Senin, 15 Juli 2013

SIKAP ADALAH CERMIN DIRI



Sikap hari ini menentukan apa yang diterima besok
(Kejadian 9:18-29)



Sikap (attitude) adalah cermin wujud nyata seseorang. Kita dapat mengenal siapa seseorang dengan mengamati sikapnya dalam merespon kejadian disekitarnya. Dalam hal rohani pun sikap adalah kacamata yang paling baik untuk mengerti seseorang. Hari ini kita akan belajar bahwa sikap kita hari ini menentukan apa yang akan kita peroleh nanti.

Dalam kisah luar biasa di dalam Alkitab, Nuh dan keluarganya selamat dari bencana air bah. Nuh membawa 7 anggota keluarga. 3 orang anaknya memiliki sikap yang berbeda dalam merespon setiap kejadian dalam keluarga. Perbedaan sikap itu dapat kita pelajari salah satunya ketika Nuh bermasalah di kemahnya akibat mabuk anggur.

Nuh adalah petani pertama dan sukses membudidayakan tanaman anggur: “Nuh menjadi petani; dialah yang mula-mula membuat kebun anggur.”(20) Namun bersama dengan datangnya kesuksesan itu, masalah juga datang menyusul. Ini sudah menjadi kodrat alam. Setiap pencapaian, selalu diikuti kontrapencapaian. Dimanapun di bumi ini, aksi selalu mendatangkan reaksi. Saat seorang sukses, maka tantangan dipuncak sukses menjadi suatu hal yang tak bisa dihindarkan. Gaya hidup yang berubah akibat sukses, mengakibatkan banyak benturan. Demikian juga sebaliknya, saat orang-orang berhenti dilereng bukit, mereka tidak pernah meraih sukses, maka konsekwensi sebagai reaksi atas itu juga sangat banyak.

Dikisahkan Nuh mabuk berat sampai tak sadarkan diri. Dalam kemabukannya dia tidak sadar sampai telanjang di dalam kemahnya. Kemah tentu merupakan wilayah privat sehingga menjadi telanjang seharusnya tetap wilayah pribadi. Namun sayang, seorang anaknya dapat masuk kekemah ayahnya dan tentu menyaksikan semua kejadian buruk tersebut. “Setelah ia minum anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya.” (21) Inilah yang akan kita pelajari hari ini. Perbedaan sikap anak-anak Nuh saat merespon kejadian didalam kemahnya. Seorang bersikap negatif dan yang lain bersikap benar. Negatif melahirkan kutuk sebaliknya sikap benar melahirkan berkat.


1.      Dalam kesuksesan atau dalam kemenangan pun sering kali seseorang terpeleset dan jatuh, namun Tuhan menjaga sehingga kita tidak sampai tergeletak. Dalam kitab Mazmur  dikatakan: “apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.” (37:24). Memang kesuksesan itu datang bersama dengan potensi kejatuhan. Jika seseorang tidak hati-hati maka kejatuhan akan datang lebih cepat dibanding dengan kesuksesan. Nah kita akan melihat sikap salah satu anak Nuh saat melihat kejatuhannya. Itulah seorang Ham: “Maka Ham, bapa Kanaan itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di luar.” (22). Ham seorang yang negatif. Dia seorang anak yang tidak menghormati wilayah privat ayahnya sehingga dengan seenaknya memasuki kemah ayahnya. Belum cukup disitu, setelah masuk dan melihat ayahnya mabuk dan telanjang dia keluar dan menggembar-gemborkannya. Ham mempercakapkan atau menggosipkannya.

Beberapa dari kita bersikap salah dalam merespon kejatuhan saudara dengan cara mempercakapkan atau menghakiminya. Kita begitu cepat untuk melihat kelemahan atau kejatuhan orang lain dan senang mempercapkannya. Rasul Paulus mengatakan: “Karena itu, hai manusia, siapa pun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.” (Roma 2:1). Sikap negatif Ham ini mengalirkan kutuk: “berkatalah ia: "Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia menjadi hamba yang paling hina bagi saudara-saudaranya." (22). Sekarang kita mengerti bukan bahwa sikap negatif menghadirkan masalah dalam hidup kita?

2.      Sikap yang benar dalam merespon dosa orang lain adalah menutupinya. Energi dari sikap positif itu sungguh luar biasa. Kita membaca Sem dan Yefet berbeda dengan Ham ketika mendengar kejatuhan ayah mereka: “Sesudah itu Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya.” (23) Sem dan Yafet begitu sopan ketika memasuki wilayah privat ayahnya. Mereka masuk dengan sangat santun dengan berjalan mundur agar tidak melihat hal-hal pribadi di dalam kemah.

Kata menutupi di sini memang seringkali menjadi dilema. Karena orang menjadi salah tangkap seolah dosa ditutupi dan dibiarkan. Arti dari kata menutupi itu dapat kita pahami dengan membaca terjemahan KJV “And above all things have fervent charity among yourselves: for charity shall cover the multitude of sins.” (1 Peter 4:8) Jadi ketika kita menutupi kelemahan orang kita sedang mencover sehingga dia tidak jatuh semakin dalam. Perhatikan bahwa sikap negatif yang mempercakapkan seseorang akan membuat dia semakin jatuh. Tetapi sikap kita yang menutupi kelemahan seseorang akan membantu dia keluar dari kelemahannya dan akhirnya dapat menang. Sem dan Yafet bersikap positif ketika mendengar kejatuhan ayah mereka dan energi dari sikap positif itu melahirkan berkat bagi mereka: “Lagi katanya: "Terpujilah TUHAN, Allah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya. Allah meluaskan kiranya tempat kediaman Yafet, dan hendaklah ia tinggal dalam kemah-kemah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya." (26-27)

Ada hal yang menarik dari masalah kutuk dan berkat di sini. Berkat atau kutuk itu juga ternyata dapat diwariskan oleh seseorang kepada keturunannya. Kita melihat akibat sikap negatif Ham, dia dan keturunanya menjadi imperior (selalu kalah) sementara keturunan Sem dan Yafet menjadi Superior (selalu menang). Jadi saudaraku, apakah engkau ingin engkau dan keturnanmu diberkati. Itu semua berpulang kepada sikap anda hari ini. Jadi lihat dirimu dan berubahlah. Mintalah Tuhan mengalirkan energi positif dalam hidupmu sehingga dengan kuasa itu engakau dapat mengubah hidupmu. Tentu bersama Tuhan Yesus dan dalam kuasa Roh Kudus, kita bisa menjadi seperti Sem dan Yafet dalam merespon semua kejadian disekitar kita. Amin.

Intisari khotbah Pdt. Joshua MS dalam Ibadah Raya Hati Nurani Ministries Jakarta, Minggu 13 Juli 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar