpin yang memikirkan tentang orang-orang, bukan memikirkan posisinya. Banyak pemimpin yang merasa tidak aman (unsecure) ketika harus bergaul dengan bawahan sehingga mereka berupaya untuk melindungi posisinya. Mereka tidak sadar bahwa ini adalah awal dari kemerosotan kepemimpinannya ketika dia sibuk melindungi posisnya dan lupa untuk memikirkan orang lain.
- Pemimpin yang menambahkan nilai bagi orang lain dan tidak memanfaatkan orang lain. Kehadiran seorang pemimpin seharusnya memberikan nilai tambah bagi orang-orang disekitarnya. Sama seperti Tuhan Yesus memberikan diriNya bagi umat manusia, demikianlah pemimpin sejati harus menambahkan nilai bagi orang yang dipimpinnya. Pemimpin yang buruk adalah pemimpin yang suka memanfaatkan posisinya untuk mengambil keuntungan dari orang lain. Kita haruslah menjadi pemimpin yang sejati dengan meneladani Tuhan Yesus sebagai pemimpin sejati dengan menjadikan kehadiran kita membuat orang lain merasakan manfaat yang baik.
Intisari Khotbah Pdt. Joshua M. Sinaga, S.Th. dalam
Ibadah Raya Minggu, 12-11-06 Hati Nurani Ministries Chapter Induk Semper
Jakarta Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar