Teologi Berkat dalam Perspektif ALKITABIAH
Oleh: Pdt joshua mangiring sinaga, sth, mth
1.
Definisi Berkat
Kata berkat bukanlah
kata yang asing di antara orang Kristen. Kata ini bahkan sangat populer. Dapat
dengan segera ditemukan kata ini beredar dalam perbincangan sehari-hari.
Demikian pula kata ini hampir menjadi kata yang selalu dipakai dalam membuka
dan menutup sebuah ibadah. Singkat kata, berkat merupakan kata yang populer.
Namun demikian,
pemahanan makna dan kepopuleran kata ini tidak berbanding lurus. Banyak yang
memahami kata ini sebagai sesuatu yang sifatnya sangat dangkal karena hanya
menunjuk kepada kelimpahan materi. Atau ada juga yang memahaminya sebagai suatu
kata rohani saja. Mungkin juga yang lain tidak memahaminya sama sekali. Seorang
menuliskannya sebagai berikut:
“Pengertian kita
tentang konsep berkat pada umumnya adalah sangat dangkal bahkan cenderung hanya
merupakan ungkapan nafsu serakah akan materi. Orang Kristen ketika berpikir
untuk meminta berkat kepada Tuhan, maka berkat yang diharapkan adalah curahan
materi yang berkelimpahan. Saat kita berdoa Tuhan berkatilah hidup kami maka
yang diharapkan adalah adanya curahan materi yang banyak berupa uang. Jika
setelah berdoa dan kemudian ada curahan uang yang banyak pada rekening, maka
saat itulah kita merasa mendapat berkat. Demikian pula dengan pekerjaan, kita
merasa mendapat berkat apabila pekerjaan itu menghasilkan uang yang banyak.
Gereja kita mendapat berkat tatkala bisa memperluas gedung dan membeli tanah
karena banyaknya uang yang ada pada kas. Pikiran seperti inilah yang saya
maksud dengan dangkal dan ungkapan nafsu serakah. Pandangan orang mengenai
berkat semata-mata hanyalah mengenai berapa banyak uang yang bisa saya peroleh.
Jika kita mendapat berkat materi maka ada fenomena yaitu itulah orang yang
diperkenan oleh Tuhan. Semakin seseorang menjadi kaya maka semakin orang lain
dan dirinya sendiri merasa sebagai orang yang baik dihadapan Tuhan.”[1]
Memang dapatlah
dikatakan bahwa perspektif yang merupakan landasan berpikir sebagaian besar
orang Kristen, apabila dihadapkan dengan kata berkat, akan menunjuk kepada
kelimpahan material atau kebahagiaan atau kesuksesan dalam kehidupan. Bila
tidak berbicara tentang kekayaan, maka berkat pastilah akan menunjuk kepada
keadaan jiwa atau kerohanian yang dipenuhi shalom. Namun demikian, bila seorang
telah menjadi miskin dan melarat, apakah berkat Tuhan tidak lagi ada pada dia?
Dan atau kalau seorang mengalami kebangunan rohani, apakah itu berarti Allah
tengah memberkati dia? Apakah memang demikian adanya?
Untuk menjawab
pertanyaan mendasar tadi, tentulah tidak dapat serta merta dalam tulisan ini.
Namun ada baiknya jika ditinjau terlebih dahulu arti kata berkat secara
etimologis[2]. Menurut
WJS Poerwadarminta, berkat adalah:[3]
1)
Karunia
Tuhan yang mendatangkan kebaikan kepada kehidupan manusia
2)
Restu,
pengaruh baik, (menyebabkan selamat dan sebagainya) yang didatangkan dengan
perantaraan orang tua, orang suci dan sebagainya
Pengertian berkat oleh
Poerwadarminta di atas menitikberatkan kepada suatu hal yang sifatnya bermuara
kepada pemberian dari oknum yang lebih tinggi. Itu bisa menunjuk kepada Tuhan
dan atau kepada pribadi orang yang lebih tinggi seperti para rohaniwan atau
orang tua. Berkat itu bermakna satu hal yang diberikan atau dikaruniakan oleh
seseorang (pribadi) yang hirarkinya lebih tinggi kepada orang lain (manusia)
yang derajatnya lebih rendah. Namun sering menjadi soal adalah apakah orang
hina tidak dapat menjadi saluran berkat atas orang yang lebih mulia? Bukankah
banyak kondisi ditemukan bahwa orang kecil nan
hina justru menjadi berkat atas orang-orang besar. Apakah berkat selalu mengacu
kepada keberuntungan dan atau suatu hal yang mendatangkan kebahagiaan yang
sumbernya selalu dari yang lebih tinggi derajatnya? Pada kecenderungan seperti
diuraikan di atas, Ki Dong Kim, menulis:
“Setelah mereka
diselamatkan, banyak dari orang-orang Kristen memohonkan berkat-berkat dan berbagai
macam anugerah khusus Allah. Mereka
percaya kepada kemahakuasaan Allah dan merindukan agar Ia mengulurkan TanganNya
yang Mahakuasa itu ke atas mereka dan keluarga mereka. Mereka mengingini bisnis
mereka bertumbuh makmur, mereka ingin tetap sehat walafiat sehingga segala
sesuatu akan berjalan lancar di sekitar hidup mereka. Tidak ada orang percaya mau
menjadi yang terkecuali dan menolak kemakmuran
sedemikian itu.[4]
Restu dan juga pengaruh
baik yang menyebabkan selamat seperti dijelaskan oleh Poerwadarminta memang
menjadi pemikiran yang bersifat umum. Berkat dipandang memberikan dampak yang
menyenangkan karena berhubungan dengan keadaan selamat, aman, kaya, sehat,
berhasil, juara, dan lain sebagainya. Sekali lagi penekanannya adalah bahwa
berkat itu bersumber dari oknum yang lebih tinggi hirarkinya disalurkan kepada
oknum lain.
Dalam pembukaan UUD
1945, alinea ke-3 dapat ditemukan kalimat: "Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."[5] Kalimat
ini menjelaskan bahwa kelahiran bangsa Indonesia menjadi sebuah negara adalah berkat
kasih dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang
religius sehingga memahami dengan baik filosofis berkat Allah bahkan atas
kelahiran bangsanya. Untuk ini seorang purnawirawan TNI Angkatan Laut menulis:
“Konstitusi itu
menggariskan bahwa negara yang berkedaulatan rakyat adalah atas dasar
kerakyatan dalam permusyawaratan perwakilan serta negara yang didirikan atas
anugerah, rahmat Allah yang Mahakuasa yang bertujuan membangun kemanusiaan yang
adil dan beradab berdasarkan kehendak dan fitrah Allah.”[6]
Ulasan yang menarik
adalah karena penulis buku di atas dengan lugas dan terbuka menjelaskan
kelahiran Indonesia sebagai sebuah negara dan bangsa yang berdaulat adalah oleh
karena anugerah berkat Allah dan harus di bangun untuk kemanusiaan yang adil
dan beradab berdasarkan kehendak Allah yang memberkati. Pemahaman ini
menarik untuk membuka wawasan betapa
sangat luasnya pengertian dan cakupan kata berkat. Tidak hanya bersifat pribadi
dan keagamaan, namun juga sampai kepada semua aspek sosial kehidupan umat
manusia.
Menurut
Browning,
Dalam Perjanjian
Lama, berkat adalah kemurahan yang dikaruniakan Allah kepada
umat-Nya, seperti pada waktu panen (Ulangan 28:8). Hal
ini menunjuk kepada peran utama ada pada pribadi Allah. sesungguhnya
Allah adalah inisiator berkat dan kata kemurahan disini menunjuk kepada sifat
Allah yang adalah kasih adanya. Penekanan disini adalah berkat yang diwujudkan
melalui sukacita karena Allah menyediakan kebutuhan umatNya.
Kata
berkat
juga sering dihubungkan dengan
karunia benda-benda yang bersifat material ( Amsal 10:22; 28:20; Yesaya 19:24)[7].
Berkat dihubungkan dengan hal-hal yang sifatnya materi (suatu yang bersifat
bendawi). Hal ini dapat dijelaskan pada saat Allah memperlengkapi umat
ciptaanNya dengan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan serta kebutuhan
jasmaniahnya. Kekayaan adalah salah satu hal yang disebut sebagai berkat Allah.
Segala hal yang tersedia di alam yang menjadi jawaban bagi kebutuhan manusia,
sejatinya adalah berkat Allah.
Berkaitan dengan kesetiaan pada perjanjian Tuhan (Ulangan 28:15-46), menurut Carl Barth, (Vol. 1, 1981: 57), berkat adalah ketika manusia berada dalam lembaga
persekutuan yang diciptakan Allah. Namun tidak berarti Allah menutup berkat
kepada yang lain (bukan pilihan-Nya), tetapi dilimpahkan juga bagi segala yang
hidup.[8]
Sejatinya, penjelasan ini menunjuk pada berkat Allah secara general juga
mencakup seluruh ciptaanNya. Berkat Allah sampai atas semua ciptaanNya walau
pun demikian, Barth mengkhususkan berkat itu lebih kepada orang-orang yang
percaya.
Namun demikian, apakah
sesungguhnya yang dikatakan oleh Alkitab tentang berkat? Kata berkat
pertamakalinya dalam Alkitab muncul dalam Kejadian 1:22. “Lalu Allah memberkati semuanya itu,
firman-Nya: ‘Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air
dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak.’" Kata
memberkati bila di parsing akan seperti ini:
יברך Stem: Piel Tense: wci PGN:
3ms Root:ברך :BDB 138 Meaning: bless[9]
Menurut BDB nomor: 1288, kata kerja וַיְבָ֧רֶךְ (wayübäºrek) bermakna
(Piel) berarti to bless yang menunjuk
kepada: Allah yang memberkati.[10]
Gagasan yang di bangun dari kata ini menunjuk kepada Allah yang memiliki
otoritas untuk memberkati. Sementara gagasan ini dibagun berdasarkan konteks
penciptaan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa yang ditempatkan di Taman Eden. Ini bermakna, Allah Sang Pencipta, memberkati
Adam dan Hawa yang telah ditempatkanNya di Taman Eden.
Pengertian dalam bentuk
kata benda yang lain yang dapat dimegerti dari kata berkat ditemukan dalam
Amsal 10:22 yang berbunyi: “Berkat
TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya”. Kata
berkat: בְּרָכָה (berakah) menurut BDB nomor 1293 berarti:[11]
1. a
blessing (berkat)
2. (source
of) blessing (sumber) yang memberkati
3. blessing,
prosperity (memberkati, kemakmuran)
4. blessing,
praise of God (memberkati, pujian dari Allah)
5. a
gift, a present (pemberian, hadiah)
6. a
treaty of peace ( sebuah perjanjian damai)
Konteks Amsal 10:22
secara khusus adalah menyangkut berkat. Di dalam keseluruhan pasal 10 ditemukan
prinsip-prinsip berkat menurut Raja Salomo. Hal ini menekankan bahwa berkat ada
pada orang-orang yang dalam hidupnya menerapkan prinsip-prinsip berkat
tersebut.
Kata בְּרָכָה (berakah) paling tidak disebutkan
sebanyak 24 kali di dalam Kitab Tawarikh.[12] Bila
didaftarkan, ada beberapa sinonim kata yang merujuk kepada pengertian berkat seperti
yang disampaikan di atas.
Sinonim kata yang diteliti
yang pertama adalah kata berkat dan memberkati. Menjadi menarik karena kata berkat
dalam bentuk kata kerja kerap diiringi dengan kata memberkati yang merupakan
bentuk kata kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa antara berkat dan memberkati
merupakan hal yang sangat berhubungan erat. Ini menjelaskan bahwa Allah yang
memiliki berkat dan sekaligus berhasrat untuk memberkati. Kata blessing (memberkati) dapat ditemukan
sebanyak 73 kali dalam seluruh terjemahan King James Version, sementara kata bless (berkat) ditemukan 463 kali.[13] Perbandingan yang menyolok antara kata bless (berkat) dan blessing (memberkati) yang cukup jauh ini dapat menjadi satu pemikiran
yang menunjuk kepada peran yang jauh lebih singinifikan terletak kepada sumber
berkat itu sendiri. Pembahasan mengapa kata blessing
(memberkati) lebih sedikit dari pada kata bless (berkat) ini nantinya akan lebih jauh dibahas dalam poin 4.2.
Yang kedua adalah bahwa
kata berkat, juga dihubungkan dengan dengan kalimat pendek: “pujian dari
Tuhan”. Makna yang terkandung dari kata praise of God memberikan gambaran betapa
luasnya arti kata berkat. Saat seseorang
diperhadapkan dengan berkat, sesungguhnya dia sedang menerima “pujian” dari
Tuhan. Jadi berkat bisa bermakna suatu hubungan harmonis Antara Allah dan
umatnya. Konteks dari Amsal 10 :22 menjelaskan bahwa hubungan yang indah antara
orang yang berfungsi menurut prinsip-prinsip berkat, adalah rahasia menerima
kekayaan. Tanpa suatu hubungan yang benar dengan Tuhan, maka segala kerja keras
dan upaya apapun akan menjadi sia-sia belaka. Maka berkat yang disebutkan
disini sangat erat kaitannya dengan anugerah atau pemberian Allah kepada
umatnya. Ayat yang menarik untuk disandingkan disini adalah Amsal 11:24 “Ada yang menyebar harta, tetapi
bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu
berkekurangan.” Bila diperhatikan, maka upaya menjadi kaya tidak cukup.
Dibutuhkan anugerah dalam memperoleh kekayaan. Allah memberkati, maka oleh
berkatNya kekayaan diperoleh dan dinikmati dan berujung bagi kemuliaan Tuhan.
Yang ketiga adalah
berkat dalam hubungannya dengan sebuah perjanjian damai. Makna berkat
menjelaskan suatu hubungan timbal balik antara pemberi berkat dengan oknum
(pribadi) yang diberkati. Dalam konteks Amsal 10:22, menunjuk pada hubungan
antara Allah pemberi berkat dengan orang (manusia) sebagai sasaran yang diberkati.
Berkat dalam hal ini merupakan sebuah perjanjian yang pasti. Suatu hal yang
dapat diandalkan dan dipercaya karena bersumber dari Allah. hal ini secara
lebih spesifik menjelaskan bahwa berkat adalah suatu yang pasti karena dilandasi
dari suatu perjanjian. Allah menjanjikannya dan karena Allah yang menjanjikan
melalui firmanNya, maka Dia menyediakannya bagi umatNya dengan pasti.
Yang keempat adalah berkat
juga sinonim dengan sukses. Sehingga seringkali secara umum teologi berkat
dikenal sebagai teologi sukses. Herlianto menulis: “Teologi sukses atau Injil
Sukses (Gospel of Success) sering
juga dikenal sebagai Injil-Injil Kemakmuran (prosperity), kelimpahan, berkat, (Gospel of Blessing), atau teologi Anak Raja.”[14] Memang
tidak dapat disalahkan walaupun tidak benar sepenuhnya karena teologi sukses
merupakan merupakan sub bagian dari teologi berkat.
Melihat pada uraian
yang telah disampaikan di atas, maka berkat pada hakikatnya adalah pemberian
atau hadiah dari Allah yang memungkinkan umatnya memiliki hidup yang
dikehendaki Allah. Hidup itu adalah suatu
kehidupan yang dilimpahi dengan anugerah damai sejahtera. Itulah hidup yang
penuh dengan kelimpahan yang tidak hanya bersifat materi. Berkat itu menyangkut
seluruh aspek kehidupan yang menunjuk kepada kemuliaan Tuhan.
Berkat adalah hadiah
dari Allah yang mana hal itu didorong oleh adanya hubungan yang khusus antara
pemberi berkat dengan yang menerima berkat. Dalam hal ini Tuhan yang memberkati
merupakan pribadi yang lebih tinggi dari berkat itu sendiri sehingga sangatlah
patut untuk mengagungkan Dia. Hal itulah yang memungkinkan ada sebuah pujian
yang lahir dari hati Allah, Sang Pemberkat itu bagi yang diberkatiNya, sebab
yang diberkatiNya, menempatkan
pribadiNya melebihi berkat yang diberikannya. Hal ini lah yang pada akhirnya
menjadikan sukses seutuhnya menjadi milik yang terberkati.
2. Berkat
dalam Hubungannya dengan Allah
Sebuah nast yaitu Kejadian 26:3-5 menjelaskan: “Tinggallah di negeri ini
sebagai orang asing, maka Aku akan menyertai engkau dan memberkati engkau,
sebab kepadamulah dan kepada keturunanmu akan Kuberikan seluruh negeri ini, dan
Aku akan menepati sumpah yang telah Kuikrarkan kepada Abraham, ayahmu. Aku akan
membuat banyak keturunanmu seperti bintang di langit; Aku akan memberikan
kepada keturunanmu seluruh negeri ini, dan oleh keturunanmu semua bangsa di
bumi akan mendapat berkat, karena Abraham telah mendengarkan firman-Ku dan
memelihara kewajibannya kepada-Ku, yaitu segala perintah, ketetapan dan
hukum-Ku.” Nast ini begitu terkenal dan menjadi pijakan perjanjian berkat Allah
kepada Abraham serta keturunannya kemudian.
Nast di atas menjelaskan bahwa Allah yang menggagas
perjanjian berkat itu. Itu ada sebelum Abraham memintanya sehingga dapat
dimengerti bahwa Allah menjadi sumber dari berkat. Allah menggagasnya dan
dengan konsisten memegang perjanjian berkat itu hingga kini. Perjanjian Berkat
Allah kepada Abraham, menjadi landasan berkat atas bangsa-bangsa. Berkat itulah
juga yang nantinya dibincangkan secara khusus ditujukan kepada gereja.
Allah sebagai pemilik atau sumber berkat dikatakan
berhasrat memberkati. Dalam rangka memberkati itu, Allah menggunakan manusia
sebagai instrumen. Dalam konteks Perjanjian Lama, Allah dijelaskan datang
berkali-kali menghampiri umatNya dan menyampaikan berkat-berkatNya. Itu dapat
dilihat dalam kisah Abraham, Ishak, dan Yakub. Namun setelah Taurat diturunkan
melalui Musa, maka upaya menyampaikan berkatNya telah melalui instrumen imam.
Allah memanggil dan memperlengkapi para imam untuk tugas menyampaikan dan
mengabarkan berkat Allah atas ciptaanNya. Gambaran Allah memberkati melalui
para imam sangat jelas dalam Perjanjian Lama.
Dalam konteks Perjanjian Baru, Allah menjangkau
manusia dalam diri Yesus Kristus. Yesus Kristus menyampaikan berkat-berkat
Allah atas umatNya. Ayat-ayat berikut ini menjelaskan bahwa Yesus Kristus
memberkati:
-
Kisah Para Rasul 3:26 “Dan bagi kamulah pertama-tama Allah
membangkitkan Hamba-Nya dan mengutus-Nya kepada kamu, supaya Ia memberkati kamu
dengan memimpin kamu masing-masing kembali dari segala kejahatanmu."
-
Markus
10:16 “Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya
atas mereka Ia memberkati mereka.”
-
Lukas
24:50 “Lalu Yesus membawa mereka ke luar kota sampai dekat Betania. Di
situ Ia mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka.”
-
Lukas
24:51 “Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka
dan terangkat ke sorga.”
Setelah Kristus terangkat ke surga, “siklus” peranan
imam kembali terjadi. Yesus Kristus memanggil hamba-hambaNya untuk menyampaikan
dan memberitakan berkat Allah. I Petrus
3:9a menjelaskannya: “…, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah
kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat...”. Allah memanggil bagi-Nya
menurut keputusanNya, para imam untuk menjadi penyampai berkat Allah atas
ciptaannya. Dalam konteks Perjanjian Baru, maka peranan keimamam itu diberikan
kepada orang-orang tertentu yang dipanggilNya dengan jawatan khusus. Kedua hal
ini akan dibahas sebagai berikut:
2.1.
Allah Sumber Berkat
Pembahasan utama dalam
poin ini adalah Allah sebagai sumber berkat. Kata Allah untuk pertamakalinya
muncul dalam Kejadian 1:1. Ayat pertama Alkitab ini berbunyi: “Pada mulanya
Allah menciptakan langit dan bumi.” Kata Allah berasal dari kata Ibrani,
Elohiym אֱלֹהִ֑ים) ) yang diterjemahkan God dalam versi Raja Yakobus (KJV) adalah
berbentuk: “noun common masculine plural
absolute.” (kata benda maskulin jamak yang absolute). Bentuk seperti ini
hanya ditujukan kepda Allah satu-satunya.
Jadi Allah adalah yang
awal dan akhir, tiada bermula dan tiada berakhir. Ia yang terutama dan paling
utama. Ialah khalik sekalian alam. Pribadi Agung dan Mulia yang mengatasi
segala sesuatu. Kitab Wahyu menjelaskannya: “Aku adalah Alfa dan Omega, firman
Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang
Mahakuasa." (Wahyu 1:8)
Jika menyinggung kata
Allah dalam perspektif alkitabiah, tentu dan pasti itu mengacu kepada TUHAN,
yaitu Allah yang menciptakan langit dan bumi yang dituliskan Musa dalam Kejadian
1:1, Dialah juga yang menciptakan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa (Kejadian
1:26-27), Dialah yang di sembah oleh Abraham, Isak, dan Yakub:
“Pergilah,
kumpulkanlah para tua-tua Israel dan katakanlah kepada mereka: TUHAN, Allah
nenek moyangmu, Allah Abraham, Ishak dan Yakub, telah menampakkan diri
kepadaku, serta berfirman: Aku sudah mengindahkan kamu, juga apa yang dilakukan
kepadamu di Mesir.” (Keluaran 3:16)
Luis Berkhof menulis:
“Di satu pihak Gereja Kristen mengaku bahwa Allah adalah Pribadi yang tidak
terjangkau pengertian manusia, namun di pihak lain mengakui juga bahwa Dia
dapat dikenal dan bahwa pengenalan akan Dia adalah syarat mutlak untuk
keselamatan.”[15]
Beberapa orang akan mempertanyakan Allah? Memang sangat perlu untuk membuat
suatu penegasan keberadaan atau eksistensi Allah. Karena agama-agama dunia pun
menyebut nama Allah. Tentulah allah-allah lain selain yang disebutkan sebagai
Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub, bukan Allah yang
dimaksudkan. Jadi siapakah Allah yang dimaksudkan?
“Siapakah Allah?
Bagaimana Allah itu? Kami mulai menegaskan: kita mengenal Allah, sebab Ia telah
menyatakan Diri; dan Allah adalah sebagaimana Ia telah menyatakan Diri, sebab
dalam Yesus Kristus benar-benar Ia telah menyatakan diri sendiri. Artinya, kita
tidak berfilsafat tentang suatu Tuhan yang didalam diriNya sendiri, dalam
keilahianNya yang kekal, adalah lain sama sekali dari pada dia yang menyatakan
diri di dalam Yesus Kristus.”[16]
Tidak dapat untuk
dihindari, ketika menyebut Allah maka Yesus Kristus ada di sana. Melalui Yesus
Kristus, Allah menyatakan diriNya secara khusus. Dengan melihat kepada Yesus,
Allah yang benar menjadi terang. Allah yang tidak mungkin salah dikenal melalui
penyataan Anak Domba Allah yaitu Yesus Kristus.
“Apabila mau
mengetahui siapa Allah dan bagaimana Dia? Lihatlah kepada Yesus Kristus! Tidak
seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada
dipangkuan Bapa, Dialah yang telah menyatakanNya (Yohanes 1:8). Dengan
menyatakan diriNya didalam Yesus Kristus, Allah telah memberi jawab atas
pertanyaan, siapakah Dia dan bagaimanakah Dia?[17]
Sampai sejauh apakah
pengenalan akan Allah itu dapat dicapai manusia? Tentulah harus dijawab bahwa tidak
dapat mencapai pengenalan sepenuhnya atau sempurna. Karena Allah hanya dapat
dikenal sejauh mana Dia memperkenalkan diriNya melalui Diri Yesus Kristus.
Louis Berkhof mengagasnya dengan pernyataan yang sangat bagus:
“Teologi
Reformed percaya bahwa Tuhan dapat dikenal, akan tetapi tidak mungkin manusia
dapat memperoleh pengenalan yang lengkap menyeluruh dan sempurna tentang Dia.
Memiliki pengenalan sedemikian tentang Allah sama artinya dengan mamahami Dia
sepenuhnya, dan hal ini sama sekali tidak mungkin: “Finitum non possit capere infinitum” (yang fana tak memungkin
memahami yang kekal.)[18]
Jadi, Pribadi yang
dibincangkan dalam tulisan ini adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi
beserta seluruh isinya, Dialah yang juga menciptakan dan memberkati umat
manusia. Dialah Pribadi yang telah di sembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub.
Dialah Allah yang telah menyatakan diriNya sehingga dapat dikenal oleh umat
manusia melalui Pribadi Agung, Yesus Kristus. Pribadi itulah yang adalah
merupakan sumber berkat. Ayat-ayat berikut menjelaskannya:
-
Allah
memberkati manusia pertama (Kejadian 1:22,
1:28, 5:2, )
-
Allah
memberkati hari sabat (Kejadian 2:3; Keluaran 20:11)
-
Allah
memberkati manusia Nuh (Kejadian 9:1)
-
Abraham,
Sarai, Ishak dan Yakub (Kejadian 25:11, 12:2-3, 14:19, 17:16, 22:17, 26:3, 26:24, 35:9; Yesaya 51:2 )
-
Allah
memberkati keturunan Israel (Keluaran 23:25; Ulangan 1:11, 2:7, 7:13, 15:4-6,
15:10, 18, 16:15, 28:8, 12; Yosua 24:19; II Tawarikh 31:10; Mazmur
115:12; Yehezkiel 37:26; Kisah
Para Rasul 3:26)
-
Allah
memberkati seluruh bumi (Mazmur 67:8)
-
Allah
mermberkati orang-orang yang bukan keturunan Israel (Kejadian 30:27; 30:30, 39:5)
-
Allah
memberkati Yusuf (Kejadian 48:3)
-
Allah
memberkati nabi dan imam (Keluaran 20:24;
Hakim-hakim 13:24;
-
Allah
memberkati Obed-Edom (II Samuel 6:11-12, I Tawarikh 13:14, 26:5)
-
Allah
memberkati Raja Daud ( II Samuel 7: 29,
I Tawarikh 17:27)
-
Allah
memberkati Yabes (I Tawarikh 4:10)
-
Allah
memberkati Ayub (Ayub 42:12)
-
Allah
memberkati orang benar dan umatNya (Mazmur
5:13, 29:11,45:3, 67:2)
-
Allah
memberkati pekerjaan atau bisnis umatNya (Mazmur 65:11, 67:7)
-
Allah
yang memberkati (Mazmur 67:8, 72:17, 109:28, 115:13, 118:26, 128:5, 129:8,
134:3, 147:13; Ibrani 6:14)
-
Allah
memberkati tanah Yehuda (Yeremia 31:23)
-
Allah
memberkati anak-anak (Markus 10:16)
-
Allah
memberkati para rasul (Lukas 24:50- 51)
Uraian di atas telah menjabarkan Allah sebagai
sumber berkat dalam beragam konteks. Itu adalah kebenarannya. Allah memberkati
dan memberkatinya dengan limpahnya. Kalau dipelajari dari ayat-ayat tersebut,
hampir tidak ada hal yang diciptakanNya yang tidak diberkatiNya. Namun pengamatan
yang menyolok adalah bahwa berkatNya lebih ditujukan kepada manusia ciptaanNya.
Memang dapat di mengerti karena manusia adalah mahkota ciptaan Tuhan sehingga
berkatNya juga lebih terutama kepadanya. Dan ada alasan untuk setiap berkat
yang Tuhan berikan kepada manusia. “Kita harus mempunyai pengertian yang dalam atas Dia yang menjadi sumber segala
berkat dan kepadaNya semua kemuliaan, pujian, dan hormat harus diberikan.”[19]
Dalam Kejadian
2:3 tertulis: “Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan
menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan
penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.” Dua kata linear dalam ayat ini adalah
kata memberkati dan penciptaan. Allah memberkati karena Dialah pencipta. Ini
bermakna bahwa Allah jugalah yang menciptakan berkat atas seluruh ciptaanNya.
Dialah sumber berkat dan ini digambarkan oleh Pemazmur dalam bentuk nyanyian
yang sangat indah: “Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau
melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu,” (Mazmur:128:5) dan “Kiranya TUHAN yang menjadikan langit dan
bumi, memberkati engkau dari Sion.” (Mazmur 134:3)
Nabi Yeremia menuliskan: “Ya Pengharapan Israel,
TUHAN, semua orang yang meninggalkan Engkau akan menjadi malu; orang-orang yang
menyimpang dari pada-Mu akan dilenyapkan di negeri, sebab mereka telah
meninggalkan sumber air yang hidup, yakni TUHAN.” (Yeremia 17:13). Tuhan adalah
sumber air hidup. Ayat ini diterjemahkan dalam Alkitab Raja Yakobus sebgai
berikut: “O LORD, the hope of Israel, all that forsake thee shall be ashamed, and
they that depart from me shall be written in the earth, because they have
forsaken the LORD, the fountain of living waters.” (KJV).
Kata fountain
bisa berarti sumber namun bisa juga berarti air mancur. Arti
kata ini menunjuk kepada sumber yang mengalir sangat kuat atau deras. Dalam
konteks negeri Palestina Purba yang selalu kesulitan mendapatkan sumber air,
maka kata מְק֥וֹר
מַֽיִם־חַיִּ֖ים (mªqowr
Mayim- Chayiym) menunjuk kepada Allah yang menjadi sumber segala kehidupan. Dia
adalah Allah yang dibincangkan di sini sebagai sumber berkat. Konteks ayat ini
menunjuk kepada keadaan Israel yang sedang berdosa karena Israel berubah setia
dan membelakangi Tuhan. Dalam kondisi yang demikian pun, Allah tetap menjadi
pribadi yang tidak kering akan berkat. Bersumber dari pribadiNya yang memang
adalah sumber, berkat tetap mengalir atas umatnya.
2.2. Para Imam Memberkati Demi Nama Tuhan
Jabatan imam pada
awalnya merupakan jabatan yang ditentukan langsung oleh Allah. Allah yang
memilih para imam dan secara struktural dalam masyarakat Israel sebagai bangsa.
Harun dan anak-anaknya adalah imam pertama. Keluaran 28:1 memberikan informasi itu:
"Engkau
harus menyuruh abangmu Harun bersama-sama dengan anak-anaknya datang kepadamu,
dari tengah-tengah orang Israel, untuk memegang jabatan imam bagi-Ku -- Harun
dan anak-anak Harun, yakni Nadab, Abihu, Eleazar dan Itamar.”
Kata imam berasal dari
kata benda בכהונתא (lªkahªnow). Parsingnya adalah: form:כהנו Stem: Piel Tense: infc Root: כהן Sfx: 3ms, Meaning: act as priest (bertindak selaku imam)[20]. BDB memberikan pengertian
sebagai berikut:
1) to minister as a priest, to serve as a
priest, (melayani sebagai imam)
2) to be a
priest or to become a priest (menjadi imam)
3) to play
the priest (berperan sebagai imam)
Konteks Keluaran 28
adalah penunjukan imam oleh Allah melalui Musa dalam perjalanan di padang gurun
menuju tanah Kanaan. Imam ditunjuk Allah dan bertindak sebagai pelayan Allah
bagi umatNya dalam menyampaikan berkat-berkatNya. Ia menyampaikan berkat-berkat
Allah melalui tahbisan dan atau penumpangan tangan (Imamat 9:22). Allah yang
mengangkat bagiNya imam untuk melayani umat Israel dengan demikian para imam mendapatkan
otoritas Allah untuk menyampaikan berkat atas umatNya. Bilangan 6:22-27
menjelaskan tahbisan imamat yang harus disampaikan para imam pada umat Allah:
“TUHAN berfirman
kepada Musa: ‘Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu
memberkati orang Israel, katakanlah kepada mereka: TUHAN memberkati engkau dan
melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau
kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai
sejahtera. Demikianlah harus mereka meletakkan nama-Ku atas orang Israel, maka
Aku akan memberkati mereka."
Dalam Hakim-hakim
20:28, ditemukan keintiman yang khusus dari Imam dengan Allah: “dan
Pinehas bin Eleazar bin Harun menjadi imam Allah pada waktu itu -- kata mereka:
"Haruskah kami maju sekali lagi untuk berperang melawan bani Benyamin,
saudara kami itu, atau haruskah kami hentikan itu?" Jawab TUHAN:
"Majulah, sebab besok Aku akan menyerahkan mereka ke dalam tanganmu."
Selain disertai dengan otoritas ilahi, para imam juga memiliki hubungan spiritual
yang dalam dengan Allah. Ini mengindikasikan betapa kudusnya seorang imam
hidup. Ia merupakan manusia yang telah dipilih untuk menjadi pelayan Tuhan bagi
umatNya. Ia bertugas untuk menyampaikan berkat-berkat Allah.
Dalam Perjanjian Baru, ditemukan
juga seorang imam memberkati Bayi Yesus Kristus. Masa ini adalah masa awal
dimana Yesus Kristus akan membaharui jabatan imam. Kehadiran Kristus dibumi
untuk menggenapi Taurat, juga berimbas pada pembaharuan jawatan Imam. Maka
dalam Lukas 2:34 berbunyi: “Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada
Maria, ibu Anak itu: "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan
atau membangkitkan banyak orang di
Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan.” Ini adalah titik tolak pembaharuan jabatan
imam atas umatNya yang percaya.
Jabatan keimaman itu
dijelaskan oleh Rasul Petrus sebagai berikut: “Tetapi kamulah bangsa yang
terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya
kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil
kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” (1 Petrus 2:9).
Gereja kini di panggil sebagai imamat yang di utus untuk memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah. tidak lagi terbatas untuk
orang-orang khusus seperti dalam kontek Yudaisme. Namun demikian, dalam hal
tahbisan yang bersifat liturgi seremonial sakramentalis, gereja masih memegang
aturan yang khusus dimana hanya pejabat gerejalah yang dapat melayankannya.
Donald Guthrie dalam salah
satu bukunya mengatakan hal yang menarik seputar pejabat-pejabat gerejawi
(imam-imam perjanjian baru):
“Susunan lain
terdapat dalam Efesus 4:11, sekali lagi peranan-peranan dalam jemaat
digambarkan sebagai “karunia-karunia”. Susunan ini mencakup rasul-rasul,
nabi-nabi, dan pengajar-pengajar seperti dalam I Korintus 12:28, tetapi ada
juga ditambahkan pemberita-pemberita Injil dan gembala-gembala sidang. Sekali lagi
segi fungsional ditekankan. Tidaklah perlu menduga bahwa kadang-kadang
karunia-karunia ini tidak bertumpang tindih. Bagi Paulus, sekali lagi yang
penting adalah bahwa pekerjaan pelayanan jauh lebih penting dari pada suatu
hierarki jabatan.”[21]
Hierarki dalam hal
fungsional pelayanan keimamam bukanlah prioritas dalam pemandangan Rasul
Paulus. Paulus lebih menaruh perhatian kepada peranan ketimbang pada
jabatannya. Agak sedikit berbeda dengan gereja zaman kini yang condong menyoal
jabatan dari pada fungsi. Dalam tata gereja HKBP misalnya, dijelaskan bahwa
tahbisan imam yang diterima oleh seorang pendeta sangat penting karena itulah
lambang kharisma yang diterimanya:
“Kepastian
jaminan harus diciptakan supaya para pejabat benar-benar melakukan apa yang
seharusnya mereka lakukan. Kepastian yang pertama adalah bersifat sakramental;
jabatan itu harus diwariskan oleh seorang pejabat kepada yang lain dengan
penumpangan tangan. Penugasan yang langsung dari Tuhan tidak boleh tidak harus diteruskan
sebab itulah yang memberi kharisma pada jabatannya. Suksesi apostolis harus
diteruskan secara eksplisit.”[22]
Hari
ini, jabatan iman lebih ditujukan kepada para gembala sidang (pendeta). Para
pendetalah yang melanjutkan tugas tahbisan untuk menyampaikan Berkat Rasuli kepada
gerejaNya. Walau memang harus dimengerti bahwa semua orang percaya Yesus
Kristus (Kristen) adalah imamat yang rajani (I Petrus 2:9), namun dalam hal tahbisan hanya para
pejabat gerejalah yang dapat menyampaikan Doa Berkat Rasuli. Hal ini
sebagaimana dikutif oleh Andar M. Lumbantobing, di atur dalam licencia concionandi gereja Jerman yang
mengatur hak bagi orang yang melayankan upacara-upacara kerohanian seperti
sakramen.[23]
Dalam pasal 17 Tata
Tertib Gereja Bethany Indonesia[24]
dijelaskan bahwa pelayanan kependetaan adalah untuk:
1. Pelayanan
Penggembalaan dalam suatu Jemaat.
2. Pelayanan Pemberitaan dan Pengajaran Firman
Tuhan.
3. Pelayanan Doa.
4. Sakramen Baptisan Air dan Perjamuan Kudus.
5. Pelayanan Pemberkatan Pernikahan, Pemakaman dan
Penyerahan Anak.
6. Pelayanan Doa Berkat Rasuli.
7. Pentahbisan.
Doa
Berkat Rasuli yang dimaksudkan sebagai tugas pelayanan pendeta Gereja Bethany
Indonesia pada poin 6 adalah sinonim dengan apa yang disampaikan imam Perjanjian
Lama dalam Bilangan 6:24-27. Menyangkut hal ini, maka penting untuk mengerti
bahwa berkat yang dimaksud disini adalah berkat imamat yang dikaruniakan oleh
Tuhan kepada orang-orang khusus yang dipanggil untuk jabatan itu. Dalam lingkup
Gereja Bethany Indonesia, jabatan kependetaan ditetapkan secara berjenjang.
Jenjang kependetaan itu adalah pendeta pembantu (pdp), pendeta muda (pdm), dan
pendeta (pdt).[25]
Dalam Perjanjian Lama
ditemukan indikasi peranan yang sangat dominan dari Tuhan dalam memanggil dan
menetapkan para iman, namun demikian, dalam Perjanjian Baru atau zaman gereja,
ada lebih banyak kemudahan untuk ditetapkan sebagai pendeta. Ini tentulah
dampak dari imamat rajani yang sudah menjadi milik semua orang pencaya. Sekali
lagi ini tidak secara otomatis membenarkan pernyataan bahwa semua orang dapat
menjadi pendeta. Peraturan dan atau persyaratan organisasi denominasi
gereja-gereja tertentu telah mengaturnya dengan sedemikian rupa. Bandingkan Efesus 4:11 “Dan Ialah yang memberikan baik
rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala
dan pengajar-pengajar.”
Kini menjadi nyata
bahwa atas nama Allah, manusia yang fana menjadi alat Allah untuk menyampaikan
berkatNya. Suatu hak istimewa yang disediakan oleh Allah bagi manusia
ciptaanNya. Dalam konteks kini, gereja adalah alat berkatNya bagi dunia. Allah
mengutus gereja untuk menyampaikan berkat itu atas dunia. Secara khusus dalam
hal yang menyangkut seremonial, para pendeta menyampaikan berkat-berkat
sakramentalia kepada gerejaNya demi nama Tuhan Yesus Kristus.
Salah satu yang
diperhatikan menyangkut doa berkat para imam dalam konteks Bilangan 6:22-27
adalah perlindungan ilahi atas umatnya. Kutipan singkat ayatnya berbunyi: “…TUHAN
memberkati engkau dan melindungi engkau….”. Kata melindungi bila merujuk pada
parsing dapat diurai sebagai berikut: form:
ישםרך Stem: qal Tense:
jusm PGN: 3ms Root: שםר BDB:1036
Sfx: 2ms, Meaning: keep, watch. Akar kata shamar mengandung makna mengawasi, menjaga. Sementara menurut menurut BDB, kata Shamar (Qal) adalah:[26]
1. to keep, to have charge of
2. to keep, to guard, to keep watch and ward, to
protect, to save life; watch, a
watchman
(participle)
3. to watch for, to wait for
4. to watch, to observe
5. to keep, to retain, to treasure up (in memory)
6. to keep (within bounds), to restrain
7. to observe, to celebrate, to keep (sabbath or
covenant or commands), to
perform (a vow)
8. to keep, to preserve, to protect
9. to keep, to reserve
Gagasan yang di bangun
dari kata shamar sebagai salah satu
berkat Tuhan mengacu kepada Allah sebagai perlindungan yang aman. Tuhan menjaga
dengan harga yang ditetapkanNya. Jadi servis
charge atas Allah menjaga umatNya digaransi dengan kuasaNya. Ia melindungi
dengan jaminan kuasaNya sehingga tidak mungkin lengah dan atau kebobolan. Musa
menggambarkan upaya proteksi Allah atas umatnya seperti usaha mengawasi atau
menjaga bijiNya: “Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di
tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan
diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya.” (Ulangan 32:10)
Tentu makna dan kontek
dari pada Ulangan 32:10 adalah menunjuk kepada suatu analogi. Dari analogi
tersebut tergambar bagaimana hebat kuasa Allah dalam menjaga umatNya. Layanan
luar biasa ini ditetapkan adalah berkat Allah sehingga Daud memohon dalam doa
agar dia mendapatkan berkat itu saat diburu dengan hebat oleh Saul (Mazmur 17:8). Hal yang sama juga berlaku bagi
umatNya masa kini. Gereja ada dalam perlindungan Tuhan dan tidak akan binasa
oleh kuasa apapun. Rasul Paulus menjelaskannya
bahwa tidak ada anazir apapun yang ada dikolong langit ini yang dapat
memisahkan orang percaya dari Tuhan (Roma 8:35-39).
3.
Berkat Dalam Hubungannya dengan
Keluarga (Rumah Tangga)
Kamus Umum Bahasa
Indonesia karya WJS Poerwadarminta menyebutkan keluarga adalah: (kaum) sanak saudara; kaum kerabat; saudara
yang bertalian oleh turunan (senenek moyang); sanak saudara yang bertalian oleh
perkawinan. Keluarga dalam konteks Poerwadarminta lebih menunjuk pada komunitas
yang berkumpul dalam pertalian darah dan atau perkawinan. Pengertian ini memang
khas Indonesia yang menitikberatkan pada pertalian kekerabatan sebagai titik
tolak hubungan keluarga. Namun demikian, dalam tradisi Arab Jordania, rumah
tangga disebut Za’ila yang berarti:
“Rumah tangga ini terdiri dari ayah, ibu, dan
anak-anak yang belum menikah, demikian juga dengan anak-anak yang sudah menikah
dan istri-istri serta anak-anak mereka, bibi dari pihak ayah yang tidak
menikah, dan kadang-kadang bahkan para paman dari pihak ayah yang tidak
menikah. Singkatnya, unit ini terdiri dari orang-orang yang punya hubungan
darah ditambah para perempuan yang dibawa ke dalam anggota kerabat melalui
pernikahan. Seluas apapun itu, unit-unit ini cenderung menempati satu tempat
tinggal atau sebuah rumpun tempat tinggal yang di bangun saling berdekatan atau
bahkan berdempetan satu sama lain. Ini merupakan unit ekonomi juga unit sosial
yang diatur oleh sang kakek atau laki-laki paling tua. Keluarga gabungan ini
biasanya terpecah-pecah ketika sang kakek meninggal. Tanah yang selama ini
dikuasai sang kakek, lalu dibagi di antara para ahli waris, dan anak laki-laki
secara terpisah, kemudaian masing-masing menjadi inti dari suatu za’ila yang
baru”[27]
Pendekatan di atas bersifat
hampir linear dengan pengertian yang di bangun oleh Poerwadarminta. Memang
dapat dipastikan karena kata Keluarga
pada dasarnya berasal dari bahasa Sanskerta:
"kulawarga" yang berarti
"ras" dan "warga" yang berarti "anggota" adalah
lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.
Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu,
memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di
antara individu tersebut.[28]
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu
atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Kata
keluarga (rumah tangga) dalam Alkitab berasal dari kata Ibrani, לְבֵֽית־ (lªbeeyt) dari akar kata בֵֽית (bayith)
yang diartikan begitu sangat luas sebagai berikut:[29]
1) a
house (sebuah rumah)
2) a
place (sebuah tempat)
3) a
receptacle (sebuah penampungan)
4) a
home, a house as containing a family (sebuah kediaman, sebuah
rumah
yang berisi keluarga)
5) a
household, a family (sebuah rumah tangga, sebuah keluarga)
6) household
affairs (keberadaan rumah tangga)
Sangat menarik karena
dalam pengertian ini keluarga tidak dibedakan dari rumah tangga. Keluarga
identik dengan rumah. Dalam tradisi Ibrani, rumah adalah representasi dari
suatu keluarga. Rumah adalah tempat di mana semua anggota keluarga di tampung. Rumah tangga menjadi habitat keluarga. Rumah
adalah tempat kediaman yang menunjuk kepada keberadaan atau eksistensional
keluarga tersebut.
Sungguh sangat menarik
karena sejak dahulu ternyata keberadaan sebuah rumah akan menjadi ciri atas
status sosial sebuah keluarga di dalam masyarakat. Hal itu juga terjadi di
zaman modern ini. Rumah seringkali bukan hanya sebagai prestise tetapi juga
menjadi tanda status sosial. Orang yang tinggal di kawasan Menteng Jakarta
Pusat tentu akan menjelaskan status sosial keluarganya kepada setiap warga yagn
tinggal di Kota Jakarta. Demikian juga orang yang tinggal di rumah-rumah
bantaran kali, selalu menunjuk kepada status sosial mereka di masyarakat. “Keluarga
dan rumah tangga membentuk unit sosial yang mendasar di Israel Kuno, demikian
juga paling luas digunakan sebagai metafora dalam literatur.”[30]
Berkat Allah atas
keluarga menunjuk kepada berkat secara menyeluruh kepada anggota-anggota
keluarga sebagai unit-unit rumah tangga. Itu artinya Allah memberkati seorang
suami dan seorang istri. Mereka juga diberkati dengan keturunan atau anak-anak.
Allah pun memberkati kerabat yang juga merupakan bagian dari keluarga besar. Jadi
berkat Allah yang pertama bagi rumah tangga itu menunjuk kepada berkat atas
orang-orang yang ada di dalam rumah. Mulai dari orang tua, anak-anak, dan
kerabat yang berdiam di dalam rumah tersebut.
Yang tidak bisa
dilupakan dalam berkat rumah tangga tentu adalah perkawinan dan keturunan. Salah
satu yang sangat istimewa dalam hal berkat dalam Kitab Kejadian adalah mandat
untuk beranak cucu. Perkawinan di mengerti sebagai kreasi Allah. Jadi, perkawinan
yang berbahagia dan keturunan yang lahir dengan sehat adalah berkat dari Tuhan.
Seorang menulisnya dengan sangat baik:
“Jika Anda menikah dan berbahagia, Allah
mempunyai alasan untuk memberkati anda dalam area ini. Jika Anda mempunyai
seorang anak, maka Anda harus tahu bahwa Allah punya alasan untuk memberi anda
berkat tersebut.”[31]
Kisah Yesus Kristus
mengadakan mukjizat untuk pertamakalinya di dalam sebuah pesta pernikahan, bisa
menjadi satu pertanda bagaimana Dia memberi perhatian yang khusus bagi keluarga
atau rumah tangga. Dapat ditemukan juga bahwa Allah memberkati rumah tangga
Adam dan Hama di Taman Eden: “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman
kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:28). “Anak cucu
adalah berkat dari Tuhan yang perlu disyukuri, diterima dengan sujacita didalam
Tuhan, dan diterima dengan penuh tanggungjawab.”[32]
Mempunyai keturunan
adalah berkat Allah dan pemazmur mengatakan bahwa orang yang mempunyai
keturunan adalah orang yang berbahagia: “Berbahagialah orang yang telah membuat
penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila
ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.” (Mazmur 127:5). Konteks ini
adalah jawaban konprehensif atas pertanyaan-pertanyaan yang bersifat etika
medis pada zaman ini. Tulisan ini tidak meluas sampai ke situ namun sebagai
gambaran saja bahwa Allah memberkati rumah tangga setiap orang berdasarkan
kebesaranNya sehingga mempunyai satu, dua, atau lebih anak bukan menjadi
masalah. Semua itu tergantung kepada keputusan etis dari tiap-tiap rumah tangga
yang menetapkan dengan sepakat jumlah anak atau keturunan yang ideal.
Kisah bagaimana Allah
menenun seorang anak manusia di dalam rahim seorang ibu yang diberkati Tuhan
telah ditulis dalam sebuah artikel oleh penulis. Artikel ini dimuat dalam
Harian Sore Sinar Harapan yang terbit di Jakarta. Artikel ini telah menjadi
tulisan yang dibaca sedemikian banyak orang dan telah menjadi berkat bagi
pembaca koran sore di Jakarta. Artikel ini akan menjadi salah satu lampiran karya
ilmiah ini.[33]
Penelitian yang khusus
ditujukan kepada hubungan berkat dengan pertambahan jiwa. Seperti diungkapkan
di atas bahwa anak cucu adalah berkat, maka dalil ini juga mendukung toeri
pertumbuhan atau pertambahan jiwa sebagai suatu berkat Tuhan. Kalau diperhatian
dengan jelas maka berkat pertambahan jiwa bagi keluarga diberkati ini sangat
kuat penekananan kepada Adam (Kejadian 1:28), Nuh (Kejadian 9:1), Abraham
(Kejadian 22:17), Ishak (Kejadian 28:13-14), Yakub (Kejadian 35:11), Daud, (2
Samuel 7) dan orang Kristen pada umumnya (Kisah Para Rasul 2: 47) mendapatkan
keturunan atau anak cucu yang secara kuantitas juga dibarengi dengan kualitas.
Kuantitas itu menunjuk jumlah sementara kualitas menunjuk mutu atau nilai
kehidupan yang terberkati dengan berbagai keunggulan (Bandingkan Keluaran 23:26). Namun demikian, kuantitas dan kualitas
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya adalah ibarat dua sisi
mata uang yang memang berbeda namun terhubung.
Pertambahan jiwa
seperti yang dijabarkan di atas tentu juga dapat merujuk kepada pertambahan
jiwa di dalam gereja. Baik pertambahan sebagai akibat kelahiran, maupun
pertambahan jiwa sebagai akibat pertobatan orang-orang yang belum percaya
kepada Yesus Kristus. Tidaklah mengherankan jika laporan-laporan atau jurnal
gereja sedunia terus memberitahu kepada umum tentang pertambahan bilangan orang
Kristen di seluruh dunia. Salah satu yang paling fenomenal adalah Gereja Yoido
Full Gospel. Gereja dengan denominasi kharismatik ini menjadi sangat
fenomenal karena jumlah jemaat yang sangat fantastis telah mencengangkan
kekristenan sepanjang masa. Menurut
laporan Wikipedia, gereja lokal ini telah memiliki jemaat sekitar 1 (satu) juta
jiwa pada tahun 2007. Tentu jumlah itu akan terus berkembang seiring perjalanan
waktu. Wikipedia melaporkan:
“Yoido Full Gospel Church is
a Pentecostal church
on Yeouido (Yoi
Island) in Seoul, South Korea. With about
1,000,000 members (2007), it is the largest Pentecostal Christian congregation
in South Korea, and the world. Founded and led by David Yonggi Cho since
1958.”[34]
Pertambahan jiwa yang
fantastis juga telah dicapai oleh Gereja Bethany Indonesia yang ada di bawah
penggembalaan, Pdt. Alex Abraham Tanuseputera. Informasi terakhir
beliau telah menggembalakan jemaat dengan jumlah 70 ribu dalam satu gereja
lokal di Graha Bethany Nginden, dan mencapai 135 ribu jiwa di cabang-cabang
gereja se-kota.[35]
Memang harus dijelaskan
di muka bahwa pertumbuhan kuntitas tidaklah selalu merupakan perwujudan pertumbuhan
kualitas. Namun demikian, bagaimanapun juga kuantitas tetap merupakan dampak
dari kualitas. Hubungan itu tidak dapat dipisah dan atau dipilah-pilah. Adalah
suatu pergumulan yang besar serta membutuhkan komitmen yang kuat dalam
membangun pertumbuhan yang ideal. Pertumbuhan itu tentulah keseimbangan antara
kualitas dan kuantitas.
Gereja yang diberkati
adalah gereja yang tetap mengalami dinamika pertambahan jiwa yang juga
dibarengi dengan pertumbuhan ke arah kedewasaan secara rohani. Berkat Allah bersifat
holistik, yaitu menyangkut jasmani dan rohani. Dalam hal ini, berkatNya juga
menyangkut pertambahan jiwa yang terus menerus serta pertumbuhan dan atau
kedewasaan anggota gereja menuju gereja seutuhnya.
Hal
penting lainnya yang juga tidak dapat dilupakan adalah Allah memberkati rumah
yang menunjuk kepada berkat secara materi atas rumah tangga. Allah memberkati
rumah tangga dengan kelimpahan atas kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam
membangun sebuah rumah tangga berbahagia. Dalam ukuran yang tentu berbeda-beda
setiap keluarga, Allah memenuhi kebutuhan hidup yang layak dan pantas. Analogi
kecukupan dari setiap keluarga menurut ukurannya ditemukan dalam management
kebutuhan yang telah diatur Tuhan melalui Musa:
“Beginilah perintah TUHAN: Pungutlah itu,
tiap-tiap orang menurut keperluannya; masing-masing kamu boleh mengambil untuk
seisi kemahnya, segomer seorang, menurut jumlah jiwa."Demikianlah
diperbuat orang Israel; mereka mengumpulkan, ada yang banyak, ada yang sedikit.
Ketika mereka menakarnya dengan gomer, maka orang yang mengumpulkan banyak,
tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan.
Tiap-tiap orang mengumpulkan menurut keperluannya.” (Keluaran 16:16-18)
Tuhan tidak membentuk
lembaga keluarga sebagai suatu yang kebetulan. Ia memberikan kesempatan kepada
tiap-tiap keluarga untuk mendapatkan sukacita dalam Tuhan, baik itu sukacita
untuk tubuh, jiwa, maupun roh. Manusia seutuhnya dan juga keluarga seutuhnya
akan mendapatkan sukacita di dalam Tuhan karena bisa mengadakan dan menikmati
suatu persekutuan dengan Allah.[36]
Uraian yang lebih mendalam tentang sukses adalah disampaikan pada poin 4.2.
4.
Berkat dalam Hubungannya dengan
Materi
Pada poin 4 ini akan
dibahas gagasan berkat dalam hubungannya dengan materi. Materi itu menyangkut
bumi dan segenap isinya yang diberkati. Dan hal yang kedua yang dibahas adalah
kekayaan atau kelimpahan sebagai berkat Allah. kedua topik ini akan dijelaskan
sebagai berikut:
4.1.
Bumi yang Diberkati
Tentulah sangat mudah
memahami bahwa bumi ini diberkati dan menjadi sasaran berkat Allah. Selain
manusia sebagai mahkota ciptaan Allah dan sasaran berkat, Allah juga memberkati
bumi. Memang tidak juga dapat diabaikan bahwa dunia seringkali membangkitkan
murka Allah, namun kasih setia serta berkat Tuhan tetaplah diarahkanNya atas
bumi ciptaanNya. Kebenarannya adalah Allah memberkati bumi ciptaanNya.
Bumi yang dimaksudkan
di sini adalah bumi yang disebutkan dalam Kejadian 1:1 “Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi.” Kata bumi berasal dari kata ארעא (haa'aarets) dari akar kata 'erets yang diberikan defenisi
sangat luas oleh BDB OT:776[37]
yaitu earth (tanah, dunia, bumi) yang dijelaskan lebih detail sebagai:
1.
whole earth (as
opposed to a part)
bumi keseluruhan (yang tidak terpisahkan)
2.
earth (as
opposed to heaven)
bumi (sebagai lawan langit atau surga)
3.
earth
(inhabitants) bumi
(habitat, tempat berdiam mahluk hidup)
Bumi yang dimaksudkan
di sini adalah planet bumi yang mana menjadi habitat[38]
dari mahluk hidup yang bernafas dengan menghirup oksigen. Bumi merupakan
kesatuan yang tidak terpisahkan antara tanah, air, udara, dan seluruh
unsur-unsur yang terbangun di dalamnya. Allah memberkati bumi dan semua
unsur-unsur didalamnya yang merupakan ciptaanya karena menurut Dia itu semua
baik adanya: “Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya:
"Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut,
dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak." (Kejadian 1:22)
Penekanan khusus untuk
kata bumi adalah tanah. Allah memberkati tanah sehingga menghasilkan panen yang
menggembirakan umat manusia: “Engkau mengairi alur bajaknya,
Engkau membasahi gumpalan-gumpalan tanahnya, dengan dirus hujan Engkau
menggemburkannya; Engkau memberkati tumbuh-tumbuhannya.” (Mazmur 65:11). Allah
dalam berkatNya, mengaruniakan tanah untuk diusahakan oleh manusia bagi
kesejahteraan. Allah memberkati tanah tersebut sehingga menghasilkan apa-apa
yang diperlukan oleh manusia untuk kebutuhan dan kehidupan yang berkelimpahan.
Ayat yang sangat tepat
untuk dibincangkan disini adalah Kejadian 1:28 yang berbunyi: “Allah memberkati
mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah
banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut
dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Kata penuhilah berasal dari kata וּמִלְא֥וּ (uwmil'uw)
yang berasal dari akar kata male atau mala'
yang bermakna (Qal)[39]
yaitu:
1) to be full (memenuhi)
a) a fullness, an abundance ( kesempurnaan,
keadaan berlimpah-limpah)
b) to be accomplished, to be ended (memenuhi,
berakhir)
2) to consecrate, to fill the hand (menyucikan,
memenuhi tangan)
Perintah Allah bagi
manusia adalah untuk memenuhi bumi ini sehingga layak untuk menjadi tempat atau
habitat hidup. Konteks ayat ini adalah penciptaan manusia pertama yaitu Adam
dan Hawa yang ditempatkan di Taman Eden. Hal ini dapat dihubungkan dengan
bagaimana manusia diijinkan untuk menggunakan akal budinya untuk mengelola
sehingga bumi ini menjadi tempat yang melimpah-limpah bagi kehidupan yang
sejahtera.
Pemanfaatan sumber daya
alam demi kehidupan yang lebih baik merupakan mandat Allah kepada manusia. Ilmu
pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai oleh peradaban manusia adalah
salah satu mandat untuk menjadikan bumi ini penuh melimpah. Sejarah telah
mencatat bahwa peradaban terus bertumbuh dan berkembang. Sejak purbakala,
manusia terus membenahi apapun bagi dunia yang lebih baik. Mulai dari zaman
batu hingga jaman komputer di abad ini. Semua itu merupakan mandat untuk
memeuhi bumi agar menjadi tempat yang dihuni dengan penuh kelimpahan.
Sedangkan kata
taklukkan berasal dari kata וְכִבְשֻׁ֑הָ
(wªkibshuhaa) dari akar
kata kabash yang bermakna (Qal)[40]
sebagai berikut:
1)
to bring into
bondage, to make subservient (membawa kepada perhambaan,
membuat
penundukan)
2) to
subdue, to force (menundukkan, menekan)
3) to
dominate, to tread down (mendominasi, menginjak-injak)
Pengertian kata
taklukkan memang telah menjadi diskusi yang sangat panjang khususnya dalam hal
etika bumi. Dalam tulisan ini tentu tidak akan diangkat perdebatan itu karena
bukan domainnya. Hal yang diangkat disini adalah sisi teologis tanah atau bumi
yang seharusnya ditaklukkan bagi ketersediaan kehidupan manusia yang diberkati.
Alam memang tidak selalu ramah dan memerlukan kreatifitas manusia untuk
menaklukkan keketidaramahan itu. Alam harus diusahakan agar menghasilkan. Hasil
itulah yang diperlukan untuk mendatangkan kehidupan yang berliumpah-limpah
seperti diungkapkan kata kabash.
“Berkat dalam
seluruh Kitab Kejadian merupakan penganugerahan kemampuan yang menghasilkan
kesuburan kepada manusia dan ternak serta tanah. Kemampuan ini akan menjadi
sebuah unsur yang sangat khusus dari kemampuan manusia untuk berkembang dan
menaklukkan bumi, karena ciptaan telah diberikan kemampuannya yang khas:
kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang biak.”[41]
Secara khusus, Alkitab
menyediakan kisah yang sangat menarik tentang Tanah Perjanjian dalam Perjanjian
Lama. Fokus utama Israel setelah keluar dari tanah perbudakan Mesir, adalah
masuk tanah perjanjian yaitu Kanaan yang melimpah susu dan madu. Keluaran 3:8 menjelaskannya dengan indah: “Sebab itu
Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun
mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri
yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het,
orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus.”
“Alkitab
menegaskan bahwa tanah Israel adalah milik Allah tetapi dipercayakan kepada
para raja dan rakyatnya. Sebagai wakil dari Raja Surgawi, raja duniawi
dipandang sebagai pemilik tanah agritultural. Agrikultural, sebagai basis ekonomi
di Israel kuno, secara praktis mempengaruhi tiap segi kehidupan sehari-hari,
khususnya keagamaan, ekonomi, hukum, dan wilayah sosial.”[42]
Kata-kata berlimpah
susu dan madu adalah indikasi yang sangat signifikan berkat Allah atas bumi
atau tanah. Allah memberkati bumi sehingga benar-benar menghasilkan sesuatu
yang manis dan menyenangkan serta memenuhi kebutuhan umat manusia. Tanah telah
menghasil sedemikian banyak sehingga sudah tidak dapat dihitung sejak peradaban
manusia di mulai di Taman Eden. Sampai hari ini pun tanah tidak berhenti
menghasilkan bagi kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Tanah telah
menjadi komoditi ekonomis yang paling startegis di seluruh dunia. Namun
demikian ada kekeliruan yang serius ketika semangat menaklukkan (kabash) telah berubah menjadi liar dan
tidak terkendali. Eksploitasi alam secara berlebihan telah menjadi bumerang
yang akhirnya menyengsarakan manusia. Penggundulan hutan secara sporadis telah
meningkatkan suhu bumi secara signifikan. Banjir menjadi langganan perkotaan
karena tata kota yang tidak sesuai. Penipisan lapisan ozon bahkan telah menjadi
ketakutan yang sangat luar biasa. Sementara itu kandungan es di kutub terus
merosot akibat suhu bumi yang terus meningkat sebagai dampak dari p0lusi dari
cerobong mesin-mesin ciptaan manusia.
Penerapan teknologi
dalam menggarap bumi bagi kehidupan manusia yang lebih baik tentu merupakan
semangat dari mandat Allah bagi umatnya. Namun sekali lagi eksploitasi
berlebihan adalah penafsiran yang keliru.
“Sesungguhnya
ada solusi-solusi teknis untuk persoalan-persoalan ekososial. Solusi itu harus
dengan sungguh-sungguh dikejar. Kita membutuhkan semua teknologi yang ramah
terhadap bumi yang dapat kita kumpulkan. Pada saat yang sama, dan beberapa
tahap lebih dalam, teknologi yang lebih sesuai bahkan mungkin belum muncul,
apalagi dikejar, kalau cara-cara pandang –world
view- (atau “kosmologi”) yang sedang berlaku itu rusak. Teknologi-teknologi
mengekspresikan kebudayaan. Cara-cara melakukan sesuatu merefleksikan cara-cara
memandang sesuatu.”[43]
Gereja adalah institusi
yang diberkati Allah yang dipanggil untuk mencerahkan pemikiran teologis
terhadap upaya-upaya eksploitasi bumi yang sehat. Dunia tentu merupakan wadah
yang diberkati Allah dengan kelimpahan sehingga gereja seharusnya
menterjemahkannya dengan adil. Gereja bertugas memberikan kontribusi bagi
upaya-upaya yang ramah terhadap bumi yang sedang “menangis” sebagai dampak dari
eksploitasi yang keterlaluan.
“Agama yang berbicara tentang bumi dan kesedihannya
dalam bahasa yang tidak membingungkan adalah suatu tantangan! Tantangan itulah
yang ditanggapi disini. Tesisnya adalah bahwa agama tidak hanya akan membantu
pencarian kita tentang bumi, tetapi juga dapat membantunya. Pada saat yang
sama, agama tidak dapat melakukan hal itu tanpa refornasi. Reformasi bahwa
semua dorongan keagamaan dan moral apapun harus menjadi wujud kesetiaan dan
kepedulian tanpa syarat kepada bumi dan berpartisipasi penuh di dalam
kesukacitaan dan kepedihannya.”[44]
Bumi tentu sebagai ciptaan
yang terbatas seharusnya diusahakan dengan perencanaan yang sehat. Dunia yang
kini ditempati oleh lebih dari 7 (tujuh) miliar manusia tetap memberikan
kontribusi yang sangat luar biasa. Dapat dibayangkan bagaimana beban bumi dalam
menyediakan pangan bagi 7 miliar manusia setiap hari? Apabila tidak dikelola
dengan baik dan benar, maka suatu saat bisa terjadi jika bumi tidak lagi dapat
berfungsi sebagai tempat kediaman yang layak bagi manusia. Dampak eksploitasi
yang sangat terasa adalah pemanasan global yang telah mengacaukan musim yang
berdampak bagi kegagalan panen. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
menilai kegiatan eskploitasi hasil bumi secara besar-besaran dan tidak
terkendali bisa menyebabkan perusakan dan berdampak pada pemanasan global.[45]
Guru Besar Bidang Ilmu
Penyuluhan Pembangunan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof. Dr. Jabal
Tarik Ibrahim mengungkapkan, ketersediaan pangan dunia di masa mendatang
terancam tidak akan berkecukupan.[46]
Ini adalah sebagai dampak dari beberapa faktor ketidakpastian seperti
meningkatnya kelangkaan sumberdaya produksi pangan dan perubahan iklim, menjadi
salah satu faktor penyebab dominan ancaman ketahanan pangan masa mendatang.
Iklim yang berubah sebagai akibat ekploitasi industri termasuk efek rumah kaca
menyebabkan suhu bumi semakin meningkat. Volume es di kutub utara semakin
menyusut dan beberapa penyakit varietas bahan-bahan makanan unggulan bumi
bermunculan. Ini adalah ancaman yang seharusnya mendapat perhatian yang serius
agar bumi terhindar dari kelaparan global di masa mendatang.
Selain itu, juga
disebabkan menyusutnya ketersediaan lahan pertanian yang subur. Pertumbuhan
kota-kota yang baru telah menyerobot lahan-lahan potensial untuk pertanian.
Kota-kota yang baru di bangun dan ini berdampak bagi perambahan dan
penyerobotan tanah pertanian. Teorinya adalah, semakin sempit lahan pertanian,
maka semakin kecil juga produksi pertanian. Tidak dapat dihindari bahwa dampak
industrialisasi negara-negara ketiga pada abad ke-20, telah mengorbankan
sedemikan banyak lahan pertanian. Maka bukanlah suatu hal yang terlalu
mengada-ada bila suatu hari kelak kelaparan global akan terjadi di seluruh
dunia. Bukan karena kutuk Tuhan, tetapi karena kesalahan pengelolaan bumi oleh
manusia.
Penafsiran umum atas
Kejadian 1:28 di atas adalah mandat ilahi kepada manusia untuk memenuhi dan
menguasai bumi. Mandat ini di pandang sebagai berkat yang harus dimengerti
dengan benar agar tidak mendatangkan masalah. Pengertian yang benar ini yang
akan menolong manusia sebagai penerima berkat mandat penguasaan atas bumi dapat
menjalankan peran itu dengan baik sehingga berdampak bagi kesejahteraan dan
kemakmuran. Bukan sebaliknya, penguasaan atas bumi menjadi bumerang.
Namun demikian, fakta
yang ada adalah lebih menunjuk pada keserakahan dan ketamakan manusia. Mandat
itu seringkali menjadi alasan untuk melakukan tindakan eksploitasi secara tidak
bertanggungjawab. Tujuan dan motivasi adalah semata-mata untuk keuntungan
finansial. Sejatinya sebelum terlambat dan berlangsung terlalu jauh, gereja
masa kini dipanggil untuk membenahi pandangan serta sikapnya terhadap bumi yang
diberkati Allah. “Dalam cerita penciptaan, penciptaan manusia sebagai gambar
Allah memang dirangkaikan dengan tugas yang diberikan kepada manusia untuk
memenuhi, menguasai, dan menaklukkan bumi:[47] “Allah
memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap
di bumi." (Kejadian 1:28)
“Perikop ini seringkali dipahami seolah-olah
sebagai mandat dari Allah yang memberikan kewenangan penuh dan kekuasaan kepada
manusia untuk mengeksploitasi alam serta semua mahluk yang hidup didalamnya.
Atau, sekurang-kurangnya sebagai sumber yang mengilhami dan mendorong sikap dan
perlakuan eksploitatif-destruktif manusia terhadap alam. Perintah memenuhi bumi
dan menaklukkan bumi merupakan satu kesatuan yang sangat erat kaitannya dengan
krisis lingkungan dewasa ini. Masalah demografi dan pengeksploitasian alam
saling berkaitan dalam mempercepat dan memperparah kerusakan alam ini.”[48]
4.2.
Kemakmuran adalah Berkat Allah
Padanan kata berkat
yang juga menarik adalah kata prosperity (kemakmuran).
Kata kemakmuran tentu bukan suatu hal yang asing kalau disinonimkan dengan kata
berkat. Berkat itu disamakan dengan kata kemakmuran yang mengindikasikan kepada
kelimpahan secara finansial (keuangan atau materi). Dalam hal ini perlu kiranya
membahas satu ayat yang penting yaitu Yohanes 10:10b. Ayat ini berbunyi: “… Aku
datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala
kelimpahan.” Kata segala kelimpahan ditemukan dalam anak kalimat ayat 10
seperti berikut: ἐγὼ
ἦλθον ἵνα ζωὴν ἔχωσιν, καὶ περισσὸν ἔχωσιν (Egoó eélthon hína
zooeén échoosin kaí perissón échoosin). Kata καὶ
περισσὸν ἔχωσιν (kaí
perissón échoosin) dapat dianalisa
sebagai berikut:
ἔχωσιν : 3 p pl. pres. Act. Subj ………………..
ἔχω[49] (they might have). Analisa
parsingnya adalah sebagai berkut:
-
3p :orang ke tiga (mereka). Ini
menunjuk kepada umat Allah
-
Plural :jamak (lebih dari satu, banyak orang)
-
Present :sedang
berlangsung
-
Act :subjek berperan secara
langsung
-
Subj :
menunjuk kepada maksud, supaya
Dapatlah diartikan
bahwa Yesus Kristus sedang berkata-kata langsung maksud kedatanganNya,
yaitu agar umatNya dapat mempunyai (might
have). Kata ini menunjuk kepada keadaaan dimana hidup umatNya itu mempunyai
segala hal (the have). Penekanan kata
dapat mempunyai tentu adalah menunjuk kepada kata sebelumnya yaitu καὶ περισσὸν (kaí
perissón). Bentuk ini merupakan kata benda yang diterangkan melalui parsing
berikut: περισσὸν nom. And acc. Sing. Neut…… περισσὸς[50] (more abundantly).
Arti kata yang paling tepat untuk kata ini adalah dengan berlimpah-limpah. Jadi,
konteksnya adalah Yesus Kristus datang supaya hidup yang dipunyai oleh
umatnya itu dalam kelimpahan yang berlimpah-limpah.
Bila kita hubungkan dengan konteks dekatnya, yaitu
Yohanes 10:10a, maka ada hubungan yang erat antara hidup dalam kelimpahan yang
melimpah-limpah itu dengan apa yang telah dan atau yang bisa diambil si
pencuri. “Pencuri datang hanya untuk
mencuri dan membunuh dan membinasakan;” Kata pencuri berasal
dari kata benda: κλέπτης (kléptees) yang
parsingnya dijelaskan sebagai berikut: κλέπτης noun nominative masculine singular from κλέπτης[51] Indikasi umum yang ditemukan untuk menjelaskan arti kata κλέπτης adalah pencuri yang memiliki
kemampuan yang kuat. Ini menjelaskan bahwa pencuri benar-benar mampu mengambil
sesuatu dari diri umat Tuhan. Dia mencuri, membunuh, dan kemudian membinasakan.
Ada tiga hal yang dilakukan oleh κλέπτης, yaitu mencuri, membunuh, dan
kemudiana membinasakan.
Kata mencuri dari kata κλέψῃ (klépsee) yang berarti: κλέψῃ verb subjunctive aorist active
3rd person singular from κλέπτω[52]. Bentuk kata kerja ini adalah aoris sehingga merupakan pekerjaan yang dilakukan
hanya sekali saja pada masa lalu dan tidak diulang lagi. Artiya adalah
mengambil, mencoleng, mencongkel, atau mengutil barang-barang yang sifatnya
kecil-kecil dan gampang diambil. Pelaku lebih dari satu (orang ke-3, mereka)
Kata kerja kedua adalah θύσῃ (thúsee). Kata ini dijelaskan
menurut parsing sebagai berikut: θύσῃ (thúsee) verb subjunctive aorist active 3rd person singular from θύω (thúoo)[53]. Kata kerja ini pun juga
merupakan bentuk aoris yang telah dilakukan pada masa lalu sekali saja dan
tidak dilakukan lagi dan dilakuan secara aktif oleh pencuri. Artinya adalah to
kill (membunuh). Membunuh di sini dapat bermakna mencabut nyawa atau mematikan
dalam arti yang sebenarnya tetapi dapat juga bermakna kiasan karena dijelaskan
dalam bentuk subjunctive. Pelaku lebih dari satu (mereka).
Kata
kerja ketiga adalah apolésee ἀπολέσῃ (apolésee). Bentuk parsing menurut Bible Works
adalah: ἀπολέσῃ verb subjunctive aorist active 3rd person singular from ἀπόλλυμι[54]
(apollumi). Diterjemahkan to destroy (menghancurkan,
membinasakan). Ini telah dilakukan pada saat yang lalu. Dilakukan oleh lebih
dari satu pelaku dan dikerjakan secara langsung oleh pelaku. Kata kerja ini
dapat merupakan kiasan karena merupakan bentuk subjunctive. Bila diartikan secara menyeluruh, maka pencuri di sini
lebih menunjuk kepada Iblis. Bandingkan dengan Yohanes 8:44:
“Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu
ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak
semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran.
Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah
pendusta dan bapa segala dusta.”
Iblis memang telah mencuri dari Adam dan Hawa
kebahagiaan yang luar biasa di Taman Eden, Iblis juga telah membunuh Habel
melalui tangan Kain, dan Iblis juga telah menyebabkan kematian baik jasmani dan
kematian kekal bagi semua anak manusia. Iblis sudah melakukannya pada masa lalu
dan melakukannya satu kali di Taman Eden ketika manusia pertama memilih untuk
mengabaikan firman Tuhan dan mengikuti Iblis.
Kehadiran Yesus Kristus adalah jawaban yang pasti sehingga
apa yang telah dicuri, dibunuh, dan dibinasakan oleh Iblis, diselamatkan. Yesus
Kristus dapat untuk memulihkan kembali sukacita dan kebahagiaan seperti di Taman
Eden kepada umatNya. Kristus juga hadir sehingga umatNya tidak mati dan binasa,
tetapi menikmati hidup yang penuh kelimpahan dalam segala hal. Dengan kedatangan Yesus
Kristus, maka dia memulihkan kehidupan berkelimpahan bagi umatNya. Yesus
Kristus datang untuk memberikan hidup yang sukses kepada umatNya. Yaitu suatu
kehidupan yang berkelimpahan. Hidup seperti itu sungguh adalah janji Tuhan dan
DR. Yakob Tomatala menjelaskanya:
“Apabila Anda ingin berhasil/sukses dalam hidup, Anda tidak perlu ragu.
Alasan paling teguh yang menjadi dasar untuk tidak perlu ragu-ragu ialah bahwa
TUHAN sendiri telah menjanjikan sukses itu kepda segenap umatNya (Kejadian
12:1-3; Bilangan 27; 28:1-14). Yang masih tertinggal ialah, bahwa setiap orang
memerlukan keberanian untuk mempercayai Tuhan bagi kesuksesan ini, dengan
melakukan keyakinan tersebut dalam kehidupannya dengan suatu tindakan nyata.”[55]
Dalam situs pribadinya,
DR. Yakob Tomatala menghubungkan secara erat (tidak membedakan sama sekali)
antara berkat dengan sukses. Uraian beliau merupakan saripati dari pengertian
yang telah beredar secara luas di tengah-tengah masyarakat yang memang hampir
tidak lagi membedakan kata berkat dengan kata sukses. Beliau menulisnya sebagai
berikut:
“Secara
alkiabiah, sukses bukanlah barang antik. Sukses adalah “janji dan anugerah
Allah” yang sesungguhnya harus maknai dan disikapi dengan arif, karena menolak
sukses secara naif, berati melecehkan TUHAN Allah yang telah berjanji
memberkati (Lihat: Nehemia 2:2, Ulangan 28:1-14). Sebaliknya, sukses yang
disikapi secara salah, berarti menjebak diri sendiri dalam kesalahan fatal,
sombong, takabur dan sebagainya (Amsal 16:18; 18:12). Mengaitkan pemahaman
sukses dari perspektif ini, dapat dikatakan bahwa “sukses adalah pemenuhan
hidup secara subjektif yang progresif, yang merupakan hasil dari kerja
terencana – bertanggung-jawab yang menghasilkan, membawa kesenangan, kepuasan,
kecukupan dan berkat bagi diri serta dapat berbagi dengan sesama. Di sini,
sukses berarti pencapaian, pemenuhan hidup, kecukupan, keberhasilan, berada di
atas, naik pangkat, dan seterusnya, tetapi tidak akan dipecundangi oleh semua
hal di maksud. Artinya, bagi orang Kristen, sukses adalah anugerah Allah yang
di sambut dan diisi dengan penuh tanggungjawab dan kerja keras, sehingga tidak
ada alasan untuk memegahkan diri. Mengatakan diri bahwa seseorang itu sukses,
tidak menyebabkan dia terjebak keangkuhan, karena ia menyadari bahwa ia telah
melaksanakan tanggungjawab-nya dengan benar, baik, tekun, tulus, dan jujur,
melalui upaya yang sungguh-sungguh serta kerja keras. Hasilnya akan sepasti
“menabur dan menuai” yang bila dilakukan secara benar, baik, besar, maka
hasilnya juga akan sepadan, atau pas dengan apa yang ditabur (Mazmur 126:5-6;
Amsal 13:11).”[56]
Hubungan yang hampir
menjadi seperti anak kembar, yang telah diuraikan secara mendalam oleh DR.
Yakob Tomatala sebagaimana dikutip di atas, memberikan gambaran yang membuka
wawasan tentang pengertian berkat. Intinya adalah sukses merupakan berkat Allah
yang dicapai melalui suatu proses atau respon yang benar dari manusia terhadap
panggilannya. Sukses adalah anugerah Allah atas diri umatnya yang pencapaiannya
melalui proses bekerja keras yang terencana dan bertanggung jawab. Penekanan
disini terletak pada kata anugerah Allah. Sesungguhnya, sukses sebagai berkat
itu bersumber dari satu Pribadi yang agung dan mulia yaitu Tuhan.
Allah sumber berkat yang berhasrat memberkati atau
memberi sukses dijabarkan dengan sangat luas dalam Ulangan 28:1-14. Namun
demikian ada hal yang harus diperhatikan agar sukses bukan lagi sekedar mimpi
indah di malam hari namun yang segera lesap di pagi hari.[57] Hal
yang harus di mengerti untuk menuju hidup sukses itu adalah: "Jika engkau
baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala
perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan
mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang
kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.”
(Ulangan 28:1-2)
Ada dua kata kerja
kunci yang mengemuka dari kedua ayat tersebut yang merupakan kunci sukses. Yang
pertama adalah mendegarkan suara Tuhan dan yang kedua adalah melakukannya
dengan setia. Kata mendengar berasal dari kata Ibrani: שָׁמ֤וֹעַ (shaamowa`) yang
bersumber dari akar kata: שָׁמֹ֤עַ
(shama`) yang bermakna (qal):[58]
1) to
hear (perceive by ear): Mendengar (mendengar lewat telinga)
2) to
hear of or concerning: Mendengar dengan benar)
3) to
hear (have power to hear): Tekad untuk mendengar
4) to
hear with attention or interest, to listen to: Mendengar dengan
serius/sungguh-sungguh
5) to
understand (language): Mengerti (bahasanya)
6) to
hear (used of judicial cases): Mendengar (laksana perkara
pengadilan)
7) to
listen, to give heed: mendengar, memberikan perhatian
a)
to consent, to agree: (penuh
perhatian, menyetujui)
b)
to grant request : Mengabulkan
permintaan
8) to
listen to, to yield to: Mendengarkan dengan, memberi dengan
9) to
obey, to be obedient: taat, patuh
Arti kata shama yang begitu kaya tersebut di atas
menggambarkan bagaimana dalamnya keadaan seseorang yang sedang mendengar suara
Tuhan. Hal yang digambarkan dari kata shama
itu adalah mendengar dengan benar. Artinya apa yang disampaikan di dengar dan
dipahami dengan benar. Ini berarti bahwa telinganya terbuka dan memahami
sehingga tidak mungkin salam paham.
Mendengar juga
didasarkan dari tekad hati yang kuat. Mendengar ini merupakan tekad yang
sungguh-sungguh laksana seorang yang sedang duduk di kursi terpidana sebuah pengadilan
yang sedang membacakan sebuah vonis. Dapat di mengerti bahwa seorang terpidana
yang sedang mendengar vonis akan dengan segenap hati menyimak setiap kalimat
yang diucapkan oleh hakim.
Hal itulah juga
digambarkan oleh kata shama dalam hal
mendengar suara Tuhan. Konsentrasi penuh yang didasari oleh kesadaran yang
penuh (bukan paksaan atau akibat sebuah tekanan). Kata ini merupakan kepatuhan
yang lahir dari hati yang sepenuhnya. Kesimpulan puncak dari kata shama adalah keintiman seseorang dengan
Allahnya yang lahir dari tekad dan keinginan yagn sepenuhnya. Ini merupakan
tanggungjawab pada aspek pendengar (manusia) bukan pada Allah yang berfirman.
Di sini nampak jelas,
pendengar bertanggungjawab sepenuhnya akan telinga dan hatinya. Keintiman yang
tentu oleh anugerahNya sehingga memampukan orang menjadi shama terhadap firmanNya. DR. Yakob Tomatala memberikan pengertian
sukses yang merupakan dampak dari keadaan shama
dari orang sebagai “akhir dari sebuah
upaya dan kerja baik serta kerja bertanggungjawab.”[59]
Kata
kedua yang dianalisis adalah kata: melakukan:
לַעֲשׂוֹת֙(la`ªsowt) dari akar kata עֲשת (`asah ) yang bermakna
(qal)[60]:
1) to do, to work, to produce (melakukan, bekerja,
memproduksi)
a) to deal (with): menyetujui
b) to act, to act with effect, to effect:
(berbuat, berbuat dengan dampak)
2) to make
(membuat)
a) to prepare: (mempersiapkan)
b) to make (an offering): membuat (suatu
penawaran)
c) to attend to, to put in order: merawat,
menabur
d) to observe, to celebrate: meneliti,
merayakan
e) to acquire (property):
memperoleh/mendapatkan (property)
f) to appoint, to ordain, to institute:
mengangkat, menahbiskan, melembagakan
g) to bring about: membawa sesuatu
h) to use: menggunakan
i) to spend, to pass: mempergunakan,
menilai
Arti kata עֲשת (`asah ) “melakukan” ini begitu kaya. Melakukan di sini terkandung
kata kerja yang tentunya menghasilkan suatu produk sebagai dampak dari
tindakannya. Bentuk kata ini adalah bentuk kata kerja aktif sehingga mengandung
sikap kerja yang bertanggungjawab yang diawali persiapan yang terencana.
Melakukan firman Allah dengan setia itu mengandung makna tindakan yang diawali
perencanaan yang dalam lewat proses penelitian yang utuh. Tindakan ini juga
adalah merupakan suatu tindakan yang berkesinambungan atau kontinuitas yang
tidak terputus. Karenanya, kata melakukan mendapatkan peneguhan dari diri
sehingga mendapatkan dampak yang bermuara kepada keuntungan atau impak yang
positif. Kata melakukan disini pun adalah suatu hal yang terukur dan digunakan
menurut kapasitas yang terencana.
Kembali
merujuk kepada pernyataan DR. Yakob Tomatala tentang sukses sebagai dampak dari
melakukan dengan setia semua firman Allah, beliau menguraikan:
“Kemampuan
seseorang menolong diri menentukan sikap terhadap diri, kegagalan hidup dan
sukses pada akhirnya bermuara pada hubungan diri dengan karirnya. Pernyataan di
atas begitu penting, tetapi perlu disadari bahwa ‘keyakinan akan segala
sesuatu’ sebagai datangnya dari Tuhan tidak membebaskan orang Kristen dari
tanggung jawab untuk mencarin ‘kehendak Allah’ bagi dirinya. Ternasuk kehendak
Allah bagi karir serta masa depannya. Pemahaman seseorang akan kehendak Allah
bagi hidup dan karirnya akan membuat sikapnya begitu pasti, ketekuan serta
gairah kerjanya ajeg, sehingga pekerjaannya menghasilkan buah yang membawa
kepuasan baginya.”[61]
Sukses
berhubungan dengan keadaan finansial yang merupakan produksi dari עֲשת (`asah ) atau melakukan dengan setia segala firman Allah yang
terwujud dalam kehidupan bekerja yang terencana dan bertanggungjawab. Uang adalah salah satu benda yang paling
dicari dan ingin dimiliki dan sudah barang tentu, uang akan mengikuti seseorang
yang sukses. Namun demikian patut untuk di mengerti bahwa uang adalah a-moral
atau tidak memiliki moral sehingga tidak patut dipersalahkan. Yang menjadi
masalah adalah sikap hati seseorang yang sudah sukses terhadap uang. Uang adalah
alat dan bukan tujuan. Uang, bagaimana pun menariknya tetap terbatas dan hanya
di tangan orang yang tepat akan berdaya guna bagi kebaikan. Bagaimana pun juga,
sukses seseorang akan selalu menunjuk kepada bagaimana ia memanfaatkan uang
yang dia miliki. Untuk ini seorang menulis:
“Uang adalah
benda yang paling gampang yang ingin kita miliki di manapun kita berada. Sebab
dengan uang kita dapat membeli kekuasaan, tanah, atau tubuh manusia. Namun ada
sejumlah hal yang tidak dapat di beli oleh uang. Kita dapat membeli seks,
tetapi kita tidak dapat membeli cinta kasih. Kita dapat membeli waktu
seseorang, akan tetapi tidak mungkin membeli kesetiaan seseorang. Kita dapat
membeli sejunlah kesenangan, tetapi kita tidak dapat kebahagiaan.”[62]
Sukses
akan mendatangkan uang. Dan keadaan keuangan akan menjadi barometer kekayaan.
Namun demikian, proses menuju kekayaan sejati merupakan benang merah proses ke arah
kesuksesan sejati. Karena kelimpahan finansial tanpa disertai dengan kemampuan
mengelola keuangan yang baik, akan berdampak buruk bagi kesuksesan. Seorang
menulisnya dengan bagus:
“Proses menuju
kekayaan sejati merupakan benang menarh dari proses kearah kesuksesan sejati,
sebab dari kesuksesan sejati itulah akan muncul kekayaan sejati. Kita sukses,
berarti kita akan merengkuh kekayaan dengan sendirinya. Akan tetapi, kata
kekayaa atau kelimpahan sejati itu bukan hanya mengacu kepada tingkat banyaknya
uang, banyaknya relasi, rumah bagus, pikiran tenang, atau karier serta lapangan
kerja yagn sesuai dengan bakat Anda. Kata kekayaan atau kelimpahan sejati juga mempunyai
makna lain dan tidak bisa di ukur oleh semua itu.”[63]
Selanjutnya,
Ajroma Aditya Utama menulis: “Orang kaya adalah orang yang mampu mengontrol dan
menguasai uang untuk digunakan demi kebahagiaan dan kepuasan dirinya, sedangkan
orang miskin adalah orang yang dikontrol oleh uang dan baru sadar setelah uang
itu tidak ada lagi dalam genggamannya. Oleh karena itu, inti dari orang kaya
adalah orang yang secara bijaksana menggunakan uangnya saat ia menerima uang
tersebut. Orang miskin adalah orang yang tidak bijaksana dengan uang yang
diterimanya dengan membelanjakannya tanpa menghasilkan sesuatu yang lebih besar
dari uang tersebut.”[64]
Bahasa
alkitabiah untuk menjelaskan orang kaya yang sejati adalah orang yang tidak
mencintai uang ( I Timotius 6:10). Bahasa sehari-harinya untuk orang yang
sukses adalah, orang kaya yang menjadikan uang sebagai sarana sehingga ia dapat
mengontrol dan mengendalikannya. Dia tahu bahwa uang bukan tujuan tetapi adalah
alat untuk mencapai tujuan. Orang tersebut tidak akan pernah menjadi hamba uang
namun menjadi tuan dari uang. Orang sukses sejati adalah orang yang dapat menggunakan
uang yang dimilikinya untuk tujuan yang memuliakan nama Tuhan.
Sebagai
orang Kristen sukses, mereka adalah pengelola yang memiliki otoritas atas uang.
Mereka juga adalah pekerja yang efisien dan bertanggungjawab. Mereka bukan
pengemis spiritual yang mengharapkan uang jatuh dari sorga setelah mereka
berdoa. Karena memang di surga tidak ada dollar atau rupiah. Kenneth E. Hagin
mendapatkan inspirasi dari Roh Kudus yang mengatakan demikian kepadanya: “Uang
yang kau butuhkan ada disini, di bumi. Tidak berada di surga. Aku tidak
mempunyai dolar Amerika di atas sini. Aku tidak akan menurunkan hujan uang dari
surga sebab jika Aku lakukan itu, maka itu palsu. Dan Aku bukanlah pemalsu.”[65]
Sukses
merupakan sebuah upaya kerja yang dikerjakan setelah melalui pemahanan yang
benar menurut hukum atau dalil-dalil yang benar serta tindakan bekerja yang
efisien, terencana, terfokus, serta berkelanjutan. Ini merupakan pengertian
alkitabiah yang di bangun dan dikembangkan dari pemahaman Keluaran 28:1-2.
Hukum dan dalili-dalil itu juga bersifat umum dan dapat dipahami secara umum
juga. Hukum dan dalil-dalil itu tentu di bangun berdasarkan kebenaran yang
ditemukan di dalam kitab suci Alkitab.
Namun penekanan yang
penting di sini adalah, bagaimana membangun suatu gagasan teologis yang dapat
di terima sehingga menjadi dasar atau landasan prinsip sukses. Bagaimana pun
juga, kisah-kisah pemenuhan kebutuhan yag terjadi secara ajaib dalam Alkitab,
selalu dapat dijelaskan secara umum. Allah memang dapat menolong seseorang
dalam memenuhi kebutuhannya, namun Allah tidak turun dari surga dan
memberikannya sejumlah uang. Allah tetap memakai sarana dan prasarana yang ada
di dunia ini sebagai instrumen mukjizat finansialNya. Dalam hal ini Kenneth E.
Hagin menulisnya dengan sangat menarik:
“Namun ada sisi
lain dari iman untuk hal keuangan. Dengan kata lain, Anda tidak dapat memanen
secara alami atau supranalami tanpa menabur benih. Anda tidak dapat pergi ke
kebun belakang dan berkata: “Aku akan memetik beberapa buah tomat” jika Anda belum
menanam satu pohon tomat pun! Atau Anda tidak dapat berkata: “Saya akan pergi
ke ladang dan memetik kapas esok” dan berharap bisa memetik kapas jika tanahnya
tidak pernah digarap dan ditaburi benih. Jika kapas tidak di tanam, tentu anda
tidak akan memetik kapas.”[66]
Telah
diuraikan bahwa Allah menghendaki umatNya sukses tetapi bahwa sukses itu tidak
jatuh dari langit. Sukses merupakan akibat dari ketaatan orang percaya kepada
Tuhan yang diwujudkan dengan menunjukkan diri sebagai pekerja yang mempersiapkan
diri dengan perencanaan yang baik dan terfokus yang dikerjakan dengan segenap
kapasitas dan kapabilitas yang terukur (Lihat paparan DR Yakob Tomatala yang
sudah dikutip penulis sebelumnya).
Bekerja
keras adalah kata kunci yang mengemuka untuk mencapai sukses. Alkitab tidak
menjelaskan bahwa hidup manusia akan menjadi serba mudah sekalipun mereka,
yaitu Adam dan Hawa ditempatkan di sebuah taman yang serba berkecukupan. Adam
dan Hawa dipanggil untuk mengusahakan dan memelihara Taman Eden. Kata mengusahakan
dan memelihara adalah kata-kata yang menunjuk kepada kesungguhan dan
keseriusan. Kata lain untuk kedua kata itu adalah kerja keras. Seorang menulis:
“Ketentuan utama
untuk mendapatkannya adalah Allah hanya tertarik kepada para pekerja dan
pelaksana. Dia menetapkan prinsif dasar ini di Taman Eden setelah Dia selesai
menciptakan manusia. Dia membuat persediaan yang cukup bagi manusia dengan
memberikan makanan, minyak, mineral, dan air. Segala sesuatu disediakan secara
cuma-cuma dan cukup. Meskipun ada persediaan yang melimpah, Alkitab mengatakan:
‘Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam Taman Eden untuk
mengusahakan dan memelihara taman itu.’ (Kejadian 2:15). Manusia tidak
diciptakan untuk menikmati kehidupan yang mudah. Sang pencipta memerintahkan
untuk menguasai ciptaanNya dengan mengusahakan dan memeliharanya. Allah adalah
pekerja keras. Manusia yang diciptakanNya menurut gambarNya juga harus bekerja
kera. ”[67]
Ada pandangan yang
negatif terhadap panggilan untuk bekerja. Bekerja dipandang seolah-olah adalah
kutuk. Ini adalah perspektif yang didasari pada pengertian yang tidak
konprehensif. Hal ini tentu di dorong oleh pemahaman bahwa Adam bekerja mencari
berkat setelah ia jatuh ke dalam dosa dan di usir dari Taman Eden. Padahal yang
benar adalah Adam sudah dianugerahkan Tuhan kesempatan untuk bekerja sebelum
kejatuhan ke dalam dosa. Bekerja bukan kutuk namun merupakan anugerah yang
mulia dari Tuhan. Jansen H. Sinamo menulis:
“Kerja adalah
rahmat, ialah sebuah pengakuan bahwa kerja adalah pemberian Tuhan Maha
Pengasih. Pengakuan itu lahir dari kepercayaan bahwa kita ini adalah mahluk
ciptaan Tuhan. Jadi seharusnya kita pun yakin bahwa Tuhan pasti memelihara
kehidupan kita. Dia adalah Tuhan yang dekat dengan kita. Dia hadir bersama kita
dari dahulu, sekarang, dan di masa yang akan datang. Oleh sifatNya yang rahman
dan rahim itu kita dapat merasa tenang dan mantab untuk mempercayai bahwa apa
pun yang kita butuhkan untuk dapat hidup dan bekerja dengan baik akan
disediakanNya.”[68]
Panggilan untuk bekerja
seharusnya adalah sesuatu yang menyenangkan. Sebab ujung dari melakukan
pekerjaan dengan kesenangan adalah sukses. Bekerja seharusnya menjadi indah
karena didalamnya ada mandat Allah. bekerja seharusnya adalah suatu kehormatan
sebab didalamnya terkandung rencana dan kehendak Allah yang luar biasa. Bekerja
seharusnya memiliki hubungan linear dengan berkat, karena dengan bekerja keras,
maka sukses akan selalu ada diujungnya. Bekerja pun seharusnya adalah suatu
kenikmatan yang luar biasa karena didalamnya terkandung janji berkat atau
sukses. Sehingga bekerja seharusnya lahir dari dorongan hati yang kuat. Ini
yang akan membuat bekerja menjadi sesuatu yang menarik dan memiliki nilai seni
yang mendalam. Hanya jika pemahaman terhadap panggilan untuk bekerja sudah
sampai pada tahapan inilah, maka sukses atau berkat akan menyusul dengan
limpahnya:
“Orang yang
sudah sampai di tingkat penghayatan dan penguasaan seni atas pekerjaannya,
sesungguhnya telah melampaui teknisi dan mencapai tingkat maestro; telah
melampaui tingkat pakar dan mencapai tingkat empu; sudah melampaui tingkat
kaidah dan mencapai tingkat makrifat. Mereka telah mampu menembus dan
mentransendensikan paradigma sektoral spesialistik, dan memasuki paradigma
global holistik.”[69]
Allah menghendaki
umatNya memiliki hidup yang berkelimpahan dengan suatu tujuan yaitu agar
menjadi saluran berkat bagi sesamanya. Orang-orang sukses tidak direncanakan
Allah untuk sukses sendiri dan menikmati sendiri kesuksesannya. Ada rencana
Allah bagi orang-orang sukses yaitu agar dia menjadi saluran berkat bagi
sesamanya. Abraham Alex Tanuseputera
menjelaskan: “Dengan berkat dari Allah, Anda akan dipakai Allah untuk
menyalurkan berkat kepada yang berkekurangan, sehingga anda dikatakan
memuliakan Dia dengan berkat yang ada pada Anda.”[70]
Menjadi saluran berkat
dengan cara memberkati sesama. Bahasa lain dari menjadi saluran berkat adalah
menabur benih. Hanya dengan menabur benih, maka ada kesempatan untuk menuainya
kembali. Sebab karena tidak ada yang sia-sia saat seorang yang diberkati
menabur benih: “Bapa menginginkan kita memberi, sehingga dengan demikian kita
menyediakan bagiNya benih-benih untuk dikebalikanNya kepada kita dengan
berlipat ganda. Allah memberi kita benih-benih untuk ditabur, bukan untuk ‘disimpan’
atau untuk dipegang erat-erat. Allah tidak melipatgandakan benih-benih yang
kita simpan. Dia hanya melipatgandakan benih yang kita tabur.”[71]
Ada misi Allah
memberkati orang-orang sukses. Allah memang tidak melakukan suatu apapun tanpa
maksud dan tujuan. Hidup sukses dan atau berkelimpahan juga memiliki tujuannya
seperti yang telah diuraikan di atas. Ada konsekwensi jika sukses atau berkat
itu dikuasai seseorang secara egois dengan tidak menjadikan diri sebagai
saluran berkat. Kelak jika Tuhan Yesus
kembali datang sebagai Hakim Agung, Dia akan mempertanyakan komitmen orang
tersebut bagi kesejahteraan sesamanya (Matius 25:31-46). Steven Teo
menjelaskan:
“Allah
menginginkan anak-anakNya sejahtera. Oleh karena itu, kekayaan menyesuaikan
keadaan. Telah dinyatakan bagi kita arti kekayaan yang sejati. Tidak ada dalam
Alkitab Allah menjanjikan berkat yang sembarangan. Berkat selalu untuk sebuah
tujuan. Kekayaan diberikan untuk sebuah alasan. Kekayaan dimaksudkan untuk
aliran (memperolah kekayaan untuk memberi). Jika menghentikan aliran kekayaan
dari hidup kita, kita akan “kacau”. Kita akan menghancurkan diri dengan
keegoisan kita.”[72]
Mendengar
dengan benar dan melakukan dengan ketaatan yang sungguh adalah kunci menjadi
sukses atau diberkati. Seorang mengatakannya dengan kalimat: “Mengenal Allah
adalah kesuksesan terbesar.”[73]
Dengan mengenal Allah kita memiliki respon yang tepat terhadad rencanaNya bagi
kesuksesan. Karena sukses bukanlah tujuan akhir Allah. Tuhan memiliki rencana
selanjutnya bagi orang Kristen yang sukses, yaitu menjadi berkat bagi sesama
yang miskin dan papa. Ketika kelimpahan berhenti pada seseorang, dengan cara
tidak menjadi saluran berkat bagi sesama yang berkekurangan, maka sesuatu yang
salah sedang bekerja dalam dirinya. Craig L. Blomberg menjelaskannya: “Apa
semestinya tanggapan seorang Kristen sejati terhadap semua gejala dan
kecenderungan ini? Secara historis, orang-orang Kristen telah membedakan diri
mereka sendiri dari kebudayaan yang ada dilingkungannya dalam hal memberi
perhatian terhadap orang-orang miskin di dunia ini.”[74]
Penulis yang lain menulis dalam huruf yang ditebalkan (bold), “Ingatlah satu
hal: Jangan pernah berhenti untuk berbuat baik.”[75]
Salah
satu bentuk respon yang benar atas segala berkat yang telah Tuhan limpahkan,
adalah mengucap syukur kepada Allah sumber berkat. Hati yang bersyukur karena
segala yang baik telah disediakan Allah patutlah disinggung di sini. Seringkali
karena sudah terbiasa dengan berkat dan kelimpahan, maka gairah untuk mengucap
syukur sudah menjadi hambar. Beberapa dari orang Kristen yang sudah dewasa dan
hidup berkelimpahan bahkan melakukannya dengan dingin.
Pentingnya
mengucap syukur itu dikarenakan itu adalah barometer kecintaan kepada pemberi berkat tidak terkalahkan oleh
berkat. Persoalan yang mengemuka dalam diri orang-orang yang diberkati adalah
kecenderungan untuk mencintai berkat melebihi pemberi berkat. Hal ini sudah di ulas di atas yaitu cinta
uang adalah akar segala kejahatan. Hati yang mengucap syukur menandakan
pengakuan bahwa semua yang ada adalah karena Sang Pemberi, yang telah
memberkati dengan limpah semua umatNya yang telah mendengar dan melakukan
dengan taat semua firmanNya. Janganlah hendaknya ucapan syukur itu melorot
seiring berkat-berkat yang sudah terbiasa mengalir deras sehingga seolah-olah
itu adalah hal biasa. Sejatinya, hati seorang yang terberkati harus tetap penuh
gairah dalam mengucap syukur atas segala berkatnya laksana seorang yang baru
merasakan pertobatan dan lahir baru. Kenneth E. Hagin menulis:
“Seringkali petobat-petobat
baru begitu bergairah menjadi bagian dari keluarga Allah, dan pujian serta
ucapan syukur mereka kepada Allah sangat menyegarkan. Mereka kadang-kadang
membuat kita yang sudah lama lahir baru menjadi malu dengan pujian mereka yang
riang gembira.”[76]
[1] http://artikel.sabda.org/berkat_sejati
[2] Etimologi adalah cabang ilmu linguistik
yang mempelajari asal-usul suatu kata. Misalkan kata etimologi
sebenarnya diambil dari bahasa Belanda etymologie yang berakar
dari bahasa Yunani;
étymos (arti sebenarnya adalah sebuah kata) dan lògos
(ilmu). Pendeknya, kata etimologi itu sendiri datang dari bahasa Yunani ήτυμος
(étymos, arti kata) dan λόγος (lógos, ilmu). Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Etimologi
[3]
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1996, Hal. 128
[4] Ki
Dong Kim, Allah Yang Tidak Melampaui, Berea Indonesia, Jakarta, 2007,
Hal. 3
[5] http://www.putra-putri-indonesia.com/pembukaan-uud.html
[6]
Bonar Simangunsong & Daulat Sinuraya, Negara, Demokrasi, dan Berpolitik yang
Profesional, Jakarta, 2004, Hal. 85
[7]
Budd Philip J., New
Century Bible Commentary-Leviticus, USA:
Marshall Pickering, Wm. B. Eerdmans Publishing Co, Grand Rapids,
Michigan, 1996.
[8] Barth,
Ch. Theologia Perjanjian Lama - Vol. 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.
[9]
Tod S. Beall dan William A. Bank, Old Testament Parsing Guide, Moody
Press, Chicago, 1986, Hal. 1
[10]
The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew
Lexicon, Copyright (c)1993, Woodside Bible Fellowship, Ontario, Canada.
Licensed from the Institute for Creation Research.
[11] The
Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew
Lexicon, Ibid
[12]
Sumber dari pernyataan ini adalah sofware Bible Work yang telah diinstal dalam
netbook penulis dimana penulis secara teliti telah membaca ayat-ayat yang
ditunjuk dalam bahasa Indonesia.
[13]
Penelusuran terhadap ayat ini menggunakan
sofware Alkitab Elektronik
2.0.0 yang dirilis ke pasar umum tahun 1974 oleh Lembaga Alkitab Indonesia
[14]
Herlianto, Teologi Sukses, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2009, Hal. 1
[15]
Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1, Doktrin Allah, Momentum, Jakarta, 2011, Hal. 27
[16]
GC Van Niftrik dan BJ Boland, Dogmatika Masa Kini, BPK Gunung Mulia,
Jaarta, 2008, Hal. 81
[17]
Ibid, Hal. 74
[18]
Op.Cit. Hal. 29
[19]
Sunday Adelaja, Mengenal Allah, Membuka Pintu Berkat, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2007, Hal. 103
[20]
Tod S. Beall, Op Cit., Hal: 71
[21]
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi,
Etika, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006, hal. 92
[22]
Andar M. Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, BPK
Gunung Mulia, Jakarta, 1996, Hal. 235
[23]
Ibid, Hal. 230
[24] http://www.gerejabethany.org/au/tata_tertib.php
[25]
ibid
[26] The
Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew Lexicon,
Op Cit.
[27]
Sebagaimana di kutip dalam buku: Kehidupan Orang Israel Alkitabiah oleh Philip
J. Kings dan Lawrence E. Stager dari buku karya A.M. Lutfiyya, Baytin, A
Jordania Villages: A Study of Social Institution and Social Change in a Folk
Community ( The Hague: Mouton, 1966), hal: 142-143
[29] The
Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew
Lexicon, Op Cit,
[30]
Philip J. King & Lawrence E. Stager, Ibid, Hal: 39
[31]
Sunday Adelaja, Ibid, Hal: 93
[32]
Hariono Sumarsono, Hidup Berkelimpahan, Kalam Hidup, Bandung, 2004, Hal:
35
[33]
Artikel dengan judul: Bila Tuhan Menenun, adalah karya penulis yang dimuat
pertamakalinya di Sinar Harapan, Sabtu, 30 Agustus 2008, halaman 5. (Harian
yang terbit sore hari di Jakarta) dan telah dirilis dalam berbagai group di
dunia maya. Telah menjadi bahan diskusi dan perbincangan serta diskusi yang
panjang dan menginspirasi banyak pasanagan-pasangan muda yang tetap berharap
akan dikaruniakan keturunan.
[36]
Hariono Sumarsono, Op. Cit., Hal: 34
[37] The
Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew
Lexicon, Op Cit.
[38]
Habitat menjelaskan asal muasal hidup. Seperti katak habitatnya adalah rawa,
sungai, atau kubangan air. Manusia menurut habitatnya berasal dari bumi atau
tanah yang menunjuk pada ketidakterpisahan antara unsur-unsur dunia.
[39] The
Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew
Lexicon, Op Cit
[40] The
Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew
Lexicon, Op Cit
[41]
William A. Dyrness, Agar Bumi Bersukacita, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2004,
Hal. 28
[42]
Philip J. King & Lawrence E. Stager, Kehidupan Israel Alkitabiah,
BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2010, Hal. 97-98
[43]
Larry L. Rasmussen, Komunitas Bumi: Etika Bumi, BPK Gunung Mulia,
Jakarta, 2010, Hal: 315
[44]
Ibid, Hal. 15
[47]
Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta,
2009, Hal. 227
[48]
ibid
[49]
Nathan E. Han, A Parshing Guide to the Greek New Testament, Herald
Press, Ontario, hal. 202
[50]
Samuel Bagster and Son, The Analytical Greek Lexicon, Harper and Brother
Publisher, New York, hal. 321
[51]
Analisa ini merupakan hasil dari sistem komputerisasi yang diadobsi dari
sofware Bible Works.
[52]
Ibid
[53]
ibid
[54]
ibid
[55]
Yakob Tomatala, Manusia Sukses: Teologi Berkat dari Perspektif Alkitab,
YT Leadership Foundation, Jakarta, 2004, Hal. 12
[57]
Yakob Tomatala, Op Cit, Hal. 7
[58] The
Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew
Lexicon, Op Cit
[59]
Yakob Tomatala, Op Cit, hal: 78
[60] from
The Online Bible Thayer's Greek Lexicon and Brown Driver & Briggs Hebrew
Lexicon, op. cit
[61]
Yakob Tomatala, Op Cit, Hal. 128
[62]
Edwin Louis Cole, Kunci Keberhasilan, YPI Immanuel, Jakarta,
___________, hal: 147
[63]
Ajroma Aditya Utama, Jadi Kaya itu Gapang, Diva Press, Jogjakarta, 2009,
Hal: 109
[64]
Ibid, Hal. 126
[65]
Kenneth E. Hagin, Rahasia Hidup Berkelimpahan, Metanoia Publishing,
Jakarta, 1996, Hal. 46
[66]
Ibid, Hal. 112
[67]
Charles Agyin-Asare, Dari Orang Biasa Menjadi Luar biasa, Penerbit Andi,
Jogjakarta, 2008, Hal. 25-26
[68]
Jansen H. Sinamo, Ethos 21: Etos Kerja Profesional di Era Digital Global,
Institut Darma Mahardika, Jakarta, 2002, hal. 93-94
[69]
Jansen H. Sinamo, Mengubah Pasir Menjadi Mutiara, Institut Darma
Mahardika, Jakarta, 2003, hal.106
[70]
Abraham Alex Tanuseputera, Kesembuhan Ilahi dan Berkat, House of
Blessing, Surabaya, 2009, Hal.2
[71]
Jack Hartman, Percayakanlah Keuangan Anda pada Allah, Penerbit Andi, Jogjakarta, 1989, Hal. 73
[72]
Steven Teo, Money Matters: Cara Jitu Menjadi Kaya dan Sukses Mengatasi
Masalah Keuangan, Andi Offset, Jogjakarta, 2009, Hal: 156-157
[73]
Paul J. Menyer, 24 Kunci Sukses, Andi Offset, Jogjakarta, 2008, Hal: 171
[74]
Craig L. Blomberg, Tidak Miskin tetapi
juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab tentang Kepemilikan, BPK Gunung
Mulia, Jakarta, 2011, hal:xix
[75]
Billy K. Tambahani & Jeni Markoan, Jemaat Kaya Jemaat Miskin, Pendeta
Kaya Pendeta Miskin: Prinsip-Prinsip Alkitabiah yang Menjadikan Anda Kaya dan Bahagia, Diakonia Internasional, Bandung, 2009, Hal:
66
[76]
Kenneth E. Hagin, The Untapped Power In Praise, Metanoia, Jakarta, 2004,
Hal: 115