Sikap
hari ini menentukan apa yang diterima besok
(Kejadian 9:18-29)
Sikap (attitude)
adalah cermin wujud nyata seseorang. Kita dapat mengenal siapa seseorang dengan
mengamati sikapnya dalam merespon kejadian disekitarnya. Dalam hal rohani pun
sikap adalah kacamata yang paling baik untuk mengerti seseorang. Hari ini kita
akan belajar bahwa sikap kita hari ini menentukan apa yang akan kita peroleh
nanti.
Dalam kisah luar biasa di dalam Alkitab, Nuh dan
keluarganya selamat dari bencana air bah. Nuh membawa 7 anggota keluarga. 3
orang anaknya memiliki sikap yang berbeda dalam merespon setiap kejadian dalam
keluarga. Perbedaan sikap itu dapat kita pelajari salah satunya ketika Nuh
bermasalah di kemahnya akibat mabuk anggur.
Nuh adalah
petani pertama dan sukses membudidayakan tanaman anggur: “Nuh menjadi petani; dialah yang mula-mula membuat
kebun anggur.”(20) Namun bersama dengan datangnya kesuksesan itu, masalah juga
datang menyusul. Ini sudah menjadi kodrat alam. Setiap pencapaian,
selalu diikuti kontrapencapaian. Dimanapun di bumi ini, aksi selalu
mendatangkan reaksi. Saat seorang sukses, maka tantangan dipuncak sukses menjadi
suatu hal yang tak bisa dihindarkan. Gaya hidup yang berubah akibat sukses,
mengakibatkan banyak benturan. Demikian juga sebaliknya, saat orang-orang
berhenti dilereng bukit, mereka tidak pernah meraih sukses, maka konsekwensi
sebagai reaksi atas itu juga sangat banyak.
Dikisahkan Nuh
mabuk berat sampai tak sadarkan diri. Dalam kemabukannya dia tidak sadar sampai
telanjang di dalam kemahnya. Kemah tentu merupakan wilayah privat sehingga
menjadi telanjang seharusnya tetap wilayah pribadi. Namun sayang, seorang anaknya dapat masuk kekemah ayahnya dan
tentu menyaksikan semua kejadian buruk tersebut. “Setelah ia minum anggur,
mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya.” (21) Inilah yang akan kita
pelajari hari ini. Perbedaan sikap anak-anak Nuh saat merespon kejadian didalam
kemahnya. Seorang bersikap negatif dan yang lain bersikap benar. Negatif
melahirkan kutuk sebaliknya sikap benar melahirkan berkat.
1.
Dalam kesuksesan atau dalam
kemenangan pun sering kali seseorang terpeleset dan jatuh, namun Tuhan menjaga
sehingga kita tidak sampai tergeletak. Dalam kitab Mazmur dikatakan: “apabila ia jatuh, tidaklah sampai
tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.” (37:24). Memang kesuksesan itu
datang bersama dengan potensi kejatuhan. Jika seseorang tidak hati-hati maka
kejatuhan akan datang lebih cepat dibanding dengan kesuksesan. Nah kita akan
melihat sikap salah satu anak Nuh saat melihat kejatuhannya. Itulah seorang
Ham: “Maka Ham, bapa Kanaan itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya
kepada kedua saudaranya di luar.” (22). Ham seorang yang negatif. Dia seorang
anak yang tidak menghormati wilayah privat ayahnya sehingga dengan seenaknya memasuki kemah ayahnya.
Belum cukup disitu, setelah masuk dan melihat ayahnya mabuk dan telanjang dia
keluar dan menggembar-gemborkannya. Ham mempercakapkan atau menggosipkannya.
Beberapa dari kita bersikap salah dalam merespon kejatuhan saudara dengan
cara mempercakapkan atau menghakiminya. Kita begitu cepat untuk melihat
kelemahan atau kejatuhan orang lain dan senang mempercapkannya. Rasul Paulus
mengatakan: “Karena itu, hai manusia, siapa pun juga engkau, yang menghakimi
orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi
orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi
orang lain, melakukan hal-hal yang sama.” (Roma 2:1). Sikap negatif Ham ini
mengalirkan kutuk: “berkatalah ia: "Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia
menjadi hamba yang paling hina bagi saudara-saudaranya." (22). Sekarang
kita mengerti bukan bahwa sikap negatif menghadirkan masalah dalam hidup kita?
2.
Sikap yang benar dalam merespon
dosa orang lain adalah menutupinya. Energi dari sikap positif itu sungguh luar
biasa. Kita membaca Sem dan Yefet berbeda dengan Ham ketika mendengar kejatuhan
ayah mereka: “Sesudah itu Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan
membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka
menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat
aurat ayahnya.” (23) Sem dan Yafet begitu sopan ketika memasuki wilayah privat
ayahnya. Mereka masuk dengan sangat santun dengan berjalan mundur agar tidak
melihat hal-hal pribadi di dalam kemah.
Kata menutupi di sini memang seringkali menjadi dilema. Karena orang
menjadi salah tangkap seolah dosa ditutupi dan dibiarkan. Arti dari kata
menutupi itu dapat kita pahami dengan membaca terjemahan KJV “And above all
things have fervent charity among
yourselves: for charity shall cover the multitude of sins.” (1 Peter 4:8)
Jadi ketika kita menutupi kelemahan orang kita sedang mencover sehingga dia
tidak jatuh semakin dalam. Perhatikan bahwa sikap negatif yang mempercakapkan
seseorang akan membuat dia semakin jatuh. Tetapi sikap kita yang menutupi
kelemahan seseorang akan membantu dia keluar dari kelemahannya dan akhirnya
dapat menang. Sem dan Yafet bersikap positif ketika mendengar kejatuhan ayah
mereka dan energi dari sikap positif itu melahirkan berkat bagi mereka: “Lagi
katanya: "Terpujilah TUHAN, Allah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi
hamba baginya. Allah meluaskan kiranya tempat kediaman Yafet, dan hendaklah ia
tinggal dalam kemah-kemah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba
baginya." (26-27)
Ada hal yang menarik dari masalah kutuk dan berkat di sini. Berkat atau
kutuk itu juga ternyata dapat diwariskan oleh seseorang kepada keturunannya.
Kita melihat akibat sikap negatif Ham, dia dan keturunanya menjadi imperior
(selalu kalah) sementara keturunan Sem dan Yafet menjadi Superior (selalu menang). Jadi saudaraku,
apakah engkau ingin engkau dan keturnanmu diberkati. Itu semua berpulang kepada
sikap anda hari ini. Jadi lihat dirimu dan berubahlah. Mintalah Tuhan
mengalirkan energi positif dalam hidupmu sehingga dengan kuasa itu engakau
dapat mengubah hidupmu. Tentu bersama Tuhan Yesus dan dalam kuasa Roh Kudus,
kita bisa menjadi seperti Sem dan Yafet dalam merespon semua kejadian disekitar
kita. Amin.
Intisari khotbah
Pdt. Joshua MS dalam Ibadah Raya Hati Nurani Ministries Jakarta, Minggu 13 Juli
2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar