SUPAYA
KITA HIDUP
Yehezkiel 18
Pemahaman klasik yang sangat mengakar dalam budaya
Israel adalah anak-anak wajib menanggung dosa orang tua. Ada lagu yang
dijadikan sindiran di sana: “Ada apa
dengan kamu, sehingga kamu mengucapkan kata sindiran ini di tanah Israel:
Ayah-ayah makan buah mentah dan gigi anak-anaknya menjadi ngilu?” (2).
Kita dapat melihat banyak peristiwa tragis ketika sebuah keluarga harus binasa
oleh karena perbuatan orang tua mereka. Contohnya adalah keluarga Datan dan
Abiram (Bilangan 16).
Konsep ini menjadi salah arah karena tanpa tedeng
aling-aling atau tanpa melihat kasus per kasus secara semena-mena menghukum
sebuah keluarga oleh karena perbuatan semua
anggota keluarga oleh karena perbiuatan salah satu anggotanya.
Dalam sejarah gereja kita mengetahui bahwa banyak juga orang atau institusi
yang menghukum sebuah keluarga oleh karena kesalahan orang tua mereka. Tentu Allah bukanlah pribadi sadis yang sedemikian
tak berperasaan menghukum anak-anak oleh karena dosa orang tua mereka: “Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, kamu
tidak akan mengucapkan kata sindiran ini lagi di Israel.” (3)
Allah dalam pemandangan yang sempurna sesungguhnya
tidak menginginkan hukum agama diterapkan tanpa keseimbangan. Dia adalah
Pribadi yang adil sehingga setiap orang yang makan
buah mentah maka gigi dia sendirilah yang ngilu. Artinya orang yang berbuat
dosa, dia sendirilah yang menanggung akibatnya: “Sungguh, semua jiwa Aku punya! Baik jiwa ayah maupun jiwa
anak Aku punya! Dan orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati.” (4)
Maka dari itu, seseorang akan hidup jika ia
melakukan keadilan dan kebenaran, walaupun salah seorang anggota keluarganya
berlaku lalim dan membelakangi Allah: “Kalau
seseorang adalah orang benar dan ia melakukan keadilan dan kebenaran,” (5). Jadi
jika kita hidup menurut ketetapan dan peraturanNya dengan setia, maka kitalah
orang benar sehingga kita tidak akan mati oleh karena dosa tetapi kita akan
hidup oleh karena Allah: “hidup
menurut ketetapan-Ku dan tetap mengikuti peraturan-Ku dengan berlaku setia --
ialah orang benar, dan ia pasti hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH.” (9)
Hari ini kita
kita akan belajar tentan ciri-ciri orang benar yang menurut ketetapan dan
peraturan Tuhan dengan setia.
1.
Setia kepada
satu Tuhan
Perkara kesetiaan memang selalu
menjadi prioritas dalam setiap hubungan. Baik hubungan antar sesama manusia
maupun hubungan manusia dengan Tuhan. Namun sungguh ironis, kebanyakan manusia
tidak lagi menggangap kesetiaan sebagai hal yang penting. Dalam kehidupan
pernikahan dimana kesetiaan adalah nilai tertinggi, justru tinggkat
perselingkuhan, perjinahan, dan perceraian semakin tinggi. Di zaman ini kita
gampang menemukan orang yang berkarunia, orang pintar, orang kaya dan
sebagainya, tetapi sayang sungguh sulit menemukan orang yang setia. Yehezkiel
mengatakan bahwa ciri orang yang benar adalah orang yang setia. Setia kepada
sesama dan setia kepada satu Allah: “dan ia tidak makan daging persembahan di atas gunung atau
tidak melihat kepada berhala-berhala kaum Israel,…(6a)
2.
Menghormati Kekudusan
Lembaga Pernikahan
Penyakit yang paling berbahaya dan sedang merajalela
di planet ini bukanlah Flu Burung atau Kanker, tetapi Perjinahan. Remaja di
negara-negara maju telah sedemikian modern sehingga menganggap sex pra nikah
merupakan hal yang lajim. Bahkan dalam dunia yang sudah renta ini, perjinahan
dalam lembaga rumah tangga sudah menjadi rahasia umum. Para pemimpin masyarakat
bahkan bercerai karena mengejar perempuan lain. Para pemimpin rohani pun
berkali-kali jatuh dalam perjinahan. Sungguh menyedihkan dunia yang kita
tempati sekarang ini. Manusia sudah tidak lagi menghormati lembaga pernikahan
sebagai sesuatu yang sakral dan suci. Yehezkiel mengatakan bahwa orang benar
adalah orang yang menjungjung nilai-nilai pernikahan: “tidak mencemari isteri sesamanya dan
tidak menghampiri perempuan waktu bercemar kain” (6b)
3.
Memiliki Jiwa
Sosial yang Tinggi
Kita adalah mahluk sosial yang
tidak bisa hidup sendiri. Kita bukan Tarzan yaitu tokoh rekaan Hollywood yang
tidak memiliki dasar kebenaran. Kita diciptakan untuk menjadi kelompok yang
saling membantu. Ciri dari orang yang benar adalah pribadi yang memiliki
kepedulian sosial yang tinggi. Bukankah Yesus mengatakan: “Yesus menjawab mereka: "Kamu
sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah.”
(Matius 22:39). Orang yang mengasihi sesama tentu tidak akan memperbudak
karyawannya, tidak korupsi, tidak melakukan praktek bisnis ilegal, dan memberi
untuk orang miskin dan yatim piatu: “tidak menindas orang lain, ia mengembalikan gadaian orang, tidak
merampas apa-apa, memberi makan orang lapar, memberi pakaian kepada orang
telanjang,” (7)
4.
Mengelola Uang
dengan Benar
Sejatinya kita bukan pemilik (owner)
tapi pengelola (steward). Memang kita berhak untuk membelanjakan uang
kita tetapi Tuhan sebagai pemilik segalanya menuntut pertanggungjawaban kita.
Orang benar tentu akan membayar persepuluhan, memberi persembahan, membayar
pajak, dan tidak meminjamkan uang dengan riba (lintah darat). Orang benar juga
akan menyisihkan uang untuk menyantuni yatim piatu dan orang-orang miskin: “tidak
memungut bunga uang atau mengambil riba, menjauhkan diri dari kecurangan,
melakukan hukum yang benar di antara manusia dengan manusia.” (8). Karena
akar dari segala kejahatan adalah cinta uang, maka sejatinya orang benar tidak
dikuasai uang (1 Timotius 6:10). Jadi dari mana kita tahu seseorang mengelola
uang dengan benar, ketika orang itu jujur dan mengembalikan uang tepat pada pos
masing-masing (Matius 22:21). Maranatha, Amen.
INTISARI khotbah Pdt. Joshua Mangiring Sinaga, S.Th, HN Ministries
Chapter Semper Jakarta Utara.
Minggu, 20 Mei 2007.